• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Gus Dur; Jiwa yang Selalu Bergolak

Gus Dur sering tak bisa tidur nyenyak dan tubuhnya terlihat bagai orang yang sedang resah di tempat tidur. Kiai Kacung mengerti, bagi tubuh yang menyimpan magma spiritual yang bergolak, kesendirian kadang amat menyiksa. Magma itu selalu ingin ditumpahkannya lalu mengaliri siapa saja yang ditemuinya.

KH. Husein Muhammad KH. Husein Muhammad
20/12/2018
in Featured, Kolom
0
jiwa yang selalu bergolak

jiwa yang selalu bergolak

121
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kiai A. Wahid Maryanto atau yang akrab dipanggil Kiai Acung, santri Gus Dur ketika di Pesantren Tebuireng, Jombang tahun 70 an, suatu saat bercerita kepada saya. Gus Dur sering tak betah sendirian di rumah, baik ketika malam maupun ketika siang. Ia itu jiwa yang selalu bergolak.

Ia sering mencari-cari teman untuk sekedar menjadi tempat menyalurkan hasrat-hasratnya yang menggebu-gebu: bicara ngalor ngidul tentang kebudayaan, agama, politik, partai, bangsa, negara, dunia. Juga tak ketinggalan tentang NU dan umat, atau bercerita yang ringan-ringan dan tak ketinggalan joke-joke menyegarkan dan membuat perut jadi sakit.

“Jika tidak ada siapa-siapa yang datang, maka aku sering dipanggil Bapak (Gus Dur) untuk menemaninya ngobrol sambil memijat-mijat kaki dan tubuhnya yang kelelahan,” cerita Kiai Acung.

Dan katanya lagi, bila Gus Dur diam saja dan tampak telah tidur, maka Kiai Kacung meninggalkan Gus Dur diam-diam. Tetapi meski begitu, bahkan meski sampai mendengkur, Gus Dur selalu tahu kalau Kiai Kacung meninggalkannya atau pergi ke kamar tamu di depan.

“Hmm, kamu pulang ya Cung,” kata Gus Dur. Dan Kiai Acung hanya menjawab singkat, “inggih Pak, pun jam kalih (sudah jam dua).” Dan Gus Dur pun membiarkannya pulang, meninggalkannya sendiri. Bapak adalah panggilannya kepada Gus Dur.

Baca Juga:

Pentingnya Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini Ala Gus Dur

Kehendak Ilahi Terdengar Saat Jiwa Menjadi Hening: Merefleksikan Noble Silence dalam Perspektif Katolik

Humor Kritis di Layar Televisi: Menjaga Ruang Demokrasi

Jalan Menuju Pulih, Proses Berdamai dengan Gangguan Mental

Gus Dur sering tak bisa tidur nyenyak dan tubuhnya terlihat bagai orang yang sedang resah di tempat tidur. Kiai Kacung mengerti, bagi tubuh yang menyimpan magma spiritual yang bergolak, kesendirian kadang amat menyiksa. Magma itu selalu ingin ditumpahkannya lalu mengaliri siapa saja yang ditemuinya.

Ibu Shinta Nuriyah (istri Gus Dur) suatu hari bercerita kepada saya. Beberapa kali, pada malam-malam yang telah sepi, ketika tak ada lagi orang yang jaga, Gus Dur tiba-tiba meminta, setengah memaksa, untuk pergi ke suatu tempat yang jauh, di Jawa Timur.

Ketika disampaikan oleh istrinya, “Mas, ini sudah malam, sudah larut, sudah jam 02 dini hari”, Gus Dur tetap ingin berangkat saja. Anak-anak yang mendengar obrolan itu membantu ibunya. “Bapak, malam-malam begini sudah tak ada pesawat. Besok pagi jam 07.00 baru ada.”

Barulah kemudian beliau berhenti meminta, meski tampak beliau sangat kecewa. Ibu Shinta sebenarnya paham bahwa Gus Dur, malam itu, pasti sedang mengingat dan memikirkan orang-orang di Jawa Timur yang ingin sekali bertemu beliau.

Ibu Shinta diceritai Gus Dur soal itu beberapa hari sebelumnya. Dan Gus Dur tak ingin mengecewakan mereka. Ia ingin memberikan kegembiraan atau menghibur hati mereka. Boleh jadi mereka sedang dirundung nestapa, mungkin sedang berharap memperoleh kegembiraan dari Gus Dur, mungkin pula ingin memperoleh “berkah” darinya.

Atau mungkin karena alasan yang lain. Tetapi apapun alasannya, Gus Dur ingin tak mengecewakan mereka yang berharap. []

Tags: Abdurrahman Wahidberolakgus durIbu Shintajiwangobrolsosoktemantokoh
KH. Husein Muhammad

KH. Husein Muhammad

KH Husein Muhammad adalah kyai yang aktif memperjuangkan keadilan gender dalam perspektif Islam dan salah satu pengasuh PP Dar al Tauhid Arjawinangun Cirebon.

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID