Mubadalah.id – Dalam tradisi khitan perempuan, menurut Ulama Perempuan KUPI, Maria Ulfah Anshor, tampak sekali mitos yang konon katanya untuk meredam hasrat seksualitas perempuan, agar tidak liar. (Baca: Potret Pendidikan Perempuan dalam Hidup dan Kehidupannya)
Sebagian besar alasan perempuan harus dikhitan, lanjut kata dia, adalah agar perempuan tidak agresif.
Tradisi Sunat Perempuan Sangat Ironis
Jika demikian, penulis buku Parenting With Love menegaskan, sunat bagi perempuan sama dengan melakukan pengebirian terhadap perempuan, bukan sekadar mengurangi agresivitas, tetapi perempuan dilemahkan supaya mudah menjadi objek seksualitas laki-laki.
“Dalam tradisi tersebut tampak sekali intervensi dan kontrol orang lain terhadap alat vital perempuan yang sesungguhnya menjadi bagian yang sangat pribadi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Maria menyebutkan, dengan tradisi sunat perempuan ini justru sangat ironis.
Sejumlah hasil penelitian dari akademisi membuktikan bahwa sunat bagi perempuan tidak memberikan manfaat apa pun kecuali menyakiti bayi perempuan. Akan tetapi masyarakat kita masih banyak yang rela melakukannya.
“Tragisnya, hingga kini tidak ada standardisasi yang jelas dari Departemen Kesehatan, padahal para bidan, baik di klinik bersalin maupun rumah sakit, bahkan banyak rumah sakit besar, melakukan praktik khitan perempuan,” ucapnya. (Baca: Khitan Perempuan sebagai tradisi atau syariat agama?)
“Klinik-klinik kecil atau rumah bersalin biasanya penawaran khitan ini menjadi satu paket dengan tindik (pembuatan lubang anting pada telinga perempuan),” tukasnya. (Rul)