• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Peringatan Hari Buruh dan Hak Perempuan Pekerja

Jadi perempuan pekerja itu berat. Tapi tidak bekerja juga sama beratnya jika keadaan tidak memungkinkan untuk diam di rumah saja.

Rofi Indar Parawansah Rofi Indar Parawansah
01/05/2021
in Featured, Publik
0
Hari Buruh

Hari Buruh

522
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur nasional dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional. Buruh secara umum merupakan sebutan bagi para pekerja swasta. Sering kita sebut mereka dengan kata karyawan. Selain itu, hari buruh sering dijadikan sebagai momentum para buruh menuntut hak terhadap perusahaan atau kepada pemerintah yang berkaitan. May day sering menjadi ajang unjuk rasa para pekerja. Turun ke jalan menyuarakan suara dengan dasar meminta keadilan.

Bicara pekerja, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan perempuan didalamnya. Patriarki boleh saja menekankan perempuan supaya duduk diam dirumah mengerjakan pekerjaan domestik dan menyerahkan sepenuhnya urusan nafkah kepada suami. Namun keadaan terkadang memaksa perempuan untuk bekerja mencari nafkah, menjadi tulang punggung keluarga. Tidak sedikit perempuan yang menjalani peran ganda dalam keluarga sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah. Banyak sekali jumlahnya.

Adalah Marsinah, salah satu aktivis buruh perempuan pada masa orde baru yang harus gugur karena diculik bahkan dianiyaya karena kevokalannya menyuarakan hak para buruh. Aksinya pada saat itu bertentangan dengan aturan pemerintah yang berlaku. Dimana masyarakat tidak diberikan kebebasan bersuara.

Kita mungkin sudah sering menyuarakan kepada perempuan di luar sana untuk bisa bekerja, mandiri secara finansial mengaktualisasikan diri semaksimal mungkin sebagai ajang pembuktian bahwa tugas perempuan tak melulu masalah rumah tangga dan perintilannya. Kita mendukung sepenuhnya perempuan untuk maju, melangkah menggapai mimpi setinggi langit dengan asa yang membumbung tinggi. Menyemangatinya supaya terus maju kedepan.

Faktanya tidak semudah itu. Ada banyak ancaman yang mengintai perempuan ketika memutuskan untuk bekerja setelah berumah tangga. Serba salah sekali rasanya. Ketika bekerja ia akan di ingatkan lingkungannya bahwa ia memiliki keluarga yang harus dijaga. Dijaga dalam artian diurus jasmaninya, disiapkan kebutuhannya dan dilayani keinginannya.

Baca Juga:

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Bahkan sebagai perempuan pekerja banyak mata mengawasi apakah ia berhasil dalam mengurus keluarnya atau tidak. Bahkan masyarakat tidak akan begitu peduli pada pencapaiannya, naik pangkat atau tidak? Gaji besar atau kecil? Semuanya tak masalah. Karena yang sering dilihat adalah apakah anaknya diurus dengan baik? Apakah suaminya dilayani dengan baik? Apakah keluarganya harmonis, dan lain sebagainya.

Selain itu, kekerasan seksual masih mengintai perempuan dalam lingkungan kerja. Tak sedikit bos yang menggoda karyawannya hanya karena melihat dia masih muda dengan pakaian cukup terbuka. Lalu yang disalahkan? Tetap perempuan. Ia akan disalahkan karena pakaian yang digunakan, dianggap menggoda dan memberi umpan. Belum lagi candaan-candaan yang dianggap “lucu” justru malah melecehkan perempuan. Atau para laki-laki yang tidak mampu menerima saat disandingkan dengan perempuan dalam suatu pekerjaan karena ia merasa lebih unggul dari perempuan.

Banyak sekali kejadian tidak mengenakan yang sering menimpa pihak perempuan ketika memutuskan untuk bekerja. Bohong jika ada yang berkata bekerja hanya karena mengisi waktu atau hanya untuk bersenang-senang. Saya tebak, hampir 90% perempuan memutuskam untuk bekerja karena ia memiliki kebutuhan. Ada yang butuh untuk menghidupi keluarga, menghidupi diri sendiri, atau memuaskan beberapa keinginan yang cukup berat diwujudkan jika hanya mengandalkan pasangan.

Pengalaman biologis perempuan juga cukup memberatkan kaum perempuan ketika bekerja. Saat haid hari pertama kita sering mengalami PMS, rasa sakit yang tak tertahan atau emosi yang tak terkendali. Tentu kondisi ini akan semakin memberatkan beban pekerjaan yang harus dilakukan. Sebab itu, perusahaan atau penyedia pekerjaan sudah sepatutnya memberikan hari libur bagi perempuan yang sedang menstruasi. Sebagai bentuk dukungan meringankan pengalaman biologis perempuan.

“Lho, nanti rugi perusahaannya kalau kebanyakan ngasih libur?”

Tenang, tidak harus selama masa haid perempuan kok. Setiap perempuan mempunyai kondisi yang berbeda ketika menghadapi PMS. ada yang merasa sakit berhari-hari, ada yang hanya satu hari, bahkan ada juga yang tidak mengalami rasa sakit apapun. Periode rasa sakitnya pun tidak sama setiap bulannya. Cuti hamil dan melahirkan mungkin sudah banyak yang menyediakan walau tidak semuanya maksimal.

Selain itu, diskriminasi dan rasisme terkadang tidak dapat dihindarkan dari perempuan. Pernah melihat iklan lowongan pekerjaan untuk posisi kasir di sebuah swalayan terkenal? Salah satu syarat yang dicantumkan disana selain tingkat pendidikan adalah berpenampilan menarik. Seolah nilai perempuan diukur dari tampilannya. Kemampuan boleh diasah nanti setelah diterima asalkan dia memiliki penampilan yang menarik dan tinggi badan yang sesuai.

Tentu, ini merupakan kebijakan perusahaan. Tapi ya gimana, apa perempuan harus ngaca dulu sebelum melamar kerja? Mengukur apakah wajah dan penampilannya masuk kategori menarik atau tidak? Tinggi badannya ideal atau tidak? Rasanya berat. Kaum yang merasa tidak cantik lebih baik putar balik.

Jadi perempuan pekerja itu berat. Tapi tidak bekerja juga sama beratnya jika keadaan tidak memungkinkan untuk diam di rumah saja. Walau kini banyak perempuan yang memutuskan untuk membangun usaha dari rumah. Salah satu latar belakangnya adalah supaya tidak menelantarkan keluarga dan melalaikan kewajibannya sebagai istri dan orang tua.

Masih saja, ujungnya mengurus rumah tangga sebagai tolok ukurnya. Jadi gimana, hari buruh mau menggugat apa saja? []

 

Tags: Hak Perempuan Pekerjahari buruhMay Dayperempuanperempuan bekerjaperempuan kepala keluarga
Rofi Indar Parawansah

Rofi Indar Parawansah

Perempuan belajar menulis

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID