Mubadalah.id – Hari ini, aku sudah menempati umur seperempat abad. Artinya, sudah 25 tahun aku berada di dunia ini. Sejenak aku menyempatkan waktu untuk mencari kata kunci usia 25 tahun. Apa saja yang seharusnya sudah aku capai. Aku menyadari, ternyata tuntutan sosial tentang umur 25 tahun sangat keras.
Tertulis di IDN Times tentang pencapaian usia 25 tahun. Pertama, sudah bisa hidup mandiri dan lebih dewasa. Di usia ¼ abad waktunya kita bisa bersikap lebih dewasa, baik dalam tingkah laku maupun pola pikir. Kita bukanlah anak kecil dan bisa berbuat apapun dan masih menjadi tanggung jawab keluarga. Kita harus terbiasa hidup mandiri dan tidak menjadi beban hidup orang tua lagi.
Di umur ¼ abad, kita dituntut sudah menyelesaikan studi, karena dengan pendidikan dapat mempengaruhi jalan karir. Hal yang dapat menghambat pekerjaan adalah ketika sudah memulai atau memiliki pekerjaan namun masih belum menyelesaikan studi. Seperempat abad ini, kita dituntut untuk memiliki karir yang mapan, memiliki tabungan dan mandiri secara finansial.
Ketika masih kanak-kanak kita masih menjadi tanggung jawab orang tua sedangkan di umur seperempat abad kita harus sudah memiliki penghasilan tersendiri. Selain itu harus pandai dalam mengatur keuangan untuk kita tabung. Satu tuntutan yang menjadi hal krusial di umur 25 tahun, ada keharusan untuk menikah.
Laman IDN Times ini mengatakan bahwa 25 tahun merupakan usia pas dan tidak terlalu tua atau muda untuk memulai hubungan rumah tangga. Namun di balik itu semua, bergantung kepada persiapan dan kematangan diri sendiri.
Persepsi Janggal Tentang Umur Seperempat Abad
Persepsi masyarakat yang salah tentang umur seperempat abad adalah seseorang harus memiliki kestabilan dalam hidup mereka. Baik dalam hal keuangan, pemikiran, karir, pendidikan. Namun realitanya di umur 25 tahun adalah masa transisi yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian.
Lebih-lebih lagi, di umur seperempat abad kita dituntut untuk menikah padahal di usia ini masih banyak individu yang masih mengeksplorasi dan bertumbuh dan masih membutuhkan kesiapan finansial, batin maupun fisik. Namun, adakalanya seperti aku yang masih mencari pasangan dan melalang buana hehehe..
Namun, kita harus menyadari bahwa umur 25 tahun adalah masa transisi yang penuh dengan tantangan. Setiap individu bisa lebih santai atau slow living. Tidak terdistrak dengan pencapaian orang lain yang sudah mendapatkan segalanya. Adakalanya pemikiran itu menjadi acuan untuk lebih baik lagi.
Seperti diriku yang masih menjadi pelajar di Yogyakarta dan mencoba mengisi setiap hari seproduktif mungkin. Terkadang menulis, mengikuti kajian, diskusi, bekerja, masak. Yaa begitulah.. seperti yang sering orang-orang sebutkan dengan julukan freepot kadang free dan terkadang juga repot.
Menurutku, memilih pekerjaan sesuai apa yang kita mau menjadi tolak ukur yang penting. Jangan sampai, ketika bekerja malah nggak enakan atau sering malas karena lingkungan, atau kerjaannya, atau juga gajinya. Sebagai perempuan, kita harus bisa memilih sama siapa kita nanti berumah tangga bukan mengiyakan tiap kali bertemu orang baru.
Berkah Mubadalah
Di umur seperempat abad ini berkali-kali aku dilema tentang jodohku. Namun, berkat mubadalah aku bisa menetapkan pilihan untuk memiliki jodoh yang sevisi misi dan sekufu. Lantaran, ketika melanjutkan s2 berkali-kali aku dipertanyakan tentang gelar magisterku untuk apa, jika akhirnya aku harus menikah dan harus memilih di sumur, kasur, dan dapur.
Faqihuddin Abdul Kodir berkata, bahwa tidak semua perempuan memilih untuk berada di sumur, kasur dan dapur namun adakalanya juga ia ingin berkarier di ruang publik. Semua pilihan itu adalah maslahah dan baik jika sudah dibicarakan bersama suami. Asalkan tanggung jawab di rumah terpenuhi baik dari salah satu anggota keluarga atau memilih memiliki asisten rumah tangga.
Aku memilih mendapatkan keduanya, sukses di publik dan di rumah. Yakni menjadi perempuan kita berhak memiliki pilihan atas diri kita. Buya Hamka berkata kita berhak memilih jodoh sesuai yang kita mau.
“Dari Abdullah bin Abbas RA: Rasulullah saw., bersabda: perempuan yang telah janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, dan perempuan yang masih perawan dimintakan izin (ketika hendak dinikahkan) dan izinnya ialah diamnya.”(HR. An-Nasa’iy, At-Tirmidzi, Muslim).
Semoga ke depan terutama para Gen Z dapat memilih pasangan sesuai yang kita inginkan dan memilih kerjaan sesuai yang kita senangi dan kita mau. Happy Birthday dan sukses selalu teruntuk diri ini. []