Mubadalah.id – Tokoh gerakan perempuan dalam Islam yang sangat populer adalah Qasim Amin. Ia merupakan sosok pembaharu dari Mesir.
Qasim Amin menulis dua karyanya yang menggemparkan masyarakat Mesir, yaitu Tahrirul Mar’ah (Pembebasan Perempuan), dan Mar’atun Jadidah (Perempuan Pembaru).
Dari kedua karya ini, Tahrirul Mar’ah merupakan karya Qasim Amin yang paling kontroversial.
Pokok-pokok pikiran Qasim Amin yang menjadi perdebatan pada waktu itu adalah tentang jilbab bagi perempuan.
Dan pikiran Qasim Amin terkait kebutuhan untuk membatasi hak suami dalam memutuskan ikatan perkawinan dengan thalaq. Karena hak thalaq pada dasarnya tidak mutlak pada laki-laki, dan kritik terhadap pernikahan poligami.
Malak Hafni Nasif
Gerakan perempuan pasca Qasim Amin dilanjutkan oleh Malak Hafni Nasif (perempuan).
Malak Hafni Nasif merupakan orang pertama yang melihat persoalan perempuan dari kacamata perempuan. Pendapat-pendapatnya selalu berpedoman pada syari’at Islam.
Dalam syairnya yang terkenal mengatakan:
Wal ‘Ilmu wad dinu lil jinsaini mathlabu, falaisa yukhtashshu jinsa minhuma bihima.
Artinya : ilmu dan agama adalah tempat mencari bagi dua jenis manusia. Maka tidak dikhususkan dari keduanya dan pada keduanya, hanya untuk satu jenis manusia saja.
Dari hal di atas dapat dikatakan bahwa sejarah munculnya tahrirul mar’ah merupakan dampak dari hubungan negara-negara Timur Tengah (Islam) dengan negara-negara Barat. Baik hubungan tersebut terjadi karena kolonialisme maupun karena yang lainnya.
Walupun demikian bukan berarti tidak ada kesadaran internal dari tokoh-tokoh pencetus tahrirul mar’ah sendiri.
Sebagaimana yang Qasim Amin lakukan dalam menulis bukunya, ia merasa prihatin terhadap kondisi internal perempuan muslim di Mesir yang tidak memiliki pendidikan tinggi.*
*Sumber: tulisan karya M. Nuruzzaman dalam buku Kiai Husein Membela Perempuan.