• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Mu’asyarah bil Ma’ruf dalam Rumah Tangga

Kehadiran Qira’ah Mubadalah diharapkan bisa menjadi pembelajaran sepanjang hayat bagi kita, agar tidak mengesampingkan kemanusiaan perempuan, bahkan setelah menjadi istri. Karena ia tetap subjek yang utuh dan mesti dimanusiakan.

Rizka Umami Rizka Umami
06/11/2020
in Keluarga, Kolom
0
1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Beberapa minggu lalu, seorang saudara sepupu berkunjung. Seperti kunjungan-kunjungan sebelumnya, selalu ada cerita yang ia bagikan kepada saya. Tapi kali ini sedikit lain, sebab ia bercerita sembari sesenggukan dan mengatakan ingin mengakhiri pernikahan yang sudah dibangunnya bersama sang suami selama 18 tahun.

Perempuan dua anak itu juga menguraikan beberapa alasan yang menyebabkannya ingin segera terlepas dari sang suami. Pertama, selama menjalani pernikahan, ia tidak bisa memperoleh haknya sebagai istri secara penuh dari sang suami, baik soal nafkah, seks bahkan hak dalam mengutarakan pendapat. Semua disetir oleh suami.

Kedua, semua pekerjaan rumah dilimpahkan padanya, sementara sang suami tidak pernah membantunya, meski sekadar mencuci piring bekas makan sendiri. Bahkan urusan mengecat rumah, mengurus anak dan pekerjaan-pekerjaan lain yang seharusnya bisa dilakukan oleh suami dan istri sekaligus, harus dikerjaan secara individu oleh istri.

Ketiga, selama menjalani 18 tahun pernikahan, sang istri sering mendapat kekerasan secara verbal, baik dari suami maupun dari keluarga besar suami yang tinggal bersebelahan dengan rumah mereka. Bahkan Agustus 2020 lalu, ia mendapat intimidasi dari salah satu keluarga suaminya. Hal ini membawa dampak pada kondisi psikisnya yang semakin rentan.

Menurut saya apa yang dialami oleh saudara sepupu saya tersebut menunjukkan tidak adanya relasi yang baik dalam rumah tangga mereka. Ketidakhadiran suami dalam memenuhi hak, melindungi dan menghormati istri, membuat sang istri mengambil beban lebih banyak dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga.

Baca Juga:

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Padahal sudah diterangkan dalam Fiqh klasik, sebagaimana dikutip dalam Qira’ah Mubadalah, bahwa dalam persoalan hak dan kewajiban suami dan istri, setidaknya harus bertumpu pada tiga aspek, yakni relasi, nafkah dan seks, di mana dalam hal relasi rumah tangga, baik suami dan istri diminta untuk saling berbuat baik.

Relasi yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf) di sini juga dipahami sebagai landasan atau pondasi dalam menjalankan peran-peran marital. Adanya mu’asyarah bil ma’ruf dalam rumah tangga, akan menghindarkan peran dominatif salah satu pihak, menghindarkan suami berbuat semena-mena terhadap istri, dan lain sebagainya. Relasi yang baik suami kepada istri juga akan mendatangkan lebih banyak manfaat, termasuk meringankan beban masing-masing pihak, karena segala sesuatu bisa dikerjakan secara bersama-sama, yakni dengan kesalingan (mubadalah).

Selain itu, Islam sendiri juga telah memperkenalkan karakter utama dalam pernikahan, ada berpasangan (izdiwaj) dan kerja sama atau perkongsian (musyarakah). Namun kedua karakter tersebut tidak akan pernah bisa dicapai, apabila dalam sebuah rumah tangga tidak dihadirkan relasi yang baik antara suami terhadap istrinya.

Lalu apakah dalam setiap pernikahan bisa memiliki relasi yang baik? Nyatanya belum. Tidak semua laki-laki dan perempuan yang memutuskan menjalani kehidupan rumah tangga bisa menjalankan kongsi dan kerja sama dalam biduk pernikahannya. Jika dibenturkan dengan apa yang dialami oleh saudara sepupu saya, pun juga masih sangat jauh dari apa-apa yang telah menjadi karakter berumahtangga dalam Islam.

Padahal dalam rumah tangga yang menjalankan relasi dengan mengedepankan kebaikan dan kesalingan, tidak akan lagi ditemukan salah satu pihak yang mendominasi pasangannya. Semua beban kerja di rumah akan menjadi tanggung jawab bersama, saling berganti peran untuk mengurus anak, saling meringankan kerja domestik.

Hal semacam ini sesungguhnya juga telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu hadits Nabi yang termuat dalam Musnad Ahmad, 25542 dijelaskan tentang bagaimana kerja domestik sesungguhnya tidak hanya dilakukan oleh Istri Nabi, akan tetapi juga oleh baginda Nabi Muhammad SAW.

Ketika Aisyah R.a ditanya, “Apakah yang dikerjakan Nabi Muhammad di dalam rumah?” Aisyah kemudian menjawab, “Beliau menjahit baju, memperbaiki sepatu dan mengerjakan hal-hal yang biasa dilakukan para laki-laki ketika berada di dalam rumah mereka.”

Secara lebih eksplisit, dalam Shahih Bukhari, 680 juga disampaikan bahwa ketika Aisyah ditanya mengenai kegiatan Nabi Muhammad SAW selama di rumah, Aisyah menjawab bahwa Nabi selalu mengerjakan segala sesuatu untuk melayani keluarganya, dan akan berbegas shalat ketika telah memasuki waktu shalat (Kodir: 2019, 406).

Dari dua hadits tersebut memperjelas bahwa kerja-kerja rumah tangga bukan sekadar tugas seorang istri. Nabi Muhammad pun langsung menjadi contoh melalui kebiasaannya di dalam rumah, bahwa Nabi dengan sedia melakukan kerja-kerja rumah tangga, saling bekerjasama dengan istri dan melayani keluarganya.

Harusnya hal ini menjadi cermin bagi suami-suami di masyarakat saat ini, untuk tidak menjadikan posisinya dominan dan bisa semena-mena memperlakukan pasangannya. Bukankah tujuan dari ikatan suami dan istri dalam satu payung pernikahan sudah semestinya untuk saling menguatkan? Di mana suami menguatkan istri dan istri menguatkan suami.

Menurut saya, selain pemahaman mengenai mu’asyarah bil ma’ruf dalam rumah tangga, dalil-dalil lain dalam Qira’ah Mubadalah menjadi begitu krusial dihadirkan di tengah masyarakat untuk menyadarkan pentingnya menjalin relasi yang baik dalam rumah tangga. Kehadiran Qira’ah Mubadalah diharapkan bisa menjadi pembelajaran sepanjang hayat bagi kita, agar tidak mengesampingkan kemanusiaan perempuan, bahkan setelah menjadi istri. Karena ia tetap subjek yang utuh dan mesti dimanusiakan. []

Tags: islamistriKesalinganMubadalahperkawinanQira'ah Mubadalahrumah tanggasuami
Rizka Umami

Rizka Umami

Alumni Pascasarjana, Konsentrasi Islam dan Kajian Gender.

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah
  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID