Mewabahnya virus Corona (Covid-19) menjadi tantangan tersendiri bagi hampir seluruh manusia di berbagai Negara. Virus yang berawal dari Kota Wuhan China ini, 3tidak hanya merenggut ribuan nyawa saja, tetapi juga telah mengubah tata cara kehidupan manusia di seluruh dunia. Baik itu merubah interaksi sesama manusia melalui social distancing, maupun membuat kesadaran bertuhan dengan pelaksanaan ibadah yang tak seperti biasanya.
Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan umat Islam untuk melaksanakan shalat di rumah saja selama pandemi virus Corona, juga menyarankan hal serupa terkait Sholat Jumat yang wajib bagi laki-laki sehat dan dewasa. Selama wabah virus Corona, Umat Islam boleh mengganti Sholat Jum’at dengan Sholat Dzuhur di rumah masing-masing.
MUI juga memberikan panduan sholat bagi para tenaga medis yang tengah melaksanakan tugasnya menangani pasien Corona. Hal tersebut tertulis dalam fatwa nomor 17 Tahun 2020 tentang tuntunan shalat bagi para petugas medis yang menggunakan alat pelingdung diri (APD) saat menangani pasien.
Pertama, Tenaga Medis Muslim Tetap Wajib Melaksanakan Sholat Fardlu
Shalat merupakan ibadah wajib yang tidak bisa ditinggalkan oleh muslim dan muslimah yang baligh dan berakal. Hal ini jelas termaktub dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 103, Al-Isra ayat 78, Hud ayat 114, Thaha ayat 14 tentang kewajiban mendirikan sholat. Begitupun dengan tenaga medis, ia tetap wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berbagai kondisi dan sesuai kemampuannya.
Dalam kondisi ketika jam kerjanya sudah selesai atau sebelum mulai kerja, ia masih mendapati waktu sholat, maka wajib baginya melaksanakan shalat fardlu sebagaimana mestinya. Jika bertugas mulai sebelum waktu dzuhur atau maghrib dan berakhir di waktu shalat ashar atau isya, maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama ta’khir.
Adapun jika ia bertugas mulai saat waktu zhuhur atau maghrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan shalat ashar dan isya, maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’ taqdim. Jika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua shalat yang bisa dijamak (zuhur dan ashar serta maghrib dan isya’), maka boleh melaksanakan sholat dengan jama’.
Pelaksanaan shalat jama’ ini merupakan keringanan yang diberikan kepada orang-orang yang memiliki udzur dan mengalami kesulitan dalam menjalankannya. Sebagaimana prinsip syariah yang menghendaki adanya kemudahan dan tidak membebani umatnya, surat Al-Baqarah ayat 185, Al Hajj ayat 78, dan al-Taghabun ayat 16.
Kedua, Cara Bersuci Tenaga Medis yang Bekerja
Bersuci dan wudhu merupakan syarat sahnya sholat, maka alangkah baiknya para tenaga medis muslim sebelum bertugas dan memakai APD saat bekerja, ia berwudhu terlebih dahulu. Namun jika dalam kondisi sulit berwudlu, maka boleh bertayamum dan melaksanakan sholat dengan tetap memakai APD yang ada.
Tenaga medis dalam kondisi hadas (keadaan tidak suci bukan karena haid) dan tidak memungkinkan untuk bersuci (wudhu dan tayamum), maka ia tetap melaksanakan shalat dengan kondisi yang ada (faqid al-thahurain) dan tidak wajib mengulangi sholatnya.
Adapun dalam kondisi APD yang dipakai terkena najis (darah, kotoran, dll), dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan, maka ia boleh melaksanakan shalat dalam kondisi tidak suci dan wajib mengulangi shalat (I’adah al-Shalat) usai bertugas.
Ketiga, Cara Sholat Bagi Tenaga Medis yang Bekerja
Tenaga medis yang tidak bisa bersuci (wudhu atau tayamum) sebelum shalat (faqid al-thahurain), bisa mengikuti ketentuan fatwa MUI, yakni melakukan sholat dalam kondisi yang ada, jika berhadas tidak wajib mengulangi, namun jika bernajis, maka wajib mengulangi.
Adapun jika ia berpegang teguh dengan madzhab Syafi’i yang penuh kehati-hatian, sebagaimana ketentuan faqid al-thahurain madzhab ini yang mewajibkan shalat apa adanya dan memenuhi semua rukunnya untuk menghormati waktu (lihurmatil waqti). Setelah memungkinkan dilaksanakannya shalat secara sempurna, maka ia wajib mengulangi shalatnya secara sempurna meskipun sudah lewat waktunya.
Ketiga hal tersebut bisa menjadi panduan beribadah bagi para tenaga medis muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia selaku lembaga fatwa di Indonesia, namun demikian tenaga medis juga harus tetap memperhatikan keselamatan dan keamananya saat bekerja.
Begitupun dengan penanggung jawab bidang kesehatan, alangkah baiknya membagi shift dengan mempertimbangkan waktu shalat agar dapat menjalankan kewajiban ibadah dengan maksimal dan tetap menjaga keselamatan diri saat bekerja. Wallahu a’lam. []