Mubadalah.id – Jika merujuk pada kitab-kitab Hadits, misalnya Shahih Bukhari sebagai kitab yang diakui paling valid, justru mengandung berbagai kisah tentang para sahabat laki-laki dan perempuan dalam pergaulan mereka dengan Nabi Muhammad Saw.
Kitab-kitab Hadis yang lain juga serupa, mengandung banyak kisah tentang para sahabat laki-laki dan perempuan.
Kisah-kisah para sahabat ini, dalam terminologi ilmu Hadis, mungkin bisa dikategorikan sebagai hadis taqriri. Yaitu hal-hal yang diucapkan atau dilakukan para Sahabat pada masa Nabi Saw, dan tidak ada pelarangan Baginda terhadap apa yang mereka lakukan.
Jika fokusnya hanya pada Nabi Muhammad SAW, maka konsepsi Hadis mungkin bisa hanya tentang laki-laki. Tetapi dengan melihat definisi dari hadis taqriri ini, sesungguhnya konsepsi Hadis, dalam Islam, adalah juga tentang kehidupan para Sahabat perempuan.
Ini adalah pendekatan praktis dalam mengkonsepsi makna Hadis, dengan merujuk pada kitab-kitab Hadits langsung, terutama Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Perempuan sebagai Subjek
Dengan pendekatan ini, perempuan terlibat sebagai subjek dalam konsepsi Hadis sebagai sumber pengetahuan dan ajaran. Pendekatan ini sesungguhnya telah Imam Bukhari dan Imam Muslim lakukan dalam Shahih mereka, tetapi tidak terlalu kentara.
Beberapa ulama berikutnya, terutama pada masa kontemporer, melakukannya lebih eksplisit. Seperti Syekh al-Qannuji (w. 1307 H/1890 M) dalam karyanya, Husn al-Uswah bima Tsabata min Allahi wa Rasalihi fi an-Niswah.
Fathimah Umar Nasef dalam Huquq al-Mar’ah wa Wajibatuha fi Dhaw’i al-Kitab wa as-Sunnah (1989). Dan lebih jelas lagi dalam karya magnum opus Abu Syuqqah (w. 1995), Tahrir al-Mar’ah fi ‘Asr ar-Risalah: Di rasah ‘an al-Mar’ah Jami’ah li Nushush al-Qur’an wa Shahihay al-Bukhari wa Muslim (1990).
Abu Syuqqah menetapkan semua pengalaman Sahabat perempuan pada masa Nabi SAW, dengan tegas dan jelas, sebagai hadis-hadis praktikal (al-ahadits al-‘amaliyah al-tathbiqiyyah) dalam semua isu kehidupan, terutama terkait relasi antara laki-laki dan perempuan.
Ini pernyataan yang cukup radikal yang bisa memberikan otoritas pada praktik-praktik yang para sahabat perempuan lakukan pada masa Nabi SAW.
Pernyataan dan perbuatan para Sahabat perempuan, seperti Khadijah ra, Aisyah ra, Umm Haram ra, Nusaibah bint Ka’b ra, Umm Salamah ra, Asma bint Abi Bakr ra, dan yang lain sebagai contoh dari petunjuk praktis kenabian.
Melalui pernyataan dan pengalaman mereka, Abu Syuqqah menyusun kembali tema-tema Hadis menjadi lebih tegas dan jelas dalam mendeskripsikan ragam kehidupan dan aktivitas perempuan pada masa kenabian. []