• Login
  • Register
Jumat, 31 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Keberagamaan dan Obrolan Santai Bersama Sahabat Non-Muslim

Ekstremisme itu ada di dalam setiap agama. Penyebab ekstremisme ini disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah terlalu saklek atau literlek dalam memahami kitab suci

Abdus Salam Abdus Salam
17/11/2021
in Publik, Rekomendasi
0
Menumbuhkan Rasa Cinta Tanah Air Sejak dari Keluarga

Menumbuhkan Rasa Cinta Tanah Air Sejak dari Keluarga

128
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suatu hari, ada pesan masuk via akun instagram. Ternyata seorang sahabat non-muslim mengucapkan ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri kepadaku. Namanya Frater Kayus. Begitu aku memanggilnya. Ia pun bertanya, apakah saya mudik atau tidak. “Ndak, Frater” jawabku. Karena tidak mudik, iapun mengajak untuk ngopi. Singkat cerita, kami pun sepakat untuk ngopi di salah satu warung kopi di sekitar Jakal (Jalan Kaliurang) KM. 11.

Dalam obrolan kecil itu, saya, Frater Kayus, dan Frater Fortun, berbincang banyak hal. Mulai dari pesantren, keislaman, kekristenan, keberagamaan, toleransi, isu terkini Israel-Palestina dan tentunya Gus Dur, bapak pluralisme agama di Indonesia. Obralan yang begitu cair ditemani secangkir kopi dan lampu warung kopi yang sayup-sayup.

Tak lupa pula kami membincang ekstrimisme agama. Menurut mereka, Frater Kayus dan Frater Fortun, di dalam kelompok Kristen pun ada yang ekstrem, sebagaimana adanya kelompok kecil yang ekstrem di dalam Islam. Dari obrolan tentang ekstremisme ini kami sepakat bahwa: ekstremisme itu ada di dalam setiap agama. Penyebab ekstremisme ini disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah terlalu saklek atau literlek dalam memahami kitab suci.

Moderatisme sebagai Jalan Keseimbangan

Buya Husein Muhammad ketika mengomentari sebuah hadis yang berbunyi “Inni lam umar an anquba qulubannasi, wala asyuqqo buthunahum” mengatakan bahwa suatu hukum harus diputuskan berdasarkan fakta dan bukti nyata, bukan asumsi, dugaan atau penilaian subjektif. Sebab, lanjut Buya Husein, keyakinan yang bersembunyi di dalam pikiran atau hati tidak bisa dihukumi.

Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa tidak berhak bagi kita sebagai seorang muslim menghukumi apa yang ada dalam pikiran dan hati orang lain. Termasuk di dalam keyakinan beragama. Tidak berhak untuk mengolok-olok, mengkafirkan, apalagi mengintimidasi.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda
  • 5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili
  • Mari Berikan Ruang Aman Kepada Mereka yang Berbeda Agama

Baca Juga:

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Mari Berikan Ruang Aman Kepada Mereka yang Berbeda Agama

Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya memahami agama agar tidak terjebak dalam ekstrimisme. Salah satunya adalah memahami Islam secara moderat (dalam Islam disebut tawassuth). Kemenag dalam bukunya Moderasi Beragama berpandangan bahwa prinsip dasar dari moderasi adalah adil dan berimbang. Adil dan berimbang dalam menempatkan antara akal dan wahyu, jasmani dan rohani, hak dan kewajiban dan antara kepentingan individual dan komunal.

Moderat dapat juga diartikan tidak ekstrem kanan juga tidak ekstrem kiri. Tentu tidaklah mudah. Tapi ini menjadi PR bagi kita semua agar memberikan paham yang tidak mudah mengkafirkan kelompok lain. Sebab, logika hitam-putih tanpa memandang warna lainnya menjadi berbahaya. Seperti ketika seorang kafir maka ia boleh diperangi dan dibunuh. Bukankah kita hidup berdampingan di Indonesia wajib menjaga rumah sendiri tanpa memandang latar belakang?

Berdakwah bil-Humor ala Gus Dur

Gus Dur terkenal dengan kenyelenehan dan pemikiran-pemikiran yang progresif. Indonesia, kala Gus Dur masih hidup, belum begitu siap menerima pemikiran-pemikaran segar dari – meminjam istilahnya Buya Husein, Sang Zahid.  Selain pemikiran-pemikiran progresif, hal menarik dalam diri seorang Gus Dur adalah berdakwah melalui HUMOR.

Humor yang cukup familiar adalah ketika Gus Dur diundang Pak Harto untuk berbuka puasa bersama. Setelah berbuka puasa, kemudian shalat maghrib berjamaah, terjadilah dialog antara Gus Dur dan Pak Harto.

Pak Harto      : Gus, sampai malam disini?

Gus Dur         : Ndk, Pak. Saya harus pergi ketempat lain karena ada acara.

Pak Harto      : Oh, iya. Silakan. Tapi Kiainya tinggal disinikan?

Gus Dur         : Oh, ya. Tapi harus ada penjelasan dulu.

Pak Hart         : Penjelasan apa, Gus?

Gus Dur         : Shalat tarawihnya nanti itu “ngikutin” NU lama atau NU baru.

Mendengar jawaban tersebut Pak Harto bingung. Baru kali ini mendengar ada NU lama dan NU baru. Kemudian Pak Harto bertanya.

Pak Harto      : Lho NU lama dengan NU baru apa bedanya?

Gus Dur         : Kalau NU lama, tarawih dan witirnya itu 23 rakaat.

Pak Harto      : Lha, kalau NU baru bagaimana?

Gus Dur         : Diskon 60 persen! Hahahaha

Semua orang yang mendengar dan berada disekitarnya tertawa ngakak.

Gus Dur         : Ya, jadi shalat tarawih dan witirnya cuma tinggal 11 rakaat.

Pak Harto      : Ya sudah, saya ikut NU baru saja, pinggang saya sakit.

Dalam kesempatan lain, suatu ketika Gus Dur ditanya tentang akad nikah yang dilakukan melalui internet. “Apa bisa, Gus, akad nikah melalui video dengan jarak jauh?”. Karena tidak begitu akrab dengan teknologi, Gus Dur cukup kebingungan mendapat pertanyaan tersebut. Setelah mikir agak lama, dengan santainya Gus Dur menjawab, “Bisa saja akad nikah dilakukan melalui internet, asal kawinnya melalui internet juga”. Sontak jawaban Gus Dur membuat para pendengar disekelilingnya tertawa terpingkal-pingkal.

Percakapan di atas mengajarkan bahwa dakwah bisa dengan humor. Gus Dur mengajarkan dakwah dengan media humor. Sehingga ajaran Islam pun tidak terkesan kaku, justru terasa terkesan ramah. Gus Dur mengajarkan bahwa Islam itu merangkul bukan memukul. Merahmati bukan mencaci. Menghargai bukan mengebiri. Begitulah kira-kira obrolan semalam dengan sahabatku, Frater Kayus dan Frater Fortun. Wallahu`alam bish-shawab. []

*Humor di atas disunting dari buku ‘‘Ngakak Bareng Gus Dur‘‘ karya Muhammad Wahab Hasbullah, Yogyakarta: Insania, 2010.

Tags: agamaEsktremismeHari Toleransi InternasionalKeberagamaannon muslimPerdamaiantoleransi
Abdus Salam

Abdus Salam

Penikmat kopi dan kisah nabi-nabi. Bisa disapa di twitter: @salampeih atau IG: @salampeih

Terkait Posts

Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Kasih Sayang Islam

Membangun Kasih Sayang Dalam Relasi Laki-laki dan Perempuan Ala Islam

29 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Tradisi di Bulan Ramadan

Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hikmah Puasa

    Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Goethe Belajar Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja
  • Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam
  • Nafkah Keluarga Bisa dari Harta Istri dan Suami
  • Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist