Mubadalah.id – Salah satu hal yang kadang luput diperhatikan ketika perceraian terjadi adalah dampak pola pengasuhan anak. Karena orang tua tidak lagi tinggal bersama, porsi pengasuhan pun berubah. Sehingga tidak sedikit anak yang merasa kehilangan kasih sayang dari salah satu orang tuanya. Hal ini pula yang Annisa rasakan (bukan nama sebenarnya).
Beberapa hari yang lalu Annisa bercerita pada saya, bagaimana perasaan dia ketika orang tuanya berpisah. Rasanya tentu sedih, namun yang lebih menyakitkan lagi adalah dia dan adik-adiknya sama sekali tidak pernah bisa bertemu apalagi menghabiskan waktu bersama dengan ayahnya pasca perceraian itu terjadi.
Selain itu Annisa juga merasa kasihan pada ibunya yang harus mengasuh, mendidik dan membiayai ketiga anaknya seorang diri.
Mendengar cerita Annisa, saya pun ikut bersedih dan dan berpikir bahwa pengasuhan bersama atau istilah saat ini kita sebut sebagai pola asuh co-parenting itu ternyata sangat penting orang tua lakukan, termasuk pasca perceraian.
Sebab seperti yang kita tahu bahwa perceraian juga bisa berdampak pada psikologi dan pertumbuhan anak. Dengan begitu peran ayah dan ibu sangat penting untuk menemaninya tumbuh dengan rasa aman dan bahagia. Salah satunya yakni dengan melakukan pola asuh co-parenting.
Mengenal Pola Asuh Co-parenting
Melansir dari laman website Merdeka.com menyebutkan bahwa pola asuh co-parenting merupakan pola pengasuhan bersama yang dilakukan oleh orang tua yang telah bercerai. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengasuhan terbaik bagi anak dan menjaga kedekatan hubungan antara anak dengan kedua orang tuanya.
Bukan hanya itu, co-parenting juga dapat mendukung kesejahteraan mental dan emosional anak meskipun berada dalam keluarga yang tak lagi utuh. Dengan co-parenting, kedua orang tua bisa sama-sama memberikan dukungan fisik dan moral bagi anak untuk mengatasi berbagai dampak yang ditimbulkan dari perceraian.
Di samping itu, Dalam buku Life as Divercee karya Virly K.A menyebutkkan bahwa istilah co-parenting berawal dari The Association for Saparated Parents di Italia. Komunitas orang tua bercerai tersebut berpendapat bahwa pengasuhan anak tetaplah menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya.
Karena setiap anak berhak mendapatkan kasih sayang dan pengasuhan dari kedua orang tuanya. Meskipun keduanya telah memutuskan untuk tidak hidup bersama lagi.
Co-parenting adalah Konsep yang Anak Sentris
Hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya itu lah yang menjadi dasar mengapa pola asuh co-parenting penting kita lakukan. Baik dalam keluarga yang utuh maupun yang bercerai. Sebab sebagaimana yang Virly K.A sampaikan bahwa co-parenting adalah konsep yang sangat anak sentris. Sebab kepentingan anak merupakan hal utama.
Dengan begitu mekanisme dalam pola asuh co-parenting ialah melibatkan ayah dan ibu sebagai mitra dalam mengasuh anak. Dalam praktiknya anak bisa bergantian tinggal bersama ayah atau ibunya. Sesuai dengan kesepakatan bersama. Atau jika tidak memungkinkan tinggal bersama, siapapun yang tidak punya hak asuh bisa tetap memberikan perhatian yang penuh pada anaknya. Baik secara finasial ataupun yang lainnya.
Lima Manfaat Co-parenting bagi Pertumbuhan Anak
Dalam buku Life as Divorcee menyebutkan bahwa setidaknya ada lima manfaat co-parenting bagi anak dalam keluarga yang bercerai. Pertama, Anak lebih percaya diri. Para ahli menyebutkan bahwa perceraian itu juga berdampak pada anak, terutama jika ada konflik yang menyertai perpisahan tersebut.
Dengan begitu co-parenting akan membuat anak merasa tetap dicintai oleh kedua orang tuanya, sekalipun mereka berpisah. Perasaan dibesarkan dengan penuh cinta ini akan membuat anak memiliki self esteem yang tinggi.
Kedua, anak belajar resolusi konflik. Melalui co-parenting anak akan melihat langsung bahwa meskipun tidak bisa lagi hidup bersama, orang tuanya tetap bisa saling menghargai dan bekerja sama. Dengan begitu anak akan belajar bahwa tidak mencintai orang lain bukan berarti harus membenci orang tersebut.
Ketiga, anak lebih mudah beradaptasi. Dari pola asuh co-parenting, anak akan memandang perceraian orang tua bukanlah hal tragis atau akhir dunia. Anak akan merasakan langsung bahwa tidak banyak yang berubah pada kehidupannya, meskipun orang tuanya berpisah.
Melatih Anak Menerima Variasi Kultur
Selain itu mendapatkan dua pengasuhan dari dua individu yang berbeda juga melatih anak untuk menerima variasi kultur. Hal tersebut akan menjadi pengalaman anak semakin kaya, sehingga kelak ia akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.
Keempat, anak merasa lebih aman. Dengan pola asuh co-parenting akan memberikan rasa aman pada anak, sebab ia memiliki dua sosok yang siap menjadi back-up. Artinya memiliki dua orang dewasa yang bisa menggandeng kedua tangannya. Dengan begitu, anak tidak akan takut untuk melangkah_literally maupun figuratively. Ini sangat penting bagi masa depan anak.
Kelima, anak tidak merasa berasal dari keluarga broken home. Dengan pola asuh co-parenting harapannya anak bisa tetap merasa utuh dan percaya diri, sehingga dia tidak merasa menjadi korban perceraian orang tuanya.
Melihat lima manfaat ini, bisa kita simpulkan bahwa pola asuh co-parenting yang melibatkan kedua orang tua merupakan salah satu solusi yang perlu untuk kita coba. Sebab pola asuh ini bisa jadi alternatif untuk memastikan anak akan tetap mendapatkan kasih sayang yang utuh dan bahagia. []