Perempuan belum benar-benar bebas dari jeratan sistem patriarkat. Masih ada saja pandangan dan sikap yang mendiskriminasinya, padahal sistem itu sudah lama bertakhta, jika masyarakat sekarang lebih menyukai modernisme mengapa masih saja bergelut dengan sistem ciptaan kaum jahiliyah?
Maklum diketahui bahwa perempuan dipecaya oleh Tuhan untuk mengalami sistem reproduksi yang berbeda dengan laki-laki. Perbedaannya tidak sederhana, perempuan memiliki pengalaman biologis jauh lebih banyak dari pada laki-laki.
Selain pengalaman seksual yang juga dialami oleh laki-laki, perempuan mengalami masa menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui dan nifas yang tak bisa dibilang mudah serta ringan. Bahkan al-Quran menggambarkan proses kehamilan dengan wahnan ‘alā wahnin (keadaan lemah yang bertambah-tambah), ditambah masa menyusui anak selama dua tahun.
Anehnya, pengalaman-pengalaman itu dianggap sebagai kekurangan (red: Aib) bagi perempuan hingga menjadi stigma yg menempel pada diri perempuan. Ini salah satu bukti kesalahpahaman tentang gender dan seks.
Dianggapnya menstruasi dan sejenisnya adalah mau perempuan padahal jika ditanya perempuan tak akan mau mengalami masa-masa sulit itu, tapi pengalaman tersebut dijalaninya dengan santai dan khidmat. Ini kelebihan perempuan, tangguh dan sabar, kuat tapi lembut, jalāl dan jamāl, dua sifat Tuhan yang oleh Jalaluddin Rumi terkumpul dalam diri perempuan.
Menstruasi, salah satu rentetan sistem produksi perempuan yang kerap menjadi alasan perempuan memiliki kekurangan, khususnya dalam ibadah. Ayat 222 surat al-Baqarah
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri”
Dan hadis Nabi
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتِ الْمَرْأَةُ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟
“(perempuan kurang akal dan agamanya) bukankah jika ia haid tidak salat dan tidak pula berpuasa?”
Hadis lain,
إِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ
“Jika haid datang maka tinggalkan salat”
Teks-teks di atas tidak menjustifikasi menstruasi adalah aib bagi perempuan. ayat di atas ingin mengatakan bahwa perempuan yang sedang mens harus diistirahatkan karena jika suami ‘tidak sabar’ akan berakibat pada janinnya.
Cara pandang sepeti ini menurut hemat saya lebih sejalan karena didukung dengan ayat setelahnya نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ “Perempuan-perempuan kalian adalah ladang bagi kalian”, selayaknya ladang, ia punya aturan waktu untuk ditanami agar hasil panennya membuahkan hasil yang maksimal.
Pun dalam hadis pertama, Nabi bukan hendak mengatakan bahwa spiritual perempuan tidak bisa lebih unggul dari pada laki-laki. Hadis itu hendak memberikan keringanan pada perempuan selama mens karena masa mens adalah masa berat bahkan ada yang sampai pingsan gara-gara banyaknya darah yang keluar.
Shihābuddīn al-Qasṭalānī dalam Irsyādu al-Sārī mengatakan bahwa perempuan tidak salat dan puasa karena ada māni’/penghalang, Ibn Baṭṭāl bahkan mengatakan kewajiban salatnya gugur dan ia tidak boleh berpuasa. Laiknya orang koma dan tidak berpuasa, tidak akan mendapat dosa lantaran tidak berpuasa. Lalu redaksi mana yang hendak merendahkan perempuan?
Jika benar spiritual perempuan di bawah laki-laki karena hadis di atas (tidak salat dan tidak berpuasa) maka akan paradoks dengan konsep takwa. Takwa adalah mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (imtitsālu awāmirihi wa ijtinābu nawāhīhi).
Dalam teori usul fikihpun seperti itu, Titah Tuhan memiliki dua dimensi, melakukan perbuatan (ṭalabu al fi’li) seperti وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ “Dirikanlah salat, tunaikanlah zakat”, dan menahan diri (ṭalabu al kaffi) seperti وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا “Dan janganlah kalian mendekati zina”.
Melakukan perintah-Nya dan menahan diri dari larangannya adalah hal yang dikehendaki Allah. Maka dalam hal ini perempuan yang tidak salat, tidak puasa karena menstruasi adalah ketentuan istimewa dari Allah untuk perempuan. lalu apakah ketentuan Allah ini merupakan aib?
Jawabannya pasti tidak. Dengan demikian tidak salatpun perempuan mendapatkan pahala karena telah melaksanakan tuntutannya yaitu menahan diri dari salat, apalagi jika ditambah dengan membaca zikir dan wirid-wirid yang lain.
Pada sepuluh terakhir bulan berkah ini hendaknya perempuan yang mens tidak merasa pesimis ketinggalan malam lailatul qadar dan mendapatkan serentetan bonus pahala lainnya. Mari luruskan stigma ini, masih banyak hal yang bisa dilakukan dan bernilai ibadah. Malam lailatul qadar tidak diperuntukkan bagi yang salat saja tapi bagi orang yang meramaikannya dengan ibadah, ibadah apapun. Selamat menyambut malam Lailatul Qadar. []