• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Visi Revolusioner Nabi Mengangkat Derajat Perempuan

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
01/12/2021
in Kolom
0
mengangkat derajat perempuan

mengangkat derajat perempuan

43
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saat Mekah mulai berubah dari kota semi-Badui menjadi kota dengan peradaban yang lebih maju, suku-suku kecil di sekitar mulai berurbanisasi ke Mekah. Mekah menjadi tujuan banyak orang. Mekah semakin ramai dan perdagangan ke daerah Syiria dan Yaman pun semakin menguntungkan. Orang-orang kaya mulai membangun rumah mereka dengan bentuk persegi, hal yang sebelumnya dilarang karena takut akan menyerupai Ka’bah. Pelan-pelan, norma dan nilai masyarakat telah bergeser. Nabi memiliki visi revolusioner mengangkat derajat perempuan saat itu.

Semakin cepat perubahan situasi di Mekah mengatrol perubahan tingkah polah masyarakatnya. Kemakmuran membuat mereka suka mabuk dan berjudi. Pesta-pesta di dekat Ka’bah dengan mengundang seorang penyair sudah menjadi kebiasaan. Tapi yang paling mengkhawatirkan, kota ini kehilangan ‘jiwa’-nya. Mekah ‘lupa’ pada nilai-nilai muru’ah yang berabad-abad lamanya tertanam dalam jiwa masyarakatnya.

Mekah menjadi kota tanpa ruh. Masyarakatnya tidak peduli kepada orang lain.

Di saat sibuk menikmati kehidupan yang enak dan mudah, masyarakat Mekah banyak menghabiskan waktu untuk mengejar kesenangan dengan berbagai cara dan dalam berbagai bentuk. Sementara itu, nilai-nilai moral turun pada titik terendah. Penyimpangan dari agama Ibrahim dan Ismail (hanif) sudah jelas terlihat.

Intinya, kesenangan duniawi adalah segala-galanya bagi orang Mekah waktu itu. Nilai-nilai muru’ah yang masih tetap dipegang teguh waktu itu hanya keberanian, teguh pendirian dan bisa dipercaya. Nilai-nilai yang sayangnya gagal digunakan masyarakatnya untuk keluar dari sistem sosial dan moral yang begitu rendah.

Baca Juga:

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Mengangkat Derajat Perempuan

Dalam masyarakat yang hanya mementingkan materi, setiap hal diukur dengan materi, termasuk dalam memosisikan perempuan. Kaum perempuan Arab diperlakukan tidak selayaknya manusia karena dianggap tak bisa menghasilkan materi. Mereka tidak cakap berperang dan tidak mahir mencari penghasilan. Akhirnya, mereka pun tidak berhak atas warisan. Bahkan mereka diperlakukan seperti benda warisan.

Di Mekah waktu itu, kelahiran bayi perempuan disambut dengan kemurungan. Anak dan gadis perempuan banyak yang dikubur hidup-hidup. Tak heran jika masa-masa itu disebut sebagai zaman Jahiliyah, saat di mana akal sehat dan hati nurani kehilangan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari.

Adalah nabi Muhammad SAW yang mengubah masyarakat Arab waktu itu dengan visi kemanusiaannya yang mulia. Dalam ajaran yang dibawanya, semua manusia sama di hadapan Allah SWT. Sebagai hamba, semua manusia setara, laki-laki juga perempuan. Tak ada yang lebih mulia antara satu dibandingkan yang lainnya. Laki-laki tidak lebih mulia dibandingkan perempuan, begitupun sebaliknya.

Inilah yang oleh KH Husein Muhammad disebut sebagai visi Nabi yang spektakuler dan revolusioner.

Menurut Kiai Husein dalam Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, Muhammad mengubah tatanan masyarakat Arab waktu itu. Nabi menghancurkan pondasi-pondasi kebudayaan yang diskriminatif dan misoginis dan menggantinya dengan bangunan masyarakat yang adil dan manusiawi. Secara bertahap, Islam memerdekakan kaum perempuan dari jerat budaya patriarkhal yang diskriminatif.

Masyarakat Mekah yang sedemikian kejam pada perempuan pun akhirnya pelan-pelan berubah menjadi lebih menghargai mereka. Salah satu saksi perubahan itu adalah Umar bin Khattab. Kiai Husein bercerita dalam bukunya bahwa sahabat Nabi yang sebelum Islam dikenal pernah mengubur anak perempuannya sendiri itu mengatakan:

كنا في الجاهلية لانعد النساء شيئا فلم جاء الإسلام وذكر هن الله رأينا لهن بذالك علينا

“Kami semula sama sekali tidak menganggap (penting) kaum perempuan. Ketika Islam datang dan Tuhan menyebut mereka, kami baru mengadari bahwa ternyata mereka juga memiliki hak-hak mereka atas kami.”

Tentu tidak mudah mengubah budaya lama yang sudah mengakar kuat di tengah masyarakat, tapi Nabi melakukannya dengan brilian dan perubahan itu nyata terjadi. Nabi sendiri bahkwan mengatakan dengan begitu jelas bahwa posisi perempuan setara dengan laki-laki.

النساء شقائق الرجال )أخرجه أبو داود والترمذي)

“Kaum perempuan adalah saudara kandung laki-laki”. (H.R. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

Sayangnya, visi yang luar biasa ini kerap kali gagal diteladani. Kita seringkali hanya mengambil sisi permukaannya belaka, hal-hal yang sifatnya ritual dan seremonial, lalu mengesampingkan substansi ajaran Nabi yang memuliakan semua manusia, perempuan dan laki-laki.

Kaitannya dengan hal ini, sungguh miris membaca berita seorang laki-laki menikahi tiga perempuan dan memamerkanya kepada publik. Peristiwa ‘tiga istri satu panggung resepsi’ ini ramai di media sosial, kemudian diberitakan di koran-koran lokal di Cirebon. Orang ini benar-benar tidak memahami ruh ajaran Nabi untuk memuliakan kaum perempuan.

Saya juga benar-benar tidak mengerti kepada mereka yang berpoligami. Apakah mereka tidak berpikir bahwa yang dilakukannya itu justru melenceng dari semangat ajaran nabi. Parahnya, banyak dari mereka yang berpoligami justru dengan mengatasnamakan agama ataupun sunah nabi.

Saran saya, kalau mau meniru cara hidup Nabi, contohlah beliau yang selalu berbuat baik kepada siapapun, terutama kepada perempuan. Tirulah Nabi yang gemar membantu istri memasak dan menyiapkan makanan, menjahit alas kakinya sendiri, dan mengasuh anak-anak serta cucu-cucunya.

Teladanilah Nabi yang menganjurkan para suami memberikan keleluasaan para perempuan untuk keluar di malam hari demi belajar di masjid. Tirulah Nabi yang sangat setia pada pasangannya. Beliau tidak pernah memiliki istri lain selama menikah dengan Khadijah r.a.. Nabi juga amat marah ketika menantunya Ali, ingin menikah lagi.

Nabi tidak mengizinkan anaknya, Fatimah dipoligami.

Jadi, kalau saja kita mencermati secara bijaksana perilaku dan ajaran-ajaran Nabi lengkap dengan memahami konteks masyarakat Arab waktu itu, maka kita akan sangat yakin bahwa visi dan semangat ajaran beliau yang sebenarnya adalah monogami.[]

Tags: Derajat perempuanNabi menagungkan perempuanperempuanVisi Revolusioner Nabi Mengangkat Derajat Perempuan
Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID