• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Memaknai Ruang Domestik Perempuan dalam Konsep Nusantara

Peradaban Nusantara sangat memberi ruang terhadap suara-suara perempuan. Ini bisa dilihat dengan tampilnya banyak perempuan sebagai pemimpin, penasehat kerajaan, maupun peran penting lainnya dalam pentas sejarah Nusantara

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
13/07/2021
in Personal, Rekomendasi
0
Perempuan

Perempuan

244
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya ingat, pernah dalam sebuah pengaderan organisasi, terjadi perdebatan alot antara seorang peserta dan pemateri. Pasalnya, si peserta tidak sepakat dengan pemateri yang seakan sinis pada peran perempuan dalam ruang domestik, yaitu sebagai ibu rumah tangga, yang menurutnya hanya mengekang potensi perempuan. Mereka berdua adalah perempuan, namun agaknya punya paradigma yang berbeda soal ruang domestik. Yaaa, perbedaan itu wajar. Termasuk saya pun juga punya pandangan yang agak beda.

Kala itu, sesi topik gender dan feminisme. Pemateri memang agak meninggikan peradaban Barat yang menurutnya memberi kebebasan ruang terhadap perempuan. Sementara, di sisi lain, dia agak sinis terhadap peradaban sendiri, Nusantara, yang menurutnya tidak memberi ruang lebih kepada perempuan, dan hanya mengekangnya dalam ruang-ruang domestik.

Pemateri mungkin lupa, kalau sumbangan budaya yang menyubordinasikan perempuan di Nusantara juga turut dibawa oleh penjajah yang adalah dari Barat. Aslinya, peradaban Nusantara sangat memberi ruang terhadap suara-suara perempuan. Ini bisa dilihat dengan tampilnya banyak perempuan sebagai pemimpin, penasehat kerajaan, maupun peran penting lainnya dalam pentas sejarah Nusantara. Misalnya, dalam sejarah Majapahit dikenal Gayatri Rajapatni, yang menjadi ibu suci dan penasehat tokoh-tokoh sentral Majapahit.

Tidak ada yang salah dengan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga. Jika ada perempuan yang sekolah tinggi-tinggi dan memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga saja, ya tidak masalah, itu keputusannya. Bukankah, cita-cita Kartini, agar perempuan mendapatkan akses pendidikan yang baik, salah satunya adalah supaya perempuan bisa menjadi ibu yang cerdas dalam mendidik anak-anaknya.

Saat Ny. Sujatin Kartowijono–penggagas Kongres Perempuan Indonesia–telah berkeluarga, dirinya tetap menjalankan perannya dalam ruang domestik sebagai ibu. Di tengah kesibukannya dalam gerakan perempuan, dia juga berkomitmen untuk seminggu sekali memandikan sendiri anak-anaknya yang masih kecil.

Baca Juga:

Mengenal Perbedaan Laki-laki dan Perempuan secara Kodrati

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

Refleksi Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab: Apakah Perempuan Tak Boleh Keluar Malam?

Perempuan bisa berkiprah di ruang publik, namun perlu diingat kalau dia juga punya tanggung jawab sebagai istri-ibu. Pun, demikian dengan laki-laki yang bekerja di luar rumah, tetap harus sadar dengan tanggung jawabnya sebagai suami-ayah. Masing-masing punya porsi, tidak ada yang dispesialkan sebagai diktator. Setinggi apa pun karir perempuan maupun laki-laki tetap tidak boleh abai dengan perannya dalam keluarga. Kesadaran demikian penting demi suksesnya sebuah rumah tangga.

Ruang Domestik Nusantara

Memaknai ruang domestik dalam konsep Nusantara memang agak rumit. Kita tidak bisa dengan buru-buru menyamakan konteksnya dengan peradaban Barat. Sebagaimana penjelasan Nadya Karima Melati dalam bukunya Membicarakan Feminisme: “Harus saya akui, memahami konsep kekuasaan dan keluarga dalam tradisi Jawa dengan cara berpikir dari abad ke-21 sangat menjebak. Salah membaca, saya bisa menganggap hal-hal tertentu bernilai patriarkis dan merendahkan peran domestik dibanding peran maskulin.”

Dalam konteks ke-Nusantara-an, pembagian peran dalam keluarga bukan  menggambarkan status siapa yang lebih tinggi dan rendah. Ini sejalan dengan penjelasan Nadya Karima Melati: “Dalam konsep Jawa, ruang publik tidak dikenal lebih baik daripada domestik. Ruang domestik dan publik tidak dibayangkan sebagai dua hal yang berbeda dan tidak berkaitan. Keduanya bersifat paralel.”

Sehingga, misalnya ada istri yang hanya bekerja di rumah, maka statusnya tidak lantas lebih rendah dengan suami yang mencari nafkah di luar rumah. Sebab, dalam konsep Nusantara kedua ruang–domestik maupun publik–saling berkaitan, tidak ada yang lebih baik. Dan, pembagian peran itu pun terjadi secara alami.

Selain itu, dalam konteks Nusantara, di mana ruang domestik dan publik tidak dibayangkan sebagai hal yang berbeda melainkan paralel, banyak perempuan yang ikut tampil sebagai pencari nafkah keluarga di luar rumah. Tidak heran, ketika kita pergi ke pasar-pasar tradisional, misalnya, mayoritas penjualnya adalah ibu-ibu.

Dari sini bisa dipahami, kalau dalam konsep Nusantara ruang domestik bukan alat untuk menyubordinasikan perempuan.

Memaknai Ruang Domestik ala Nyai Madura

Dalam buku Ulama Perempuan Madura, Hasanatul Jannah menggambarkan bagaimana Nyai Madura memaknai ruang domestiknya (rumah tangga). Dia memberi pemahaman berbeda terhadap ruang domestik, yang dalam konsep Barat sering dianggap dapat mengebiri eksistensi perempuan.

Bagi Nyai Madura “tidak perlu ruang terbuka hanya untuk sekadar menunjukkan sebuah eksistensi diri, akan tetapi melakukan tindakan tanpa menerjang tradisi dan budaya merupakan salah satu bentuk kecerdasan tersendiri….” Nyai Madura bergerak dalam kesetaraan gender tanpa merusak nilai-nilai luhur budaya Madura.

Dalam konsep masyarakat Madura, ruang domestik terpandang sebagai zona mulia, tempat menata sumber kehidupan, dan mengandung banyak mata air kebaktian yang memancarkan berkah kehidupan. Berbeda dengan itu, dalam konteks Barat, ruang domestik justru sering dianggap sebagai ranah privat yang berpotensi melanggengkan patriarki serta membuat perempuan semakin tersubordinasi.

Bagi Nyai Madura, domestik bukan zona privat, melainkan ruang yang bakal menghubungkan mereka dengan publik. Asumsi dasarnya, sebagaimana dijelaskan Hasanatul Jannah: “perempuan bisa masuk dan eksis pada ruang publik, jika sukses mengatur ruang domestik.

Dalam pemahaman masyarakat perempuan Madura, kesuksesan ruang publik justru membawa keburukan jika urusan domestik (rumah tangga) terbengkalai.” Ini sejalan dengan pandangan Nadya Karima Melati di atas, bahwa dalam konsep Jawa antara ruang domestik dan publik itu paralel.

Sehingga bagi Nyai Madura: “…ruang domestik tersebut bukanlah sebuah bentuk pengebirian terhadap eksistensinya sebagai perempuan, bukan pula sebagai beban subordinatif. Justru jika peran domestik tidak dilimpahkan kepada mereka, maka mereka merasa haknya dirampas.”

Bagi mereka ruang domestik bisa menjadi wadah berkarya untuk perempuan. Sebagaimana Hasanatul Jannah mengutip pernyataan Ustadzah Matus, seorang Nyai Madura: “Ada kepuasan tersendiri dari dalam diri saya ketika saya bisa menentukan menu makanan keluarga saya, ketika saya mengoleksi pernak-pernik dalam rumah tangga saya, ketika saya bisa menjamu tamu-tamu saya, di sini saya bisa berkarya, bekerja, bercerita dan berbuat baik karena hal ini merupakan dunia saya yang harus saya jaga dan pelihara.”

Dalam hal ini, ruang domestik tidak dipandang sebagai ranah privat yang berpotensi mengebiri eksistensi perempuan. Melainkan, justru dianggap sebagai tempat strategis dalam aktualisasi diri, berkarya, bergembira, sehingga memberi kesan tersendiri dalam diri perempuan. []

Tags: feminismeGenderkeadilanKesetaraanPeradaban NusantaraPeran PerempuanperempuanPerempuan NusantaraSejarah Nusantara
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Difabel di Dunia Kerja

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

30 Mei 2025
Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pandangan Subordinatif

    Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren Mode Rambut Sukainah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID