Mubadalah.id – Dalam pengasuhan anak, ada salah satu hak dasar anak yang harus dipenuhi oleh orangtua adalah pendidikan. Pendidikan anak menjadi tanggung jawab kedua orangtua, keluarga, dan negara.
Namun sayangnya, masih ada orangtua yang memandang pemukulan terhadap anak sebagai metode untuk mendidik. Bahkan ada yang menganggap pemukulan sebagai satu-satunya metode efektif untuk mendisiplinkan anak.
Ada Hadis yang sering dianggap melegitimasi pemukulan terhadap anak. Secara tekstual, Hadis tersebut berbicara tentang cara mendidik anak-anak untuk shalat.
Ada dua versi Hadis dengan substansi yang sama. Pertama, menggunakan kata addibu (didiklah). Sementaranya versi kedua menggunakan kata idhribu (pukullah).
Jika melihat dua kata yang digunakan dalam dua versi Hadis tersebut, dharb (memukul) anak harus dalam konteks untuk ta’dib (mendidik).
Jika tidak untuk mendidik, misalnya karena emosi atau ternyata memukul itu tidak bisa mendidik, seharusnya bisa beralih pada metode lain, selain memukul.
Dari Amr bin Sywaib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Ajari anak-anak kalian tentang shalat mulai usia tujuh tahun, didiklah mereka tentangnya pada saat usia sepuluh tahun, dan pisahkan ranjang mereka (pada usia sepuluh tahun).” (Sunan al-Baihaqi, no. 3236.)
Dari Amr bin Sywaib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Perintahkan anakanak kalian untuk shalat pada saat berusia tujuh tahun, pukullah mereka karenanya pada saat sudah berusia sepuluh tahun, juga pisahkan ranjang mereka (pada usia sepuluh tahun).” (Sunan Abi Dawud, no. 495).
Secara literal, teks di atas tidak menyertakan kualifikasi dan syarat-syarat yang jelas tentang kebolehan memukul anak.
Pandangan Fikih
Namun, fikih menjelaskan dalam syarat berjenjang, kualifikasi terukur, dan tanggung jawab dari orangtua atau wali ketika mempraktikkan hal tersebut dengan perspektif kasih sayang dan tujuan mendidik.
Kalangan ulama kontemporer menjelaskan Hadis ini memberikan nuansa yang lebih ketat tentang syarat-syarat ini.
Intinya, memukul memang menjadi salah satu metode yang dipraktikkan dalam konteks mendidik pada saat tidak ada lagi metode lain yang efektif. Selama masih ada metode lain, memukul tidak boleh dipilih orangtua maupun wali.
“Pemukulan dalam Hadis adalah yang ringan, tidak menyakiti, tidak di muka, dan tidak menyebabkan luka fisik maupun psikis.”
Karena teks ini hadir dalam konteks mendidik dan membiasakan anak berbuat kebaikan. Ia sama sekali tidak boleh untuk melegitimasi kekerasan terhadap anak.
Kekerasan domestik terhadap anak yang tidak terkait dengan konteks mendidik, apalagi semena-mena, adalah haram. []