• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Biografi Raden Ajeng Kartini

Mubadalah Mubadalah
21/04/2022
in Figur
0
Raden Ajeng Kartini

Raden Ajeng Kartini

61
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Raden Ajeng Kartini merupakan salah satu tokoh nasional kebanggaan masyarakat Jepara. Dan di kota Rembang dia mengembangkan pemikiran-pemikiran segarnya mengenai kemajuan perempuan Indonesia. Oleh pemerintah Sukarno, ia diakui sebagai pahlawan emansipasi perempuan.

Raden Ajeng Kartini lahir di Mayong, Jepara pada tanggal 21 April 1879 dari pasangan suami-istri yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan Ngasirah, yang pada saat itu menjabat sebagai Asisten Wedono Mayong yang kemudian diangkat sebagai Bupati Jepara, tiga tahun setelah kelahiran Kartini. Ngasirah, ibu kandung R A Kartini, adalah anak seorang kiai yang berasal dari Teluk Awur, Jepara.

Dalam usia ketiga, tepatnya tahun 1881, Kartini diboyong ke Jepara ketika sang Ayahanda diangkat sebagai Bupati Jepara. Ayahnya sangat menaruh perhatian terhadap pendidikan Kartini, meski kala itu pendidikan formal bagi perempuan belum lazim. Meskipun Kartini mempunyai hak untuk bisa sekolah di sekolah Eropa, namun sang Ayah menyekolahkan Kartini di sekolah bersama teman-temannya. Sejak usia sekolah, Kartini sudah menunjukkan ketekunan dan bakatnya dalam membaca dan menulis. Ia membaca buku tokoh-tokoh progresif seperti Multatuli, maka tidak heran bila ia mengetahui seluk-beluk penindasan penjajahan Belanda sejak kecil. Hal ini memberikan kesadaran kepada Kartini untuk menentang penjajahan Belanda.

Selain membaca, ia juga berkorespondensi dengan sahabat-sahabat di Belanda, yang menjadikan jiwanya semakin matang, yang mengantarnya berpikir demokratis serta berorientasi ke depan dalam bertindak. Dalam surat-surat yang dikirimkan kepada para sahabatnya di Belanda, ia mengkritik adat-istiadat yang dipandangnya sebagai penghambat kemajuan perempuan seperti budaya memingit perempuan. Ia menganjurkan agar perempuan diberi kebebasan untuk menuntut ilmu dan bebas belajar. Bahkan, keinginannya melanjutkan sekolah ke Belanda diurungkan dan memohon kepada pemerintah Kolonial Belanda agar beasiswanya diberikan kepada pemuda Indonesia lain. Ia lebih senang melanjutkan sekolah guru.

Sadar bahwa cita-cita perjuangan untuk meningkatkan derajat perempuan lewat pendidikan tidak dapat dijalankan sendiri, maka ia menerima lamaran Bupati Rembang, Raden Mas Adipati Djojodiningrat, seorang duda yang memiliki beberapa orang anak. Bupati Rembang itu sangat mendukung gagasan dan aktifitas untuk memajukan pendidikan kaum perempuan dan memperjuangkan agar perempuan sederajat dengan pria. Perkawinan Kartini berlangsung pada tanggal 8 November 1903. Empat hari setelah perkawinan Kartini meninggalkan Jepara pindah ke kota Rembang.

Baca Juga:

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

Kartini Tanpa Kebaya

Empat Cara Laki-laki Membuktikan Cinta pada Kartini

Mengapa Kartini Meninggal setelah Melahirkan?

Langkah awal yang diambil oleh Kartini adalah mendirikan sekolah perempuan di rumahnya, yaitu di sebelah Timur gapura Kabupaten Rembang (sekarang digunakan sebagai Kantor Wakil Bupati Rembang). Tidak perlu waktu lama, sekolah Kartini memiliki banyak murid. Bagi murid dari keluarga tidak mampu, tidak dipungut biaya. Kemajuan sekolah semakin pesat, sehingga diperlukan banyak tenaga pengajar, oleh karena itu Kartini mengajukan permohonan bantuan dana kepada pemerintah kolonial Belanda untuk ikut membiayai.

Sebagai ibu rumah tangga, Kartini sangant bahagia. Sayangnya, ia meninggal di usia yang masih sangat muda, yaitu 25 tahun. Ia wafat tanggal 17 September 1904, empat hari setelah melahirkan putra pertamanya, yaitu Raden Mas Susalit. Jenazahnya disemayamkan di makam keluarga Bupati Rembang yaitu Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.

 

Penulis: Prof. Dr. Hj. Sri Suhandjati Sukri, at al.

Sumber: Ensiklopedi Islam & Perempuan (Penerbit NUANSA, 2009).

Tags: Hari PahlawanPahlawan PerempuanRA Kartini
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Hj. Biyati Ahwarumi

Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

23 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID