• Login
  • Register
Kamis, 19 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Keutamaan Menghidupkan Waktu Sahur dengan Istighfar

Anas Ibnu Malik: apabila melakukan salat malam, dia dan para sahabat diperintahkan Rasul melakukan istighfar di waktu sahur sebanyak tujuh puluh kali.

Rasyida Rifa'ati Husna Rasyida Rifa'ati Husna
15/03/2024
in Hikmah
0
Waktu Sahur

Waktu Sahur

677
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam ajaran Islam, perintah istighfar tidak hanya sekedar kewajiban belaka. Akan tetapi hal tersebut ialah sebuah kebutuhan mutlak bagi seorang muslim. Sebab manusia terlahir dengan segala kelemahan dan keterbatasan dalam menjalankan amanah yang berat dari Allah sebagai hamba sekaligus khalifah. Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia tidak akan lepas dari segala kesalahan dan pelanggaran.

Meskipun istighfar bisa kita lakukan kapan saja, namun saat waktu sahur menjadi waktu yang khusus untuk melakukan munajat dan permohonan ampun seorang hamba kepada Rabbnya. Dalam al-Quran hal ini termaktub di dalam QS. Ali Imran [3]: 17 dan QS. adz-Dzariyat [51]: 18 yang menjelaskan perihal keutamaan istighfar di waktu sahur.

Keistimewaan Waktu Sahur

Menurut Wahbah al-Zuhaili, sepertiga malam merupakan waktu yang sangat istimewa dan spesial. Waktu ini semakin istimewa karena Allah mengabulkan istighfar (permohonan ampun) yang diminta oleh hambaNya. Selain itu, waktu sepertiga malam adalah momentum di mana Allah berada paling dekat dengan hamba-hambaNya. Seperti penjelasan dalam  hadis riwayat Amr bin Ash.

Rasulullah bersabda: “Keadaan yang paling dekat antara Tuhan dan hambaNya adalah di waktu sepertiga malam akhir. Oleh karena itu, jika kamu sanggup menjadi bagian yang berdzikir kepada Allah, maka kerjakanlah pada waktu itu.” (HR. Tirmidzi)

Tahajud yang merupakan ibadah yang sangat mulia dan merupakan kebiasaannya kaum salihin. Allah menyebutkan bahwasanya di antara sifat-sifat kaum mukminin yang mendapat janji surga bagi mereka adalah beristighfar setelah salat malam.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

Esensi Ibadah Haji: Transformasi Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah (Part 2)

Bekerja adalah Ibadah

Mengapa banyak ibadah agung yang disyari’atkan seperti qiyam al-lail supaya diakhiri dengan istighfar. Dalam Tafsir Ruh al-Ma’ani dijelaskan, hal ini untuk memberi isyarat akan kurangnya seseorang dalam beribadah yang meskipun telah berusaha semaksimal mungkin. Dan kesadaran seperti merasa bahwa ibadah yang mereka lakukan adalah karena anugerah dari Allah.

Teladan Rasulullah dan Orang-orang Saleh Terdahulu dalam Beristighfar

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menceritakan kebiasaan Rasulullah dan aslafuna salihin yang mengutip dari atsar para sahabat. Diriwayatkan dari Ibnu Murdawaih, Anas ibnu Malik mengatakan bahwa, dia dan para sahabat yang lain apabila melakukan salat malam, Rasul perintahkan untuk melakukan istighfar di waktu sahur sebanyak tujuh puluh kali.

Dan Abdullah ibnu Umar ketika telah selesai dari salat malamnya bertanya,

“Hai Nafi’, apakah waktu Sahur telah masuk?”

Apabila dijawab belum maka ia kembali berdiri untuk mendirikan shalat malam dan apabila dijawab ya maka ia mulai berdo’a dan memohon ampun hingga waktu Subuh. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Adapun Rasulullah mengatakan dalam riwayat yang masyhur bahwa beliau beristighfar lebih dari 70 kali dalam sehari semalam. Dapat kita ambil sebuah hikmah bahwa sekelas Nabi Saw., saja tidak pernah merasa bosan, lelah dan lalai untuk terus melantunkan lisannya dengan kalimat istighfar.

Padahal beliau termasuk orang yang sangat sibuk dalam urusan pekerjaannya dan perannya di tengah-tengah umat. Juga meski seluruh perbuatannya telah mendapat garansi berupa ampunan selamanya oleh Allah (ma’sum). Tetapi hal itu tidak menghalanginya untuk terus membasahi lidah dan hatinya dengan istighfar.

Maka diri kita yang banyak melakukan kesalahan dan kedzaliman, sudah seharusnya memperbanyak istighfar agar Allah merasa iba dan menurunkan ampunan serta rahmatNya.

Perintah Istighfar dan Jaminan Ampunan dari Allah

Dalam hadits Rasulullah bersabda, “Wahai hambaku, sesungguhnya kalian berbuat dosa siang dan malam, sedangkan aku adalah sang pengampun dosa. Maka mintalah ampunan (beristighfarlah kepadaku) niscaya aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)

Hadits tersebut sangatlah jelas bahwa keutamaan istighfar bagi manusia sangatlah besar. Hal ini terbukti ketika mereka melakukan kesalahan, kedzaliman dan perbuatan keji. Maka hal utama yang harus kita lakukan adalah segera mengingat Allah dan bertaubat. Kemudian memohon ampun atas segala dosa yang telah kita perbuat serta tidak mengulagi perbuatan tersebut.

Semakin banyak beristighfar, maka pintu ampunan Allah akan semakin terbuka lebar. Terlebih lagi jika mengerjakannya pada waktu-waktu khusus seperti waktu sahur di mana telah dikatakan waktu tersebut lebih  mustajab.

Allah memberikan kesempatan untuk menjadikan bacaan istighfar terkabulkan. Hal ini berkaitan dengan waktu yang sempit di mana pada kondisi tersebut manusia lengah dalam tidurnya. Sehingga pada waktu tersebut Allah sangat senang membukakan pintu ijabah dan hanya orang mengerti yang akan mendapatkan keberuntungan ini.

Bacaan Istighfar Yang Dianjurkan

Menurut Imam an-Nawawi shighat istighfar yang dapat seseorang baca, bisa apa saja bentuknya. Ini merupakan kemurahan para ulama supaya tidak memberatkan umat. Misalnya mengucapkan seperti doa yang terdapat dalam al-Quran, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami.” (QS. Ali Imran [3]: 16).

Atau melafadzkan sayyidul istighfar yang merupakan induk atau raja dari bacaan istighfar, atau hanya sekadar lafadz “Astaghfirullah al-‘Adzim” (Aku memohon ampunan kepada Allah yang Maha Agung).

Namun beberapa ulama juga mengajarkan untuk memperbanyak istighfar yang khusus bagi kaum mukminin dan mukminat. Sebagaimana tersebutkan dalam suatu atsar bahwa barang siapa yang membaca “Astaghfirullah al-‘Adzim lil mu’minin wal mu’minat,” setiap hari di waktu sebelum matahari terbit dan terbenam sebanyak 27 kali niscaya ia terhitung di antara hamba-hamba Allah. Di mana dengan sebabnya, semua makhluk akan mendapat rahmat, dan dengan sebabnya juga mereka akan Allah karuniakan hujan rezeki. Wallahu a’lam. []

Tags: ibadahIstighfarramadanSunah NabiWaktu Sahur
Rasyida Rifa'ati Husna

Rasyida Rifa'ati Husna

Terkait Posts

Dipaksa Menikah

Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

19 Juni 2025
Perkawinan

Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

19 Juni 2025
Pasangan Hidupnya

Jangan Rampas Hak Perempuan Memilih Pasangan Hidupnya

19 Juni 2025
Kekerasan dalam

Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

18 Juni 2025
Pemukulan

Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan

18 Juni 2025
Rumah Tangga yang

Teladan Nabi dalam Rumah Tangga: Menolak Kekerasan, Memanusiakan Perempuan

16 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tastefully Yours

    Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Rampas Hak Perempuan Memilih Pasangan Hidupnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ulasan Crime and Punishment: Kritik terhadap Keangkuhan Intelektual
  • Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya
  • Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur
  • Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga
  • Ibnu Khaldun sebagai Kritik atas Revisi Sejarah dan Pengingkaran Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID