Mubadalab.id – Jika merujuk perspektif mubadalah tentang kehidupan rumah tangga antara relasi seluruh anggota rumah tangga, maka perspektif mubadalah sebaiknya harus diperjuangkan secara bersama agar dirasakan secara bersama pula.
Jika perempuan sebagai istri, ibu, maupun anak, segala tindak-tanduknya dituntut bisa menjaga kehormatan keluarga dan membawa kebaikan untuk mereka. Maka hal yang sama juga kepada laki-laki, baik sebagai suami, ayah, maupun anak.
Ketika perempuan yang bekerja kita minta untuk tidak melupakan perannya sebagai istri dan ibu. Maka hal yang sama juga laki-laki yang bekerja harus selalu mengingat perannya sebagai suami dan ayah. (Baca juga: Abu Syuqqah: Para Sahabat Perempuan Pada Masa Nabi Saw Aktif di Ruang Publik)
Karena surga berumah tangga, dalam perspektif mubadalah, hanya bisa mereka wujudkan apabila semua anggota keluarga, laki-laki dan perempuan, bersama-sama. Kemudian saling bahu membahu, berusaha mewujudkannya untuk dirasakan bersama.
Dalam prinsip-prinsip Islam, rumah dan keluarga menjadi tanggung jawab bersama agar mewujud menjadi surga yang membahagiakan seluruh anggotanya.
Dari keluarga yang bahagia dan sejahtera ini, akan terlahir generasi yang baik (dzurriyah thayyibah) dan menjadi umat yang terbaik (khairu ummah). (Baca juga: Saat Masa ‘Iddah dan Ihdad Larangan Perempuan Keluar Rumah Tidak Tepat)
Semua ini akan memuluskan cita-cita mewujudkan negara yang baik, kuat, sehat, adil, dan sejahtera (baldah thayyibah).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.