Mubadalah.id – “Indonesia kini telah mempunyai wajah dan harapan baru bagi layanan kesehatan yang komperehensif terutama dalam hal kesehatan seksual dan reproduksi (kespro) yang telah disahkan oleh pemerintah pada 8 Agustus 2023 lalu yaitu Undang-Undang No. 17 tahun 2023.”
“Saat ini, saya tengah mengikuti kegiatan diskusi yang dilaksanakan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) secara berkelanjutan dengan judul “Menelusuri Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (Kespro) yang Komprehensif dalam Lanskap Kebijakan” di Swiss-Belresidences Kalibata”. Ujar Tiara, wartawan lapangan yang tengah melaporkan kegiatannya hari ini.
Rania mendengarkan dengan seksama setiap kata demi kata yang Tiara sampaikan melalui televisi di rumah sakit. Matanya mengitari sekeliling mencari remot televisi agar bisa menaikkan volumenya.
Masih teringat jelas dalam ingatannya tentang hari-hari yang ia lalui dan mengantarkannya tergeletak tak berdaya di rumah sakit ini.
Lima Tahun Lalu Di Sudut Utara Jakarta
Rania melihat Aya adik kelasnya di sekolah selalu berganti-ganti gadget. Mulai dari gawai Android terbaru hingga iPhone boba. Padahal Rania dan civitas sekolah tahu baik Aya maupun dirinya bukan dari kalangan yang dengan mudah bergonta-ganti gawai. Mereka justru merupakan masyarakat yang masuk dalam daftar penerima subsidi pemerintah.
Namun hal ini membuat Rania tergelitik untuk bertanya langsung pada Aya ketika mereka tak sengaja satu meja saat istirahat di kantin.
“Wih, hape baru lagi nih.” ucap Rania.
“Iya dong, mau lu?” jawab Aya.
“Memangnya bisa?” tanya Rania penasaran.
“Bisa dong. Kerja makanya.”
“Kerja apa bocil kaya kita gini bisa sampe gonta-ganti hape begitu?”
“Ya kalau lu mau dateng ke Gang Bambu yang deket rumah gua besok lusa abis Maghrib.” jawaban Aya mengakhiri percakapan mereka di kantin siang hari itu. Namun hal tersebut membuat Rania semakin penasaran. Lusa berarti Sabtu malam.
Sabtu Malam yang Kelam
“Mak, Rania pergi dulu ya!” teriak Rania seusai sholat Maghrib. Ia terburu-buru setelah merapikan mukenanya. Pakaian yang ia kenakan pun seadanya. Kaos hitam dan celana jeans berwarna biru buluk. Tak lupa ia kenakan tas selempang harga 20 ribuan berwarna hitam yang ia beli di lapak barang bekas Bang Toto.
***
“Dateng lu.” sapa Aya ketika ia melihat Rania sampai di Gang Bambu tempat mereka janjian.
“Emang beneran bisa dapet hape kaya punya elu?” tanya Rania.
“Bisa lah, jangan kan hape, ada duitnya juga kalo kerjaannya bagus.” Aya meyakinkan. “Tunggu bentar ya, lu di sini aja, Kak. Gua nelfon orang dulu”.
Tak lama setelah Aya menelfon seseorang, ada sosok pria yang turun dari mobil dan memasuki Gang Bambu. Laki-laki tersebut menuju ke arah Aya dan berkata, “Udah ditunggu sama Bos tuh, Neng.”
Aya pun melirik ke Rania. “Kak, ini kerjaan pertama elu ya, tapi gajinya belum bisa hape boba kaya punya gua. Dibayar langsung hari malam ini gope (lima ratus ribu rupiah).”
“Serius lu ya?” tanya Rania matanya membulat takjub. Garis kemiskinan membuat hidupnya melarat sejak lahir, sehingga mendengar kata ratusan ribu langsung membuat adrenalinnya meningkat.
“Iya.” jawab Aya singkat.
“Terus gua kerjaannya ngapain?” tanya Rania
“Yang hari ini mah ngelayanin aja di kafe kaya jadi laden tamu gitu.” jawab Aya “Udah tu lu langsung ikut aja sama Bang Bara ya, good luck!” pangkas Aya.
Rania seperti dicocok hidungnya. Ia pun mengikuti Bang Bara ke arah mobil hitam. Setelah mereka semua masuk, mobil pun melesat menembus jantung ibukota ke tempat yang sama sekali belum pernah Rania jamah.
Harapan pada UU No. 17 tahun 2023
Ya, awalnya Rania memang hanya menjadi pramusaji di sebuah kafe yang mungkin lebih cocok disebut tempat karaoke. Tetapi setelah Sabtu malam itu, lambat laun hidupnya berubah. Aya adik kelasnya justru menjerumuskannya ke dalam lubang hitam, menjadi mucikarinya.
Kehidupannya memang tak lagi semiskin dulu. Namun Rania sudah bukan anak Emak yang polos. Bahkan Rania tak sanggup berkata jujur ketika ditanya Emak tentang pekerjaannya. Yang ia ingin lihat adalah binar bahagia di mata Emak ketika Rania membantu membelikan sembako dan keperluan sehari-hari hingga baju baru untuk seluruh keluarga.
Berkali-kali Rania meminum minuman penggugur kandungan agar tidak ketahuan Emak. Namun akhirnya satu tahun terakhir sudah tidak bisa tertolong. Rania tiba-tiba merasa sangat kesakitan di bagian rahim hingga Emak menangis dan meminta tolong kepada tetangga untuk mengantar ke Puskesmas terdekat.
Beruntung Emak bertemu dengan Bu Ika yang juga kader kesehatan di lingkungannya. Namun kenyataan yang mereka hadapi membuat mereka terhenyak bak tersambar petir di siang bolong.
Rania mengalami kerusakan pada rahimnya. Bukan hanya kram perut, karena ternyata sakit yang ia alami adalah akibat berkali-kali mengonsumsi obat penggugur janin tanpa anjuran dan resep tenaga medis maupun tenaga kesehatan yang komperehensif.
Sejak saat itu, kini Rania terbaring di rumah sakit dan menjalani pengobatan dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Berkat Ibu Ika yang selain kader kesehatan juga aktif sebagai Pendamping Lapangan Kasus Kekerasan Seksual.
Sayup-sayup Rania mendengar bahkan dokter pun berkata saat ini yang terpenting adalah saling menguatkan dan menyemangati. Mengingat kondisinya bukan lagi rahim yang mengalami kerusakan, tetapi organ intimnya pun mulai mengalami penyakit menular seksual.
Rania hanya bisa berharap semoga Undang-Undang No. 17 tahun 2023 tentang kesehatan seksual dan reproduksi yang baru saja ia dengar bisa menjadi secercah harapan dan pencegah hadirnya Rania yang lain. []