Mubadalah.id – Suatu ketika di akhir pekan yang cerah. Di sebuah rumah sederhana, seorang anak laki-laki bercengkrama dengan ayahnya. Di ruangan yang sama, Sang Ibu duduk menghadap ke meja baca. Perhatiannya tersedot oleh satu buku tebal yang sedang dibacanya. “Yah, kenapa Ibu mencintai Ayah?” Tanya Si Anak, tiba-tiba. Di usianya yang belum genap delapan tahun, bertanya adalah salah satu hal yang sering ia lakukan. Ayahnya pun menanggapi dengan lembut. (Baca: Dear Ayah, Jangan Lukai Ibu)
“Itu karena sikap Ayah yang manis, Nak.”
“Sikap bagaimana?” Anak itu semakin penasaran.
“Nih, kamu perhatikan ya!”
Sang Ayah berjalan menghampiri istrinya. Ia berjalan sambil merentangkan kedua lengannya seperti orang ingin memeluk. (Baca: Kisah Ayah Buta Huruf di Afghanistan Mengantar Anak Perempuannya ke Sekolah)
“Bu, Ayah peluk yaaa?” (Baca: Beragama dengan Cinta, Memeluk Perbedaan Tanpa Kecuali)
Tanpa menoleh, istrinya pun menjawab, “Jangan dulu, Yah. Ibu lagi nggak mood disentuh-sentuh.” (Baca: Panduan Tongkrongan Biar Nggak Kemasukan Orang yang Hobi Melecehkan)
“Oh, oke. Ayah nggak jadi peluk deh…” ujar pria itu santai seperti sebelumnya.
Ia lalu menurunkan rentangan tangannya, seraya mundur kembali ke samping Sang Anak.
“Nah. Sikap itu namanya ‘mendengarkan dan menghormati’, Nak. Perempuan suka itu.” (Baca: Catat! Menghormati Perempuan Termasuk Sunnah Nabi)
“Oh… Begitu ya.”
Lelaki kecil itu mengangguk-angguk paham. “Ayah hebat!”[]