Mubadalah.id – Dr. Faqihuddin Abdul Kodir menjadi salah satu tokoh KUPI yang mengikuti arah gerakan Syekh Abu Syuqqah. Pria yang kerap disapa Kiai Faqih mengumpulkan 60 teks Hadis sahih terkait hak-hak perempan dalam Islam dalam kitab kecil yang diberi nama Kitab as-Sittin al-Adliyah fi Huquq al-Mar’ah al-Muslimah (2010).
Kitab ini kemudian diterjemahkan dan diberi penjelasan dalam bahasa Indonesia, yang sudah terbit empat kali. Terakhir oleh Diva Press Yogyakarta dengan judul 60 Hadis Sahih Khusus tentang Hak-hak Perempuan dalam Islam Dilengkapi dengan Penafsirannya (2019).
Selain aspek validasi jalur periwayatan dan penyusunan ulang tema-tema Hadis, yang tersisa adalah pemaknaan ulang atas teks-teks tersebut.
Di sini, sebagaimana pada perhelatan KUPI pertama di Kebon Jambu, metode mubadalah menjadi relevan untuk melakukan kerja-kerja pemaknaan ayat-ayat al-Qur’an dan teks-teks Hadis.
Metode mubadalah secara umum adalah teknik menggali makna dari suatu teks yang paling mungkin bisa kita temukan. Sehingga bisa menyapa laki-laki dan perempuan sebagai subjek setara.
Keduanya sama-sama melakukan dan menerima kebaikan yang dimaksud makna teks tersebut, serta meninggalkan dan harus terhidar dari keburukan yang tidak diinginkannya. Makna yang dikeluarkan dari teks adalah makna yang integral dengan visi rahmatan lil ‘alamin dan akhlak karimah.
Metode ini berdasarkan pada tiga premis: pertama, bahwa Islam hadir untuk manusia, laki-laki dan perempuan. Kedua, bahwa relasi keduanya dalam Islam adalah kesalingan dan kerja sama. Ketiga, interpretasi teks masih terbuka untuk tujuan kedua premis tersebut.
Nusyuz
Misalnya, ayat tentang nusyuz, baik dalam Surat an-Nisa’ ayat 4 maupun ayat 128. Substansinya bisa terjadi dari pihak suami maupun istri, salah satunya, atau bisa juga kedua-duanya melakukan nusyuz.
Sehingga nusyuz tidak bisa hanya kita artikan sebagai pembangkangan istri semata. Melainkan setiap tindakan yang akan menghancurkan hubungan atau ikatan pernikahan, dari suami maupun dari istri.
Penanggulangannya, tentu saja tindakan-tindakan yang akan mengembalikan dan memperkuat hubungan, yang suami dan istri lakukan. Tidak bisa hanya suami saja yang mampu mengendalikan dan mengembalikan keadaaan. Bisa jadi, justru istri yang mampu memperkuat kembali hubungan.
Begitu pun, teks Hadits yang meminta laki-laki berbuat baik pada istrinya, juga sesungguhnya meminta perempuan untuk berbuat baik pada suaminya (Musnad Ahmad, Hadits nomor 10247).
Karena makna inti dari Hadits adalah berbuat baik, dan ia menyapa laki-laki maupun perempuan. Begitu pun Hadis yang melarang perempuan mudah minta cerai tanpa alasan kepada suami. Juga melarang laki-laki mudah menceraikan istrinya tanpa alasan (Sunan Ibn Majah, Hadits nomor 2133).
Karena makna inti dari teks adalah larangan memutus ikatan pernikahan tanpa alasan. Metode mubadalah terinspirasi dari khazanah peradaban Islam. Terutama disiplin ushul fiqh dan tafsir, yang mengenalkan bagaimana sumber-sumber utama ini kita tafsirkan dalam kerangka visi rahmatan lil ‘alamin dan akhlak mulia. []