Mubadalah.id – Siapa yang tak kenal Sherlock Holmes? Seorang detektif fiktif asal Inggris yang sangat jenius dan ceritanya amat masyhur di masyarakat dunia, seperti halnya Harry Potter. Ceritanya laris di pasaran, baik berupa novel maupun filmnya. Yang tak kalah menarik ialah sosok adik perempuannya, Enola Holmes. Karakternya memiliki kemampuan seperti Sherlock Holmes, bahkan analisisnya bisa mengunggulinya.
Film pertama rilis pada tahun 2020, dan film keduanya baru saja rilis awal bulan November tahun ini. Dua Film Enola Holmes berhasil membuat saya terkagum-kagum. Pasalnya, kedua film tersebut menggambarkan nilai kesetaraan gender dan peran perempuan dalam memperjuangkan keadilan. Kali ini saya ingin fokus membahas film Enola Holmes 2 yang menggambarkan 3 potret relasi mubadalah atau kesalingan, di antaranya:
Relasi Mubadalah dengan Pasangan
Dalam filmnya, karakter Enola Holmes berpasangan dengan seorang bangsawan yang berpikiran progresif bernama Tewkesbury. Sekalipun secara kasta mereka berdua berbeda, tetapi perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan.
Pemikiran yang progresif ini dapat menciptakan relasi mubadalah atau kesalingan, dimana tidak melihat seseorang dari strata sosialnya, melainkan nilai atas dirinya. Artinya, seseorang kita katakan terhormat oleh sebab perilakunya yang terpuji, bukan semata-mata entitas yang melekat dalam diri.
Relasi mubadalah juga tidak akan membatasi potensi yang dimiliki pasangan, khususnya perempuan yang acap kali mengalami subordinasi dan stigmatisasi. Sehingga, kiprahnya malah terhalang oleh standar masyarakat patriarkis yang merugikan perempuan. Pada dasarnya, perempuan berhak melakukan atau memilih apapun yang menurutnya benar. Selagi bernilai maslahah. Misalnya, meniti karir atau berlatih bela diri.
Sebaliknya, laki-laki juga tidak seharusnya kita bebankan untuk selalu bisa menjaga pasangannya dari mara bahaya, atau memiliki kecerdasan yang lebih unggul agar dapat memimpin dengan baik. Hal tersebut termasuk toxic masculinity di mana laki-laki kita tuntut menjadi kuat dan dapat memimpin. Lagi-lagi, memenuhi standar yang dibuat masyarakat patriarkis.
Padahal, relasi mubadalah justru membentuk hubungan yang saling melengkapi satu sama lain, a partnership. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memimpin dan kita pimpin. Masing-masing juga memiliki peran di ranah publik dan domestik. Tidak ada dominasi di antara keduanya. Terlebih jika berhadapan dengan pasangan yang suportif, hubungan akan menjadi luar biasa.
Relasi Mubadalah dengan Saudara
Dalam hubungan persaudaraan, tak jarang kakak beradik merasa iri satu sama lain lantaran didikan, karakter, atau perjalanan hidup yang tentunya masing-masing berbeda. Termasuk terkait relasi kuasa. Sekalipun relasinya sedarah, sangat mungkin menimbulkan konflik antar saudara.
Misalnya, sebagai kakak malah sewenang-wenang menyuruh adik tanpa henti. Padahal ia bisa melakukannya sendiri. Atau mengekang dan mengontrolnya untuk menuruti perintahnya. Sekalipun sang adik keberatan atau menolak. Sikap ini seringkali terpicu oleh sebab pandangan bahwa kakak yang merawat adik punya hak juga untuk mengatur jalan hidupnya.
Padahal, jika relasi antar saudara menerapkan nilai kesalingan atau mubadalah. Maka hal tersebut tidak akan terjadi. Seperti halnya gambaran relasi Sherlock Holmes dan adik perempuannya pada film Enola Holmes 2.
Relasi Mubadalah dengan saudara tidak akan memunculkan sifat iri dengki. Tidak juga menyalahgunakan kuasa yang dimiliki. Sebaliknya, justru akan memberikan dukungan dan kesempatan untuk bertumbuh pun berkembang sesuai dengan passion yang dicita-citakan. Tanpa ada paksaan karena setiap orang adalah individu yang merdeka. Subjek penuh kehidupan.
Relasi Mubadalah dengan Sesama Perempuan
Potret terakhir relasi mubadalah yang tercermin dalam film Enola Holmes 2 ialah relasi antar sesama perempuan. Secara garis besar, film ini menceritakan perjuangan perempuan pekerja pabrik korek api yang menuntut haknya untuk dapat terjamin kesehatannya di tempat kerja.
Namun, yang terjadi justru perusahaan mengubah bahan baku korek api dengan zat kimia berbahaya. Semata-mata untuk meningkatkan keuntungan yang diperoleh dengan mengesampingkan keamanan perempuan pekerjanya.
Sekalipun latar waktu pada film tersebut berkisar tahun 1900-an, tetapi isu ini masih tetap relevan hingga sekarang. Korupsi yang penguasa atau pemilik modal lakukan sejatinya lahir dari budaya patriarki yang masih kental di masyarakat. Merugikan pihak yang rentan, termasuk menafikan pengalaman perempuan.
Salah satu cara untuk melawan hal tersebut ialah dengan saling menguatkan antar sesama perempuan. Women supporting women. Sehingga, perempuan yang terbungkam suaranya, takut menghadapi segala bentuk kekerasan, perlahan akan berani melawan penindasan atas dirinya. Karena akhirnya sadar bahwa mereka tidak sendiri.
Semangat saling menguatkan pun memberdayakan antar sesama perempuan ini sangat penting terinternalisasi pada setiap jiwa perempuan. Mengingat tantangan yang women supporting women hadapi juga ialah queen bee syndrome, atau terjemahannya ialah sindrom ratu lebah.
Sindrom ini menunjukkan sikap ofensif perempuan di mana ia suka menghakimi dan takut tersaingi oleh perempuan lainnya. Sikap ini juga menjadi salah satu turunan dari budaya patriarki. Ketika perempuan sulit untuk setara dengan laki-laki, ia justru berkompetisi secara tidak sehat dengan sesama perempuan lainnya. Jangan kita tiru ya bestie!
Inti dari relasi mubadalah ialah pandangan yang memuliakan, memerdekakan, memberikan kemaslahatan, serta membahagiakan antar sesama. Baik relasi dengan pasangan, keluarga, juga pertemanan. Dan nilai-nilai mubadalah yang telah saya jelaskan di atas, saya amati banyak terselip dalam film Enola Holmes 2. Sebuah film yang sangat berkesan untuk menemani akhir pekanmu, salingers! []