Mubadalah.id – Akhlak Nabi Saw dengan umat yang berbeda agama, pada fase Makkah, selalu berbuat baik dan sama sekali tidak menunjukkan sikap permusuhan.
Bahkan, Nabi Muhammad Saw melarang para sahabat untuk bersikap buruk. Apalagi melakukan permusuhan dengan orang-orang yang tidak beriman, sekalipun mereka menerima hinaan dan siksaan dari orang-orang Quraisy.
Beberapa di antara mereka harus meregang nyawa, seperti Sumayyah Ra dan suaminya, Yasir Ra.
Kisah Mus’ab bin Umar Ra yang beriman dan membuat ibunya marah besar. Allah Swt memintanya untuk tetap berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya, terutama ibunya (QS. Luqman (31: 15).
Karena akhlak inilah, Nabi Muhammad Saw., selalu memperoleh dukungan pada masa-masa sulit. Seperti dukungan dan perlindungan dari Muth’im bin ‘Adi ketika semua tetua Quraisy sepakat untuk memboikot dan mengusir nabi dari Makkah.
Saat Nabi Saw Dapat Dukungan
Nabi Saw juga memperoleh dukungan yang sangat besar dari sang paman, Abu Thalib, yang dalam riwayat sejarah Sunni masih tetap tidak beriman sampai akhir hayatnya.
Nabi Muhammad Saw menyesali karena tidak memiliki hubungan yang baik dengan paman lain, bernama Abu Lahab, bukan karena ia tidak beriman. Tetapi karena permusuhannya yang sangat keras, menghina, memfitnah, bahkan melakukan berbagai tindak kekerasan.
Sementara, dengan paman beliau yang lain, Abbas bin Abdul Muthalib Ra sekalipun belum beriman. Nabi Saw tetap memiliki relasi dan akhlak yang baik.
Abbas bin Abdul Muthalib Ra baru masuk Islam pada akhir kehidupan nabi, ketika Islam sudah besar dan berkuasa di Madinah dan Makkah.
Namun, selama ia belum beriman, nabi sama sekali tidak menunjukkan sikap permusuhan. Bahkan, ada riwayat nabi meminta para sahabat untuk tidak membunuhnya pada saat Perang Badar.
Sekalipun ia berada di pihak musuh (Quraisy) karena sikap baiknya terhadap nabi dan umat Islam, yaitu memberi dukungan informasi dan logistik secara diam-diam.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir, dalam buku Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama.