Mubadalah.id – Ini adalah keresahan perempuan yang lahir di Indonesia berhadapan dengan beragam tantangan dalam hidup. Tentunya ini bukanlah hal yang mudah. Tantangan dan hambatan tersebut tidak hanya datang dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang membuat beberapa hal seakan terbatasi.
Dengan perbedaan gender dan lainnya, persoalan bias gender acap kali masih kita temui dalam dunia pekerjaan, dan peraturan di lingkungan sekitar. Terlebih masih ada stigma-stigma negatif yang masih melekat dalam kehidupan. Namun jauh lebih dari itu, di zaman seperti sekarang ini rasa-rasanya kita tertuntut untuk harus serba bisa, termasuk dalam hal pekerjaan. Di mana dari senin sampai hari senin lagi kita sibuk oleh berbagai pekerjaan.
Padahal di zaman dulu sepertinya orang tidak sekeras itu dalam bekerja. Mereka sewajarnya namun bisa mencukupi segala kebutuhan. Seperti beli mobil, rumah, biaya pendidikan anak, biaya dapur dan lain sebagainya bisa tercukupi dengan baik. Semua itu merupakan hasil dari bekerja yang terbilang masih wajar, tidak banyak tekanan, serta tidak banyak tuntutan.
Kesempatan Bekerja Terbatas
Berbeda dengan hari ini, lapangan pekerjaan kian sulit untuk kita dapatkan, setelah mengenyam pendidikan S1 pun nyatanya masih banyak yang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Mungkin ini bisa kita katakan sebagai hal yang wajar sebab dulu persaingan tidak seketat sekarang, zaman makin berkembang maka persaingan dan kompetisi pun otomatis akan semakin sulit. Dulu, pekerja masih terlihat sebagai seorang manusia, bukan sebagai seorang pekerja yang harus melulu kerja tanpa ada toleransi untuk istirahat.
Akan tetapi fakta menariknya adalah generasi millenial ini adalah generasi yang memiliki wawasan dan pengetahuan serta tingkat pendidikan yang tinggi dan stabil di antara generasi-generasi lainnya. Namun kebanyakan dari mereka memiliki penghasilan yang underpaid. Karena adanya kapitalisme yang membuat kita harus bekerja secara berlebihan atau overworked, namun kompensasi yang di dapat tidak sebanding dengan proses kerja yang terlalu berlebihan.
Maka dari itu, millenial lebih kita kenali dengan istilah-istilah pekerja overworked, pekerja underpaid, jobless, dan istilah-istilah lainnya yang menggambarkan kondisi dunia pekerjaan saat ini. Di mana, tanpa sadar ini juga menjadi bagian dari keresahan perempuan juga.
Generasi Sandwich
Fakta kedua dari generasi millenial yang menjadi keresahan perempuan ini adalah kebanyakan dari mereka terjebak dalam suatu kondisi yakni generasi sandwich. Apa itu generasi sandwich? Sandwich generation atau generasi sandwich ini pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy Miller dalam sebuah paper berjudul “The Sandwich Generation: Adult Children of The Aging” tahun 1981.
Dari paper ini di dapati sebuah istilah yaitu jika kita telisik, secara teori generasi sandwich ini merupakan sekelompok orang dewasa yang berumur 30-40 tahun yang tidak hanya mengurusi anak-anaknya saja melainkan juga orang tua, entah itu secara fisik, emosional, maupun secara finansial.
Nah, rata-rata orang yang menjadi generasi sandwich ini menghabiskan lebih banyak pengeluaran dibanding dengan orang yang tidak ada dalam kondisi seperti ini. Fenomena generasi sandwich ini sudah sangat marak dan terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia. Yang jadi pertanyaan adalah kenapa generasi sandwich ini bisa terjadi?
Sederhanya adalah karena ekspektasi hidup yang semakin tinggi membuat manusia berusaha untuk bertahan hidup lebih lama. Ibaratnya di Asia saja pada tahun 2000 ada sekitar 207 juta orang yang berusia sekitar 65 tahun ke atas. Dan di perkirakan di tahun 2050 mendatang jumlahnya akan meningkat menjadi sekitar 850 juta. Akan tetapi karena dinamika antar generasi ini semakin kompleks, maka definisi dari generasi sandwich ini menjadi bergeser dari kategori umum yang telah ada.
Double Sandwich
Ada pula istilah lainnya adalah “Double Sandwich”. Sebagai contoh para fresh graduate di Indonesia yang terbebani ekspektasi dan beban finansial. Seperti dituntut harus membiayai adik-adiknya, karena kondisi orang tua yang semakin menua tidak lagi bekerja.
Padahal faktanya mendapat pekerjaan saja belum, tapi sudah menanggung beban double. Berada pada posisi terhimpit berbagai tekanan itu memanglah tidak enak. Tak jarang mereka depresi, anxiety, dan gangguan mental lainnya yang menjadi hal biasa di kalangan generasi millenial.
Sayangnya, sulit untuk kita menghindari keresahan perempuan yang terperangkap dari generasi sandwich ini. Karena sebagai bagian dari masyarakat, kita memang diekspektasikan untuk ngurusin orang tua. Hal ini merupakan anjuran yang sangat mulia terlebih di Islam. Ada penjelasan bahwa ketika kita telah menemui orang tua dalam keadaan lanjut usia, maka sebagai anak sudah seharusnya adalah merawat dan menjaganya dengan sebaik-baiknya.
Maka dari itu kita harus pandai dalam memanage segala sesuatunya, baik itu dalam bentuk tanggung jawab, finansial maupun yang lainnya. Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam hal ini. Sebab tanpa adanya komunikasi yang baik dan jelas antara kita. Baik pihak orang tua maupun keluarga lainnya akan menimbulkan konflik dan kesalahpahaman. Di mana hal ini merupakan sesuatu yang harus kita hindari. []