Mubadalah.id – Hal apa yang pertama kali dilakukan saat terbangun dari tidur? Menyalakan lampu, minum air, melihat jam dinding, atau mencari handphone? Berdasarkan hasil sebuah survei kuis di televisi orang dengan jawaban mencari handphone atau melihat handphone berada di urutan paling atas. Biasanya setelah membuka handphone (media sosial) sebuah pertanyaan berlanjut muncul “Apa yang anda pikirkan saat ini? what’s happening?” Dengan cepat saraf otak diaktifkan untuk segera bekerja memerintahkan jari-jari tangan menekan tuts-tuts huruf dan angka menyusun sebuah kalimat bertulis “Bahkan dalam mimpi dia hadir, aku membenci.”
Di era digital saat ini tekhnologi informasi begitu memberi kemudahan kepada manusia untuk berinteraksi lebih cepat tanpa sekat. Hanya dengan hitungan detik saja kita dapat mengabarkan pada dunia kondisi yang dirasakan saat ini.
Apakah suka, bahagia, sedih, benci, bahkan marah yang diekspresikan dalam sebuah alat pintar yang kita sebut smartphone. Begitu pun dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di wilayah lain, informasinya dengan mudah sampai di genggaman secepat kilat tanpa kita harus beranjak dari tempat.
Baca juga: Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Menangkal Hate Speech
Lalu, sudahkah kita memanfaatkan kemajuan teknologi untuk hal yang positif? rasanya saat ini bisa kita lihat betapa deras ujaran kebencian di ruang publik yang menunjukan bahwa kemajuan tekhnologi dan informasi tidak berbanding lurus dengan kemajuan perilaku manusia yang humanis.
Tingginya pendidikan seseorang pun tidak menjamin sikapnya semakin bijak dan rendah hati. Bisa kita lihat dari bukti-bukti kasus yang diungkap kepolisian terus bergulir sampai saat ini.
Para pembuat dan penyebar konten-konten kebencian banyak bermunculan. Mereka tidak menyadari tindakannya dapat menciderai integritas kita sebagai sebuah bangsa.
“Tidak ada anak yang lahir dengan kebencian” demikian kutipan yang ditulis oleh KH. Husein Muhammad. Artinya Tuhan tidak pernah mengutus seorang manusia ke muka bumi ini untuk menjadi seorang pembenci bagaimanapun bentuk rupanya, gelap atau terang, gemuk atau kurus, tinggi atau pendek, dan kuat atau lemah.
Seorang manusia terlahir karena cinta dan cita, ia dipeluk dengan kasih sayang, didoakan kebaikan, didendangkan dengan nyanyian sehingga bertumbuh menjadi sosok yang diharapkan.
Baca juga: Gunakan Ponsel Sesuai Kebutuhan
Sayangnya, tiba-tiba tebaran kebencian berhamburan di media online yang menunjukan bahwa aku paling tahu, aku paling benar, maka aku sebar. Ujaran kebencian lebih banyak di media online karena orang berfikir tidak mengenal siapa dia kemudian bebas saja mengungkapkanya di alam maya.
Fitrahnya manusia lahir dengan cinta lalu kenapa kemudian menjadi pembenci, rupanya itu didapat karena mereka belajar. Lies Marcoes mengatakan “Tidak ada anak yang lahir dengan kebencian, mengapa tak kau ajarkan cinta kalau kebencian juga hasil dari pembelajaran”.
Benci adalah sesuatu yang dipelajari, karena benci tidak datang dengan fitrahnya. Ketika lingkungan di sekitar kita terus meneriakan kebencian setiap saat, termasuk sosial media yang membuat seseorang menjadi pembenci.
Benci bukanlah sesuatu yang diturunkan namun suatu hal yang dipelajari dari keseharian kita. Maka kiranya jika benci sesuatu yang dipelajari artinya kita juga bisa belajar untuk mencintai.
Sudah jelas kebencian jadi penyakit jika terus memikirkannya sepanjang masa, saat ini yang perlu kita lakukan adalah mari belajar mencintai.
Baca juga: Cinta Nabi untuk Pengemis Yahudi
William Shakespeare pernah mengatakan “apakah anda membenci atau mencintai saya, keduanya saya senang karena saat anda mencintai maka saya ada di hati anda dan ketika anda mendendam saya ada di pikiran anda.”
Benci dan cinta digerakan oleh komponen yang sama yaitu otak kita, saat kecintaan lebih aktif dari kebencian maka yang hadir tiada lagi selain kedamaian. Sekali lagi kita harus bisa memisahkan antara perilaku dan orangnya, memang ini tidak mudah, kenapa demikian karena kita kurang cinta.
Oleh karenanya kita harus terus tambahkan, tumbuhkan, cinta seluasnya dengan mendoakan dan menebar kebaikan pada pembenci agar dapat melihat realita. Kita doakan semoga Tuhan membuka hati dan pikirannya untuk tidak mendendam agar dapat melihat keindahan dunia ini sebagaimana adanya.
Baca juga: Puasa Menumbuhkan Kasih untuk Semua
Alquran pun menyarankan kepada Nabi dalam surat al-Nahl, 16;125 yang isinya: “serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (ilmu pengetahuan atau kebijaksanaan) dan pelajaran yang baik dan bantahlah (kritik) mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Oleh karenanya untuk apa kita mendendam. Benci itu berat. Kita tidak akan sanggup menanggungnya. Mari tebarkan cinta dan kasih sayang, itu jaug lebih mudah.[]