• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Perbedaan Pengalaman Shalat Perempuan di Indonesia dan Pakistan

Yulianti Muthmainnah Yulianti Muthmainnah
05/05/2018
in Kolom
0
shalat perempuan di Indonesia dan Pakistan

shalat perempuan di Indonesia dan Pakistan

283
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam tulisan ini, saya ingin memaparkan perbedaan pengalaman shalat perempuan di Indonesia dan Pakistan. Di Indonesia, dalam ibadah shalat, kita diajarkan menutup seluruh anggota tubuh, kecuali tampak muka dan telapak tangan. Beberapa mukena bahkan punya varian sampai menutup bahu tangan, jadi yang nampak benar-benar telapak tangan.

Itu tidak salah, beberapa mazhab memang menyebutkan demikian. Mayoritas kita, bahkan pengikut Syafi’i. Maka, ketika shalat, yang tampak dari perempuan hanya muka saja. Tangan tertutup mukena yang panjang.

Tetapi di sini, di Islamabad, ketika saya shalat magrib di Masjid Faisal, saya temukan banyak sekali perempuan shalat dengan bahu kaki dan telapak kaki yang terbuka. Awalnya saya ragu, apalagi mukena saya tertinggal di hotel. Saya penasaran, bertanya dengan seorang jama’ah, lalu ia mengatakan, “di sini biasa menerapkan Madzhab Hanafiyah.”

Saya juga menyaksikan, ada beberapa perempuan bercadar, niqob, ketika shalat membuka wajah mereka. Dan membuka bagian luar baju mereka yang panjang hingga menyapu lantai, lantas berganti dengan pakaian lain untuk shalat.

Saya melihatnya, mereka biasa saja, ngobrol dengan saya. Selesai shalat, mereka tutup lagi wajah dan berganti baju tadi. Saya bertanya, ia katakan, khawatir terkena najis, maka baju bagian luar dibuka/diganti. Hmmmm…saya mengangguk, tanpa ia menjelaskan tentang mazhab apa, saya langsung ingat Madzhab Syafi’i jika soal hadats, najis, dan thaharah.

Baca Juga:

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Nyai Alissa Wahid di Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Maka, saya pun menjadi mantap. Shalatlah saya tanpa menutup telapak kaki. Tanpa merasa bersalah, ataupun berdosa. Tetapi hanya merasa seperti tidak lazim saja.

Oya, saya juga ingin katakan, mereka lalu lalang di depan orang shalat biasa saja. Kalo kita kan masih ada etika, tidak ada yang melakukan hal itu tho ketika shalat di masjid, paling tidak menunggu sampai orang yang shalat itu rukuk atau sujud.

Beberapa dari kita, malah menafsirkan melewati orang yang sedang shalat boleh ditebas kakinya dengan sangat-sangat kaku. Pada intinya, hampir jarang kita temui melewati orang yang sedang shalat di depannya. Lagi-lagi saya penasaran dan bertanya, mereka jawab, “tak ada hubungannya antara kamu shalat menyembah Tuhanmu, dengan saya lewat depanmu.” Benar memang, walau tanpa argumen hadist.

Lalu saya ingin bertanya pada kita semua. Pernahkan anda melihat seorang perempuan shalat di masjid di Indonesia, tanpa menutup kakinya? Mungkin pemandangan seperti ini akan jarang kita temui di Indonesia. Umumnya kaki tertutup. Jikapun ada yang berani kaki terbuka, bisa jadi terjadi hanya di ruang privat dan kalaupun berani di ruang publik, saya duga, ia harus siap di-bully, terkenal di sosial media, lalu ditangkap sebagai pencemaran ajaran agama. Paling tidak, itulah fenomena kita saat ini.

Ketiga hal di atas, soal niqob, shalat dengan telapak kaki terlihat, dan melewati orang yang sedang shalat fenomena yang biasa. Sangat biasa di Islamabad. Tidak ada pertentangan. Tidak ada perdebatan.

Membandingkan situasi di Pakistan dengan di Indonesia dalam hal ibadah shalat, penting bagi kita untuk berefleksi. Bagi saya, Anda, dan kita semua. Kita tidak terbiasa melihat sesuatu yang berbeda, identitas berbeda, budaya berbeda, bahkan yang satu agama sekalipun.

Sering sekali perbedaan itu, mengarah pada kondisi saling hujat dan tuduhan penodaan agama. Nampaknya penting bagi kita memahami apa yang diungkap oleh Bhiku Parekh tentang identitas. Yang juga dibahas oleh Amartya Sen, pentingnya memperluas identitas, untuk melihat banyaknya kemungkinan perbedaan yang bukan untuk perselisihan, tetapi untuk belajar.

Dan, saya beruntung, kemarin malam, saya belajar tentang perbedaan cara beribadah, cara shalat. Semoga Indonesia bisa lebih pluralis dalam memahami makna ibadah.[]

Tags: IndonesiakeluargaKesalinganmenyoal shalatPakistanshalat
Yulianti Muthmainnah

Yulianti Muthmainnah

Kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Terkait Posts

Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Perempuan Penguasa

Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Ruang Aman bagi Anak

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

30 Mei 2025
Difabel di Dunia Kerja

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • IUD

    Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren Mode Rambut Sukainah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga
  • Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?
  • Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID