Mubadalah.id – Rasuna Said lahir di tanah Sumatra Barat dari keluarga yang sangat memperhatikan pendidikan. Ayahnya bernama Muhamad Said adalah seorang saudagar kaya yang mewariskan langsung darah aktivis kepada Rasuna Said.
Sejak kecil, Rasuna sudah menempuh pendidikan yang berbasis agama. Pada tahun 1918, Rasuna memulai pendidikannya di Volkschool Maninjau. Lanjut di pesantren Ar-Rasyidiyah yang diasuh langsung oleh Syeikh Abdul Rasyid. Rasuna menjadi satu-satunya santri perempuan di pesantren tersebut.
Tidak sampai di situ, Rasuna melanjutkan pendidikannya di Madrasatul Lil Banat atau Diniyah School Putri yang pimpinan Zainudin Labay El-Yunussy. Setelah Zainudin wafat, sekolah tersebut dipimpin oleh adiknya yang bernama Rahmah. Di sana, Rasuna belajar bersama Rahmah. Keduanya menjadi perempuan berpengaruh di Minangkabau.
Pengalaman mengajar Rasuna pertama kali ia lakukan di Diniyah School Putri. Saat yang bersamaan Ia masih duduk di kelas lima dan enam. Karena kecerdasannya, maka tidak masalah ketika Ia harus mengajar kelas di bawahnya. Tidak berselang lama perhatiannya tertuju pada gerakan politik ‘kuminih’ pimpinan guru agama Sumatra Padang Panjang bernama H. Ahmad Chatib.
Meski demikian, pendidikan masih menjadi prioritas utamanya. Terbukti dengan langkah Rasuna yang melanjutkan pendidikannya di sekolah milik Haji Abdul Majid. Kemudian pindah ke sekolah putri atau meisjesschool untuk mendapat keahlian berupa memasak, menjahit, dan urusan rumah tangga lainnya.
Pahlawan Perempuan
Rasuna Said adalah pahlawan perempuan yang sangat memerhatikan potensi, harkat, dan martabat perempuan. Tidak hanya politik, langkahnya diperluas dalam bidang pendidikan. Baginya, pendidikan dan politik harus bergerak seimbang dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia.
Karena kepiawaiannya dalam strategi politik, membuatnya tergabung dalam partai Serikat Islam Indonesia dan Persatuan Muslimin Indonesia. Aturan dalam partai Serikat Islam Indonesia (PSII) tidak membolehkan anggotanya merangkap dalam partai lain. Akhirnya, Rasuna memilih bertahan dalam partai Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) dan keluar dari partai Serikat Islam Indonesia. Menurutnya PERMI lebih berhasil dalam strategi politiknya.
Visioneritas melekat dalam jiwa Rasuna Said. Beberapa perubahan Ia lakukan yang berfokus pada kebutuhan di masa mendatang. Selain mengenyam pendidikan yang layak, Rasuna juga mendirikan beberapa sekolah di pedesaan seperti sekolah “Menyesal”, Sekolah Thawalib Putri, dan kursus putri. Sekolah-sekolah tersebut maksudnya untuk memberantas buta huruf, dan meningkatkan kemampuan perempuan pribumi yang terdidik langsung oleh kader militan partai PERMI.
Memimpin Koran Raya
Selain itu, Rasuna berkesempatan memimpin sebuah koran yang bernama “Raya”. Koran ini berisi tentang wacana yang nasionalis dan radikal (mendalam). Koran “Raya” menjadi obor perlawanan bagi kebangkitan pergerakan rakyat Sumatra Barat. Kemampuannya dalam menarasikan suatu kejadian menjadikan Rasuna pemimpin koran “Raya” sekaligus mementori anggotanya untuk menghasilkan narasi wacana di Koran tersebut.
Sayangnya, koran “Raya” ini tidak bisa bertahan lama karena PID atau polisi pemerintah Belanda segera membubarkannya. Selain itu, berbekal kemampuan strategi yang luar biasa, Rasuna mereka percaya untuk mempimpin pergerakan rakyat Sumatra Barat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia
Pengaruhnya yang begitu masif terhadap upaya kemerdekaan Indonesia menjadikannya incaran polisi pemerintahan Belanda. Tak berlangsung lama, Rasuna tertangkap dan dimasukkan ke dalam penajara Bulu, Semarang. Tahun 1938 Rasuna dinyatakan bebas dan meninggalkan tanah kelahirannya menuju Kota Medan, Sumatra Utara untuk melanjutkan perjuangan. Dengan dasar yang sama yaitu kemerdekaan Indonesia, Rasuna mendirikan Perguruan Putri dan Majalah Menara Putri.
Keberadaan Rasuna di Kota Medan, Sumatra Utara tidak berlangsung lama karena kedatangan tentara Jepang ke Medan dan melumpuhkan pasukan Belanda. Melihat keadaan yang sudah tidak kondusif lagi, Rasuna memutuskan untuk kembali ke Minang dengan alasan yang sama yaitu melanjutkan perjuangan.
Mendirikan Pemuda Nippon Raya
Bersama Chotib Sulaiman, Rasuna mendirikan “Pemuda Nippon Raya” untuk menyatukan pemuda Sumatra Barat. Organisasi ini bekerja sama dengan Jepang namun pada hakikatnya untuk membentuk kader demi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tujuan murni tersebut Jepang ketahui sehingga organisasi “Pemuda Nippon Raya” dibubarkan.
Tidak berhenti di situ, wawasannya yang luas menjadikan Rasuna belajar dari pejuang Jawa yang membuat Heiho dan PETA. Rasuna bersama pemuda Sumatra memberi usulan kepada pemerintah Jepang untuk membentuk Gyu Gun. Usulan ini Jepang terima dan Chotib Sulaeman mereka tunjuk sebagai pimpinan. Sedangkan Rasuna sebagai pemimpin bagian putri yang mereka beri nama “Butuh Ibu Pusat Laskar Rakyat”.
Rasuna Said bertanggung jawab di bagian propaganda organisasi sekaligus meluaskan sayap Gyu Gun ke seluruh pelosok wilayah Sumatra Barat. Dalam misi propagandanya Rasuna membentuk kader militan perjuangan bangsa.
Tidak sia-sia, kader yang Rasuna bentuk, dapat menjadi tokoh utama dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang berganti nama Tentara Kemananan Rakyat (TNR), berubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), dan sekarang terkenal sebagai Tentara Nasional Indoensia (TNI).
Kemampuan orasi Rasuna sudah tidak bisa kita remehkan lagi. Ia menyandang gelar ‘Singa Podium’. Berdirinya di atas mimbar podium langsung mengambil alih semua perhatian rakyat. Tidak ada satupun dari mereka yang tidak mendengarkan orasinya.
Keberaniannya dalam memimpin rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda maupun Jepang membuatnya pantas kita juluki sebagai ‘Singa Betina’ dari Sumatra Barat. Semoga hingga saat ini masih banyak perempuan yang bermunculan dalam upaya mengentaskan kesengsaraan rakyat sekaligus menyuarakan keadilan. []