Mubadalah.id – Anak adalah mereka yang secara tubuh, mental, dan intelektual masih belum matang, sehingga memerlukan perhatian khusus dari keluarga, masyarakat, dan negara.
Dalam Islam, mereka adalah manusia yang belum akil (mampu berpikir) dan belum baligh (sampai usia dewasa).
Negara, melalui UU Perlindungan Anak no. 23 Tahun 2002, membatasi usia anak adalah mereka yang berumur 0-18 tahun.
Untuk perspektif perlindungan dalam UU ini, hak-hak anak harus berdasarkan pada visi kepentingan terbaik bagi anak. Visi ini, dalam Islam, khususnya teks Hadis bisa kita temukan dalam berbagai pernyataan dan teladan Nabi Muhammad Saw mengenai prinsip kasih sayang kepada anak.
Prinsip kasih sayang tentu saja berlaku dalam semua isu dan hukum Islam, terutama hak-hak anak dalam Islam.
Bahkan, prinsip ini harus lebih utama daripada kepada orang dewasa karena ada dua aspek dalam diri anak, yaitu:
Pertama, sebagai manusia secara umum yang harus memperoleh kasih sayang (Shahih al-Bukhari, no. 7465, Shahih Muslim, no. 6172, Sunan al-Tirmidzi, no. 2049: Sunan Abi Dawud, no. 4943, dan: Musnad Ahmad, no. 6605).
Kedua, sebagai orang lemah yang sedang tumbuh kembang (Sunan al-Tirmidzi, no. 2043, 2044 dan 2046, Sunan Abi Dawud, no. 4945, dan Musnad Ahmad, no. 7056).
Pernyataan-pernyataan Nabi Saw yang eksplisit mengenai hal ini terhadap anak yang dalam usia belum dewasa sangat jelas. Begitu pun perilaku teladan beliau juga banyak sekali dalam berinteraksi dengan anak-anak.
Di antara pernyataan tegas Nabi Saw untuk berperilaku kasih sayang kepada anak-anak adalah kisah beliau di hadapan Aqra’ bin Habis al-Tamimi (Shahih al-Bukhiri, no. 6063: Shahih Muslim, no. 6170, Sunan al-Tirmidzi, no. 2035, Sunan Abi Dawud, no. 5220: dan Musnad Ahmad, no. 7242).
Di bawah ini adalah riwayat al-Bukhari yang artinya:
Dari Jarir bin Abdullah berkata: Rasulullah Saw bersabda, “Allah tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia.” (Shahih al-Bukhiri, no. 7465).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik.