Mubadalah.id – Yulianti Muthmainnah menilai bahwa kepemimpinan dan keulamaan perempuan mengalami penyempitan ruang signifikan setelah wafatnya Rasulullah SAW. Pandangan tersebut ia sampaikan dalam tulisannya yang dimuat di Kupipedia.id.
Menurut Yulianti, pada masa Rasulullah Saw, perempuan aktif di berbagai ranah publik, termasuk ekonomi, pendidikan, dan bahkan medan perang. Ia mencontohkan peran Khadijah binti Khuwailid sebagai pengusaha sukses, serta Nusaibah binti Kaab yang melindungi Rasulullah dalam Perang Uhud.
Namun, situasi tersebut berubah seiring dinamika politik dan budaya pasca Rasulullah Saw. Yulianti menyebut pemisahan ruang ibadah dan pengurangan akses perempuan ke masjid sebagai salah satu awal marginalisasi perempuan dalam ruang publik keagamaan.
Ia menilai bahwa proses tersebut berlangsung secara bertahap dan berdampak panjang terhadap posisi perempuan dalam struktur keagamaan. Kepemimpinan dan keulamaan perempuan, menurutnya, perlahan dianggap tidak lazim.
Yulianti juga mengingatkan bahwa sejarah Islam sesungguhnya masih mencatat kehadiran pemikir perempuan besar seperti Sayyidah Nafisah, Shaykhah Shuhda, Rabiah al-Adawiyah, dan Asy-Syifa. Namun, kontribusi mereka sering kali luput dari kurikulum dan wacana arus utama.
Menurut Yulianti, penyempitan ruang kepemimpinan perempuan bukanlah ajaran Islam. Melainkan hasil dari konstruksi sosial patriarkal yang terus terwariskan oleh lintas generasi.
Melalui Kupipedia.id, Yulianti mendorong upaya pemulihan memori sejarah dan pembacaan ulang ajaran Islam secara berkeadilan. Ia berharap pengakuan terhadap kepemimpinan dan keulamaan perempuan dapat kembali menjadi bagian dari kehidupan umat Islam Indonesia. []










































