Mubadalah.id – Menurut ‘Secretum Secretorum’—yang berisi kumpulan catatan percakapan Aristoteles dan muridnya, Alexander the Great, yang telah hilang selama Abad Pertengahan. Dalam catatan tersebut Aristoteles pernah menasehati Alexander tentang bagaimana caranya agar ia tidak diracuni.
Aristoteles memperingatkan Alexander agar “tidak mempercayai perempuan untuk merawat tubuhnya.” Meskipun terkesan menjelekkan perempuan, Aristoteles mengatakan bahwa perempuan beracun bukan tanpa alasan.
Di zaman itu, penguasa India pernah beberapa kali mengirimkan gadis perawan untuk menggoda dan membunuh Alexander. Lebih dari itu, perempuan yang mereka kirimkan bukanlah perempuan biasa. Mereka terkenal dengan sebutan Vishakanya, yang secara etimologi Sansekerta berarti “gadis beracun”.
Menurut Kaushik Roy dalam karyanya ‘India’s Historic Battles: From Alexander the Great to Kargil’ bahwa Vishakanya merupakan perempuan muda yang bertugas sebagai pembunuh atau algojo selama era India kuno. Mereka bukan pembunuh biasa. Tetapi mereka membunuh dengan tubuhnya.
Darah dan cairan tubuh mereka konon sangat beracun. Sebagaimana yang tersebutkan dalam risalah ‘Arthashastra’ yang tertulis oleh Chanakya. Dia adalah seorang penasihat dan perdana menteri Kaisar Maurya pertama, Chandragupta (340–293 SM).
Selain itu, keberadaan Vishakanya ini terkonfirmasi langsung oleh Socrates dan Aristoteles. Di mana Socrates dan Aristoteles pernah menyuruh budak-budak mereka untuk mencium perempuan yang dicurigai sebagai Vishakanya. Ketika budak-budak tersebut mencium Vishakanya, mereka pun langsung jatuh tersungkur dan mati.
Vishakanya diceritakan juga dapat membunuh dengan cara menggigit, meludah atau dengan melakukan hubungan seksual dengan targetnya.
Kemunculan Vishakanya
Dalam ‘Skanda Purana’, seorang gadis yang lahir saat matahari berada di konstelasi Chitra atau pada hari ke-14 kalender lunar tersebutkan akan ditakdirkan menjadi seorang Vishakanya.
Perempuan-perempuan itu tergambarkan akan menyebabkan “kematian suaminya setelah menikah dengannya selama enam bulan. Membuat rumah yang ditinggalinya menjadi kosong dari harta, dan menyebabkan kesengsaraan bagi keluarganya.”
Gadis-gadis muda yang ditakdirkan sebagai Vishakanya akan mereka besarkan dengan mengonsumsi racun dan penawarnya. Sebuah praktik yang sekarang kita sebut sebagai “mithridatisme”.
Meskipun banyak yang gagal dan mati, mereka yang berhasil bertahan hidup akan mendapatkan kemampuan yang kebal terhadap racun. Bahkan lebih dari itu: cairan tubuh mereka juga akan menjadi racun itu sendiri.
“Jika dia menyentuhmu, keringatnya bisa membunuh. Jika kau bercinta dengannya, penismu akan jatuh seperti buah matang dari tangkainya.” (Susruta Samhita 5.1.4-6)
Menurut Molu Ram Thakur dalam ‘Myths, Ritual, Beliefs in Himachal Pradesh’ bahwa awalnya seorang Vishakanya dikirim oleh menteri Nanda, Amatyarakshasa untuk membunuh Chandragupta Maurya.
Adaptasi melalui Perubahan Bertahap
Tersebutkan juga bahwa pendiri Dinasti Nanda, yaitu Mahapadma Nanda menggunakan Vishakanya untuk membunuh penguasa Dinasti Shishunaga, Kalashoka. Di mana keduanya berasal dari Kerajaan Magadha. Cerita-cerita ini sangat terkenal di Yunani kuno. Hingga orang-orang Yunani cukup paranoid terhadap gadis-gadis India.
Sharanya Manivannan dalam artikelnya di The New Indian Express menyebutkan bahwa kisah Vishakanya menginspirasi beberapa perempuan selama abad ke-16 dan 17. Salah satunya adalah Giulia Tofana dengan racun Aqua Tofana. Kisah ini pernah saya ulas pada 2022 silam dengan tajuk ‘Giulia Tofana: Kisah Perempuan Peracik Racun, dan Pembunuh Profesional’.
Terlepas dari itu, meskipun kebenaran sejarah tentang Vishakanya ini masih simpang siur, namun beberapa ahli menghubungkan kisah ini dengan konsep Ayurveda satmya di India. Di mana secara kasar bermakna “adaptasi melalui perubahan bertahap.”
Satmya adalah alasan mengapa Anda tidak boleh meminum air keran di negara-negara tertentu. Meskipun orang-orang yang tinggal di sana boleh melakukannya. Namun, satmya menyatakan ketika kita telah terbiasa menelan sesuatu yang tidak murni, kita akhirnya menjadi kebal terhadap efek negatif akibat pengaruh air itu. []