Mubadalah.id – Dalam cara pandang yang tidak berperspektif mubadalah, perempuan selalu dianggap salah dan mengundang keburukan bagi laki-laki.
Jika perempuan berparas cantik, berpakaian bagus, baik hati, murah senyum, banyak membantu dan melayani orang, ketika ia keluar rumah dianggap sebagai fitnah, memesona, dan menggoda. Dan itu semua dosa.
Namun, jika ada perempuan yang tidak memiliki wajah cantik, buruk rupa, ia akan dianggap sumber kesialan yang harus dikutuk dan dijauhkan.
Bahkan bagi sebagian tokoh agama mengganggap bahwa perempuan yang berparfum atau memakai wewangian adalah salah, karena berpotensi menggoda.
Sementara ketika tidak berparfum, sehingga bau badannya mungkin menguar, tidak sopan, dan tidak berbudaya.
Makna Mubadalah tentang Hadis Larang Perempuan Berparfum
Untuk itu, Hadis tentang perempuan berparfum ini harus kita maknai secara holistik sebagai peringatan mengenai pergaulan sosial yang sehat dan tidak menjerumuskan pada perbuatan haram.
Ketika sesuatu yang baik dan sehat, tetapi melakukannya dengan tujuan haram, ia akan menjadi haram. Demikian ini, dalam ushul fikih kita sebut sebagai sadd al-dzara’i atau menutup jalan keburukan.
Logika berpikir ini berlaku umum, baik untuk laki-laki dan perempuan. Tidaklah tepat jika hanya menyasar pada perempuan belaka.
Syekh al-Ghazali, Syekh Yusuf al-Qardhawi, dan Abu Syuqqah termasuk para ulama kontemporer yang menyesalkan masifnya penggunaan logika sadd al-dzara’i ini untuk menghambat aktivitas perempuan.
Perempuan memakai parfum atau wewangian pada dasarnya adalah baik dan sejalan dengan perintah Islam.
Namun, ketika menggunakannya untuk tujuan menggoda orang lain agar mau melakukan perbuatan haram. Ia akan berdosa dan menggunakan parfum menjadi haram.
Hadis larangan memakai parfum, dalam perspektif Mubadalah, juga berlaku bagi laki-laki.
Artinya, Hadis ini menyasar siapa pun, laki-laki maupun perempuan, yang melakukan tindakan menebar pesona. Seperti memakai parfum atau yang lain, untuk menjerat orang dan menjerumuskannya pada dosa zina. []