• Login
  • Register
Rabu, 4 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Kompetisi Masterchef: Patahnya Stigma Patriarki

Sudah jelas bahwa kompetisi Masterchef ini mematahkan konstruk sosial patriarki yang masih dianut oleh sebagian besar masyarakat.

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
16/12/2020
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Kompetisi Mastrechef

Kompetisi Mastrechef

253
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebagaimana informasi dari Wikipedia, Kompetisi MasterChef merupakan sebuah acara ajang memasak di televisi Britania Raya yang diinisiasi oleh Franc Roddam pada tahun 1990. Kemudian, acara ini diekspor ke lebih dari 40 negara di luar Britania Raya dengan logo dan versi yang serupa. Acara ini seolah menegaskan patahnya stigma patriarki di dunia. Di Indonesia sendiri, acara ini diselenggarakan sejak tahun 2011 hingga sekarang di stasiun televisi RCTI.

Ajang pencarian bakat yang pernah memenangkan tiga penghargaan Panasonic Gobel Awards ini telah melewati 7 musim dengan peserta dari berbagai daerah dan profesi. Seperti kompetisi lainnya, kompetisi MasterChef Indonesia juga memiliki penonton setia yang selalu menunggu para peserta beraksi dengan kemampuan memasaknya.

Pada musim ke-tujuh di tahun ini, Kompetisi MasterChef Indonesia tetap terlaksana tentunya dengan mengikuti protokol kesehatan. Acara tersebut telah berlangsung sejak 26 September 2020 hingga pertengahan Desember 2020. Untuk saat ini, peserta yang tersisa adalah tiga orang untuk mengikuti pertarungan terakhir dalam penentuan pemenang di musim ke-tujuh. Kompetisi MasterChef berjalan baik dengan dipandu tiga juri yang kompeten di bidang memasak, yakni Chef Juna Rorimpandey, Chef Arnold Poernomo, dan Chef Renata Moeloek.

Banyak hal menarik yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang tentang kompetisi Masterchef yang sangat prestisius ini. Khususnya dari segi gender, sudah jelas bahwa kompetisi Masterchef ini mematahkan konstruk sosial patriarki yang masih dianut oleh sebagian besar masyarakat.

Kegiatan memasak kerap diidentikkan dengan pekerjaan domestik yang melekat pada kaum perempuan. Sejak kecil anak perempuan acap kali dibimbing untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan dapur, harapan orang tua kelak anak gadisnya dapat menjadi perempuan ideal yang layak untuk dinikahi.

Baca Juga:

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Jalan Mandiri Pernikahan

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Dr Nahla Shabry: Qawwamun bukan Pemimpin yang Mendominasi Perempuan

Sebaliknya, anak laki-laki tidak sedikit yang dijauhkan dari kegiatan ini untuk menghindari agar sang anak tidak memiliki sisi feminis yang dapat membuat keluarga malu terhadapnya. Sejatinya hal demikian tidaklah dianjurkan, karena untuk era saat ini khususnya, orang tua dituntut untuk melakukan pengasuhan setara kepada anak-anaknya sejak dini, tidak lain, supaya sang anak dapat menjadi dewasa dalam menghadapi globalisasi zaman.

Hal ini dapat kita dapatkan dalam tayangan MasterChef Indonesia 7, seperti tayangan musim-musim sebelumnya, Kompetisi Mastrechef menunjukkan bahwa memasak tidak lagi menjadi pekerjaan yang dilakukan perempuan, tetapi juga laki-laki. Yang menjadi penilaian untuk menjadi pemenang  bukanlah apakah dia perempuan atau laki-laki, tapi siapakah yang paling berkompeten di antara semuanya.

Para peserta MCI7 berkompetisi dengan tidak menjatuhkan lawan, tetapi mereka berkompetisi dengan dirinya sendiri untuk menghasilkan masakan yang terbaik berdasarkan penilaiaan juri. Hal ini mengingatkan pada sebuah hadis Nabi yang artinya, “Jihad yang paling besar adalah jihad melawan hawa nafsu.” Jihad yang demikian bukanlah dalam bentuk peperangan yang menimbulkan kerugian pada orang lain, tetapi bagaimana memerangi diri sendiri agar menjadi lebih baik tanpa menimbulkan kerugian buat yang lainnya.

Kehadiran juri serta peserta yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ini tidak saja menunjukkan bahwa kedua jenis manusia yang berbeda secara biologis ini setara, tetapi juga menggambarkan bahwa setiap manusia berhak berada dalam ruang dan waktu yang sama apapun latar belakangnya.

Seperti yang diketahui, para peserta berasal dari berbagai daerah dengan beragam kepercayaan, suku, postur tubuh, cara berpakaian, dan profesi. Akan tetapi mereka tetap dapat mengikuti kompetisi Masterchef dengan tidak menjadikan hal-hal tersebut sebagai persyaratan khusus untuk peserta. Bahkan, terdapat beberapa peserta yang bertato, yang selama ini kerap dicap sebagai orang urakan atau beraliansi pada suatu geng tertentu, dalam ajang ini mereka membuktikan bahwa mereka tidak seperti asumsi orang-orang kebanyakan.

Tanpa disadari, diskriminasi terhadap gender ternyata memberikan pengaruh besar pada cara pandang, pola ucap, dan pola tindak seseorang. Diskriminasi gender seperti labeling suatu pekerjaan terhadap perempuan saja atau laki-laki saja membentuk dasar untuk melakukan diskriminasi kepada hal lainnya, baik secara warna kulit, postur tubuh, kepercayaan, gaya berpakaian, suku budaya, dan sebagainya. Dan kompetisi Masterchef mencoba mematahkan diskriminasi-diskriminasi tersebut.

Oleh karena itu, tidak ada salahnya mengajak anak, pasangan, dan sanak saudara untuk menyaksikan tontonan ini, sembari menyisipkan satu atau beberapa kalimat tentang keadilan gender. Secara tidak langsung hal ini dapat membuka wawasan bagi siapapun tentang hakikat penciptaan bagi laki-laki maupun perempuan.

Wawasan yang demikian dapat menjadi asas pada diri seseorang untuk memandang segala bentuk perbedaan yang ada sebagai suatu kesatuan, terlebih dalam masyarakat majemuk di Indonesia. Wawasan dan pandangan ini tanpa pertentangan dalam diri, dapat meminimalisir dan menjadi resolusi konflik-konflik yang mungkin terjadi dimanapun, kapanpun, dan dengan siapapun kita menjalani hidup.

Apa nilai yang dihasilkan kompetisi Masterchef ini? Pertama, terbukanya pandangan tentang kesetaraan dan keadilan dalam segala aspek. Kedua, timbulnya harmonisasi kehidupan diri pribadi, mapupun kehidupan diri bersama orang lain dalam membentuk jiwa yang bahagia dan membahagiakan.

Siapapun pemenang musim ini, MCI7 dan musim-musim sebelumnya lagi-lagi telah menjadi tontonan yang berperan besar dalam mematahkan stigma patriarki di masyarakat. Mari bersama-sama menjadi pribadi yang terus meng-upgrade diri dan ahli di bidang masing-masing untuk saling melengkapi tatanan dunia yang warna-warni ini. []

 

Tags: kerjasamaKesalinganMasterchef Indonesiapatriarki
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Batasan Aurat Perempuan

Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh

4 Juni 2025
Fiqh Aurat Perempuan

Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

4 Juni 2025
Pesan Mubadalah

Pesan Mubadalah dari Keluarga Ibrahim As

4 Juni 2025
Menutup Aurat

Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31

3 Juni 2025
Aurat dalam Fiqh

Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh

3 Juni 2025
Aurat

Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

3 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Haji Pengabdi Setan

    Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Novel Jodoh Pasti Bertemu dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam
  • Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh
  • Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal
  • Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan
  • Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID