Mubadalah.id – Apa makna hari minggu bagimu? Setiap kita pasti memaknainya dengan cara yang berbeda-beda. Dan, bagi umat Kristiani, minggu menjadi hari ibadah pekanan di gereja.
Spiritualitas ini yang kiranya membuat Zending William Dunnebier punya kesan tersendiri, atas kebijakan Raja Datu Cornelis Manoppo yang mengubah hari operasional pasar dari Minggu menjadi Sabtu. Sebuah sejarah tentang kerukunan umat beragama, Muslim dan Kristiani, di kawasan ini.
Kebijakan pasar Sabtu ini dijelaskan sekilas oleh Dunnebier dalam “Het Zendingswerk in Bolaang-Mongondou.” Catatan zending Protestan yang terbit pada tahun 1916 M. Dalam tulisan itu, Dunnebier menjelaskan bahwa Raja D. C. Manoppo menerbitkan surat edaran pasar, yang berisi instruksi untuk mengubah hari pasar di Bolaang Mongondow dari hari Minggu menjadi Sabtu.
Saya belum menelusuri lebih jauh perihal sebab kebijakan dan pasar yang Dunnebier maksud. Namun, karena ini berhubungan dengan kebijakan raja sudah barang tentu memengaruhi tradisi niaga di Kerajaan Bolaang Mongondow kala itu.
Dan, mari kita tinggalkan dulu pertanyaan terkait pasar mana, saya ingin meng-highlight kebijakan pasar Sabtu dan kesan Dunnebier yang menuliskan ini sebagai bagian dari sikap raja (Muslim) yang menghormati ekspresi beragama mereka (Kristiani). Pembahasan ini akan membawa kita pada sejarah kerukunan umat beragama pada masa itu.
Ibadah Minggu dan Pasar Sabtu
Memangnya, apa hubungan pasar sabtu dengan minoritas Kristiani dan kerukunan umat beragama?
Di awal sudah saya jelaskan, minggu menjadi hari ibadah bagi umat Kristiani. Mereka biasa menyebutnya sebagai “ibadah minggu”, dan juga ada “sekolah minggu” bagi generasi mudanya. Pasar minggu tentu berdampak, baik langsung maupun tidak langsung, pada fokus jemaat gereja.
Oiya, jangan Anda bayangkan kondisi pada permulaan abad 20 M seperti keadaan kota saat ini. Kita akan sangat mudah belanja di market; dari warung, pasar tradisional, mini-market, hingga super-market untuk konteks saat ini, tapi bagi mereka kala itu pusat jual-beli ya ada pasar rakyat yang sekali seminggu.
Pasar pada hari sabtu bukan lagi hari Minggu, sebagaimana edaran raja kala itu, secara tidak langsung menghormati peribadatan jemaat gereja pada hari Minggu. Zending Dunnebier pun mengakui hal ini. Betapa kebijakan raja itu memiliki keberpihakan atas jemaat gereja yang baru mulai aktif pada masa itu.
Dari tulisan Zending A. Van Der Endt, berjudul De Zending in Bolaang Mongondow (1921), dapat diketahui bahwa ada sekitar 4.000an orang Kristen pada masa itu. Jumlah yang tidak begitu banyak, namun demikian raja tetap mempertimbangkan ruang bagi ekspresi beragama mereka.
Raja Muslim, Kehadiran Rakyat Kristen, dan Kerukunan Umat Beragama
Dalam “Het Zendingswerk in Bolaang-Mongondou,” Dunnebier tidak hanya menjelaskan perihal pasar sabtu. Catatan singkat sebanyak tiga halaman itu menceritakan sikap-sikap toleran dari para pemimpin Bolaang Mongondow pada masa itu. Dan, di antara yang Dunnebier jelaskan adalah laku toleransi Raja D. C. Manoppo. Di mana, sebagai raja dari Kerajaan Bolaang Mongondow, ia tidak mengabaikan kehadiran minoritas non-Muslim.
Kita tahu bahwa Raja D. C. Manoppo merupakan seorang Muslim. Islam menjadi bagian dari identitas dirinya. A. C. Lopez dalam disertasinya, Conversion and Colonialism: Islam and Christianity in North Sulawesi, c. 1700-1900, menyebut raja ini sebagai a stauncher Muslim (Muslim yang lebih teguh). Menurut Lopez, sepulang perjalanan dari Jawa, pada 1907 M, Raja D. C. Manoppo menjadi more Muslim than before (lebih Muslim dari sebelumnya).
Raja bahkan beranggapan bahwa, guru-guru Jawa yang Muslim adalah lebih baik daripada guru-guru Minahasa (dan Belanda) yang Kristen di kerajaannya.
Meski Raja D. C. Manoppo dicatat sebagai Muslim yang teguh, itu tidak lantas mengartikan dirinya sebagai raja yang tidak bertoleransi kepada non-Muslim. Dalam catatan Dunnebier, kita dapat menemukan narasi yang menjelaskan sikap bijaknya dalam mengayomi minoritas Kristiani. Selain kebijakan untuk tidak mengadakan pasar di hari minggu, Dunnebier juga menjelaskan sikap raja dalam menanggapi orang-orang yang ingin masuk Kristen.
Raja D. C. Manoppo, sebagai seorang Muslim, punya keinginan agar rakyatnya beragama Islam. Bahkan, kepada Dunnebier, raja mengatakan kalau ia tidak senang melihat jemaat Kristiani bertambah di Bolaang Mongondow, sebab raja lebih ingin orang Bolaang Mongondow memeluk agama seperti yang ia yakini. Meski begitu, ketika orang-orang dari Pangi meminta ijin kepada raja untuk masuk Kristen, ia mengesampingkan ego kebenarannya dan mempersilahkan orang-orang itu untuk memeluk agama yang mereka inginkan.
Kepada Dunnebier, Raja D. C. Manoppo menjelaskan meski ia tidak senang melihat jemaat Kristiani bertambah, namun jika orang-orang yang belum memeluk agama tidak ingin menjadi Muslim, maka biarkan mereka menjadi Kristen. Sebab, menurut Raja D. C. Manoppo, itu lebih baik daripada membiarkan orang-orang tanpa agama. Hal ini menggambarkan ekspresi kerukunan umat beragama yang mampu mengesampingkan ego kebenaran sebagai Muslim, dan menerima kehadiran non-Muslim di sekitar.
Saling Menghormati Antarumat Beragama
Sebagai seorang Muslim, Raja D. C. Manoppo punya keyakinan bahwa Islam adalah agama yang benar. Karena itu, raja lebih ingin melihat Islam berkembang di kerajaannya, dan kepada Dunnebier, ia mengatakan tidak senang melihat perkembangan Kristen.
Namun, dalam kondisi identitasnya sebagai raja (pemimpin), D. C. Manoppo menunjukkan ekspresi beragama yang mampu mengesampingkan ego, untuk kemudian mengayomi kehadiran non-Muslim yang juga adalah rakyatnya.
Sependek sejarah Raja D. C. Manoppo ini menampilkan episode toleransi, di mana Muslim menerima kehadiran non-Muslim. Dan, tentu, sebaliknya begitu pula seharusnya non-Muslim juga menerima kehadiran Muslim.
Ego keimanan memang akan selalu ada; Muslim meyakini Islam sebagai agama yang benar, Kristiani meyakini Kristen lah yang benar, pun pemeluk agama-agama yang lain. Itu wajar, karena memang basis keimanan adalah keyakinan akan kebenaran. Namun, dalam hal kehidupan sosial, sikap kita sepatutnya saling hormat-menghormati antarsesama manusia meski sebagai manusia yang berbeda agama. []