• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Remaja dalam Lingkaran Keluarga Toxic

Nur Fitriani Nur Fitriani
21/08/2020
in Keluarga, Pernak-pernik, Personal
0
film Up in the Air
381
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Darah muda darahnya para remaja
Yang selalu merasa gagah
Tak pernah mau mengalah
Masa muda masa yang berapi-api
Yang maunya menang sendiri
Walau salah tak perduli…

Kira-kira begitulah kata bang Haji Rhoma Irama menanggapi masa muda atau masa remaja, kamu baca lirik di atas sambil nyanyi? Kalau tahu lagu itu mungkin kamu sudah melewati masa remaja atau berada dalam masa remaja akhir, hehe..

Masa remaja memang selalu diidentikkan dengan masa pencarian, penggalian dan pembuktian jati diri. Bukan tak pernah mau mengalah, maupun menang sendiri hingga salah tak peduli, tapi remaja itu saat di mana peran lingkungan sekitar sangat berpengaruh bagi pertumbuhan mental dan psikis. Remaja akan mulai berpikir tentang masa depan yang ingin ia gapai, memasuki dunia sosial yang lebih luas, mengenal banyak kegiatan yang memiliki dampak positif maupun negatif.

Jika dianggap ingin menang sendiri, mungkin saat itu kamu sedang mempertahankan atau membuktikan argumen/keyakinan kamu, kalau salah pun sebenarnya peduli, hanya saja butuh alasan rasional untuk membuktikan bahwa hal itu salah. Peran orangtua saat anak memasuki masa remaja sangat berpengaruh, dimana pada masa ini bukan hanya perintah serta nasihat yang dibutuhkan, tapi berdiskusi layaknya sahabat.

Tugas pengasuhan tidak boleh hanya dibebankan pada salah satu orang saja, tapi butuh kerjasama keluarga, sebagaimana dalam hadis yang menyatakan jika keputusan ataupun kepribadian anak tidak lepas dari lingkungan terdekatnya terutama orangtua.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa
  • Puasa Dalam Perspektif Psikologi dan Pentingnya Pengendalian Diri
  • Ayah dan Ibu, Ini 4 Pola Pendidikan yang Ramah Kepada Anak
  • Perempuan Harus Berdaya, Jangan Mau Diperdaya

Baca Juga:

Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa

Puasa Dalam Perspektif Psikologi dan Pentingnya Pengendalian Diri

Ayah dan Ibu, Ini 4 Pola Pendidikan yang Ramah Kepada Anak

Perempuan Harus Berdaya, Jangan Mau Diperdaya

Abu Hurairah r.a menuturkan dari Nabi Muhammad SAW yang bersabda, “Tidak ada seorang anak dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah (suci dan bersih). Kedua orangtuanyalah yang membuatnya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Shahih Bukhari, no. 1373)

Anak yang melewati masa remaja dalam keluarga demokratis dan mempunyai relasi seimbang akan menjadi anak percaya diri, menghargai orang lain dan tidak pantang menyerah, karena keluarga menjadi pendukung serta menghargai usaha-usahanya menghadapi lingkungan baru, tidak takut disalahkan, tidak dibandingkan dan tidak dijatuhkan secara mental.

Lalu bagaimana dengan remaja yang melewati masa itu dalam keluarga toxic? Hmm.. itu tidak mudah, tapi inilah hidup yang diberikan Allah SWT kepadamu, mungkin itu cobaan untuk kenaikan derajatmu, peluk virtual dari jauh! Tetap bertahan dan cintai dirimu yaa..

Yayasan Pulih menjelaskan jika keluarga toxic menyebabkan kecemasan dan perasaan tertekan pada anak sehingga merasa tidak berdaya (tidak mampu berbuat apa-apa). Situasi ini berasal dari permasalahan komunikasi dan penerapan batasan-batasan yang tidak jelas. Hal ini akan mempunyai dampak besar jika masa remajamu hidup dalam lingkungan keluarga toxic, mungkin kamu akan merasa tidak percaya diri dengan kemampuan sendiri, menganggap rendah diri sendiri, dan lain sebagainya, tergantung dari seberapa toxic lingkungan kamu.

Yayasan Pulih juga menceritakan ciri-ciri keluarga toxic, seperti berikut: Pertama, kamu sering dibanding-bandingkan dengan orang lain. Tidak puas dengan pencapaianmu, keluarga malah membandingkan hasilmu dengan milik orang lain, padahal kita tidak pernah tahu bagaimana perjuangan atau bahkan previles apa yang dia dapat atas pencapaian yang telah didapatkannya.

Kedua, suka mengkritik tanpa memberi solusi, misal nih kamu ingin belajar bisnis, ya namanya bisnis di awal pasti ada ruginya, ada salahnya, nah disitu kamu dihujat habis-habisan, dianggap hanya buang-buang uang, dianggap malu-maluin keluarga karena bisnismu masih kecil, tapi gak ada solusi yang ditawarkan, dan hal itu terjadi berulang kali, yaah minimal kan dapat dukungan gitu kan udah bahagia ya, hehe.

Ketiga, tidak mau mendengar apa yang kamu rasakan/katakan, misal nih kamu disuruh melakukan apa yang keluarga mau, tapi kamu punya pandangan lain dan menyampaikannya, tapi mereka tidak mau mendengar alasan apapun itu, tetap meminta kamu melakukan yang diperintah, biasanya hal ini terjadi pada pemilihan sekolah, jurusan ataupun tempat bekerja, wah tahap ini sangat menyakitkan, karena setiap dari kita pasti punya mimpi yang berbeda, lalu kalau disetir orang lain dan harus membuang mimpinya? Sungguh itu cobaan yang berat fulgaso!

Keempat, tidak pernah minta maaf, apapun kesalahan yang dilakukan padamu, tidak akan minta maaf, mereka yang melakukan hal ini meyakini jika tindakannya selalu benar dan kamu harus mematuhinya, atau kamu aja yang minta maaf meskipun gak salah.

Lalu gimana dong kalau realitanya kita sendiri terjebak dalam keluarga toxic? Memang sulit, kalau teman toxic bisa kamu tinggalkan dan jauhi, tapi kalau keluarga toxic gimana? Karena semua hal yang kita lakukan berhubungan dengan keluarga. Yayasan pulih memberikan tawaran solusi seperti ini, kamu harus bersikap tegas, maksudnya kamu menjelaskan tentang pendapat dan keyakinanmu, kalau itu masih tidak bisa? Belajarlah untuk menerima, seperti kata Mark Manson bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi kepedihan adalah belajar bagaimana menanggung semua itu.

Tapi tidak semudah itu ya kan? Memang benar, oleh karenanya kita harus berdamai dan mencintai diri sendiri, langkah selanjutnya yaitu hubungi tenaga layanan dan pendamping yang profesional, semacam psikolog anak atau keluarga, jika kamu merasa sudah tidak tahan dengan kondisi itu. Hal penting yang harus kamu ingat adalah cintai dirimu sendiri apa adanya. Tetap semangat ya! []

Tags: pendidikanpsikologiPsikologi Keluargaremaja
Nur Fitriani

Nur Fitriani

Nur Fitriani merupakan magister UIN Malang. Gadis asal Pasuruan ini memiliki mimpi yang sangat sederhana, ingin bermanfaat untuk orang banyak, dan ingin ikut andil dalam perubahan yang berkeadilan jangka panjang. Saat ini dirinya menjadi anggota komunitas menulis Puan Menulis.

Terkait Posts

Jumlah mahar

Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw

2 April 2023
Mahar adalah Simbol

Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

2 April 2023
Anak Kehilangan Sosok Ayah

Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

2 April 2023
Tujuan menikah

Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

1 April 2023
Momen Ramadan

Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

1 April 2023
Sarana Menikah

Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

1 April 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Kehilangan Sosok Ayah

    Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist