Mubadalah.id – PSSI sebagai induk persatuan sepak bola Indonesia menyambut agenda AFC U-23. Yakni dengan menghadirkan ‘kembali’ warga-warga asing berdarah Indonesia sebagai pemain Nasional. Adapun syaratnya yaitu memenuhi perundang-undangan pengalihan kewarganegaraan (Baca: pemain naturalisasi). Setidaknya terdapat 6 pemain naturalisasi yang mereka datangkan. Antara lain, Nathan Tjoe-A-On, Justin Hubner, Elkan Baggott, Ivar Jenner, dan Rafael Struick.
Fakta Pemain Naturalisasi TIMNAS Indonesia
Jauh sebelum nama-nama tersebut tepatnya pada saat perhelatan piala AFF 2010, beberapa pemain naturalisasi telah menghiasi bangku pemain TIMNAS. Terdapat nama seperti Irfan Bachdim, Maitimo, Van Beukering, Toni Cussell dan Cristian ‘el-Loco’ Gonzales. Pada periode tersebut keberadaan pemain cangkokan mereka anggap menjadi mata air yang menjanjikan untuk mengairi tanah Indonesia yang gersang akan prestasi sepak bola.
Meski demikian, awal kemunculan naturalisasi telah terjadi sejak tahun 1950. Di mana saat itu terdapat seorang kiper Belanda bernama Van Der Vin yang berhasil dinaturalisasi. Kemudian ia membela TIMNAS Indonesia melawan Hungaria pada tahun 1960.
Naturalisasi bagi Bung Towel dan Coach Justin
Tidak dapat kita pungkiri bahwa semakin banyaknya pemain-pemain ‘cabutan’ berbarengan dengan semakin ramainya pro dan kontra. Semisal Tommy Welly atau yang lebih terkenal dengan sebutan Bung Towel, seorang pengamat sepak bola nasional, mengkritik keberadaan pemain naturalisasi yang seharusnya tidak bisa menjadi solusi bagi keringnya prestasi.
Penyebabnya sumber pemain naturalisasi terbatas dan tidak bisa kita terapkan untuk jangka panjang. Selain itu, ia meyakini bahwa sebagian pemain naturalisasi tidak lebih baik dibanding pemain lokal. Justru, mereka hanya menghabiskan jatah kuota pemain lokal di skuad TIMNAS.
Selain itu, program naturalisasi RI pernah menjadi bahan ledekan kubu Vietnam menjelang pertandingan kualifikasi piala dunia 2026 antara Indonesia melawan Vietnam di Hanoi pada 26 Maret 2024. Warga Vietnam bercuit dengan mengatakan “terkadang kami saling meledek karena tidak tahu apakah kami akan bermain melawan tim Indonesia atau Belanda.”
Lain halnya dengan Bung Towel, Justinus Laksana (cochi), seorang pundit tersohor Indonesia, meyakini bahwa pemain naturalisasi harusnya bisa lebih diperbanyak karena terbukti adanya gap kualitas pemain yang jauh antara pemain naturalisasi dengan pemain lokal. Ia mengibaratkan bahwa pemain lokal tidak memiliki nilai tambah sama sekali dalam skema permainan Shin Tae-yong (STY).
Artis Lapangan Hijau
Dalam sudut pandang laki-laki, perdebatan pemain naturalisasi berada dari kelayakan mereka dari segi kemampuan untuk membela skuad Indonesia. Namun berbeda dengan perempuan, mereka sering kali mengeluh-elukan pemain naturalisasi dari paras yang mereka miliki. Contoh baik dari kasus ini terjadi pada Piala AFF 2010. Saat itu, Irfan Bachdim sukses menjadi primadona lapangan hijau bagi kaum Hawa karena ketampanannya.
Hal yang semisal juga terjadi pada era pelatih STY, di mana generasi tersebut memiliki beberapa pemain naturalisasi yang berwajah rupawan semisal Rafael Struick, Ivar Jenner, Justin Hubner dan Nathan Tjoe-A-On. Maka tidak heran, nama-nama tersebut menjadi sorotan para perempuan sekaligus menjadi perbincangan menarik di media sosial, terlepas dari baik-buruknya penampilan mereka di lapangan. Semboyan yang pas untuk hal ini adalah “Lu ganteng, maka lu aman”.
Perilaku yang sama juga berlaku bagi empat serangkai pemain naturalisasi untuk perhelatan AFC U-23 ini. Semisal Rafael Struick yang diburu sekumpulan perempuan setelah ia melakukan latihan di Gelora Bung Karno. Wanita-wanita tersebut berduyun-duyun berswafoto dengan Struick di samping lapangan. Hal tersebut mengesankan adanya fomo dengan ketampanan artis sepak bola, dan bukan dengan kualitas permainan mereka.
Tren Pemain Naturalisasi
Pemahaman ini kemudian menjalar ke setiap lini di media sosial. Di mana perempuan tidak hanya mencari sensasi keseruan menonton sepak bola, namun lebih mengikuti artis idola mereka yang bertanding di lapangan. Bahkan sosok pemain di luar TIMNAS juga menjadi sasaran. Sebagaimana Ali Jasim, pemain sepak bola Iraq U-23, yang diidolakan lagi-lagi sebab parasnya yang tampan.
Ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba, sesuai pengalaman yang ada selama ini bahwa pemain-pemain naturalisasi juga seringkali tertarik dan menikah dengan perempuan Indonesia. Sebagaimana Cristian Gonzales dengan Eva Siregar, Greg Mwokolo dengan Kimmy Jayanti, dan Alberto Goncalves dengan Rosmala Dewi. Bagi penulis hal ini wajar sebab “di mana bumi itu terpijak maka di situ jodoh kita cari”.
Hemat penulis bahwa tren pemain naturalisasi bagi perempuan lebih menawarkan munculnya sosok-sosok artis baru bagi mereka. Dengan kata lain akan muncul pergeseran atau paling tidak perluasan makna “artis idola”. Yakni dari artis sinetron yang mahir beradegan di layar kaca ke artis lapangan hijau yang mahir berdansa dengan bola. Menimbang bahwa keduanya juga sama-sama berdandan sebelum tampil menghibur penonton. []