Mubadalah.id – Dalam memberikan perlindungan kepada perempuan atau siapa pun yang rentan, tentu saja penting. Namun, bisa dilakukan dengan banyak cara. Tidak harus dalam wujud kerabat dekat laki-laki yang menemani.
Karena bisa jadi, yang mampu memberikan perlindungan justru adalah perempuan. Dan yang memerlukan perlindungan dan rentan adalah laki-laki.
Kita menyaksikan banyak sekali anak laki-laki yang berangkat ke luar kota untuk belajar di pesantren justru ditemani oleh ibunya, kakak perempuanya, atau kerabat dekatnya yang perempuan.
Bisa juga orang lain, bukan kerabat, tetapi memiliki kedekatan dan bisa kita percaya untuk memberikan perlindungan yang ia butuhkan.
Konsep Mahram dalam Konteks Kontemporer
Dalam masyarakat modern dan beradab, yang stabilitas sosial tidak lagi bergantung kepada orang dan komunalisme, melainkan kepada sistem dan struktur yang rasional.
Termasuk kepastian hukum, fungsi pengamanan dan perlindungan sosial seharusnya menjadi bagian dari kerja sistem dan struktur tersebut.
Seharusnya negara melalui sistem politik dan hukum menjamin pengamanan dan perlindungan bagi setiap warganya, baik laki-laki maupun perempuan.
Demikian juga semua komunitas dan institusi dalam negara. Negara hadir untuk menjamin pengamanan dan perlindungan warganya. Ini tugas negara yang paling prinsipil, bukan lagi tugas individu, seperti mahram.
Tuntutan untuk memberlakukan konsep mahram, pelarangan perempuan untuk keluar malam, atau keluar bepergian kecuali bersama mahramnya, menunjukkan ketidakmampuan negara (sistem politik dan hukum) untuk menjamin pengamanan dan perlindungan setiap warganya.
Seharusnya yang kita tuntut untuk mewujudkan pengamanan adalah negara, yang pada masa dahulu mereka lakukan oleh keluarga dan kabilah, bukan dengan melarang perempuan.
Dengan demikian, teks Hadis di atas harus kita pahami sebagai semangat untuk memberikan perlindungan kepada kelompok rentan dari warga negara. Siapa pun dia, laki-laki maupun perempuan. []