Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa banyaknya fenomena eksploitasi terhadap pasangan yang jauh lebih tua atau yang jauh lebih muda membuat masyarakat dunia, termasuk masyarakat muslim merasa perlu memberlakukan pembatasan dalam usia menikah.
Pembatasan usia menikah itu, menurut Nyai Badriyah untuk mencegah atau minimal mengurangi kemungkinan ekploitasi itu.
Nyai Badriyah juga mengungkapkan, keputusan Rasulullah Saw untuk menikahkan Fatimah kepada Ali yang usianya hanya terpaut 2 tahun dan menolak secara halus pelamar yang usianya terpaut terlalu jauh.
Hal itu, kata dia, telah menjadi referensi sejarah bahwa perbedaan usia menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan agar pernikahan tidak kandas di tengah jalan.
Atas dasar referensi sejarah tersebut dan adanya fakta-fakta eksploitasi, saat ini telah terjadi kesadaran masif di dunia Islam.
Kesadaran masif di dunia Islam tersebut bahwa upaya untuk mewujudkan cita-cita perkawinan yang sakinah mawadah warahmah sebagaimana pesan al-Qur’an perlu dukungan negara.
Sebab perkawinan yang melibatkan dua keluarga terkait langsung dengan keteraturan sosial dan ketertiban masyarakat.
Maka, Nyai Badriyah menyebutkan langkah-langkah yang menimalisir resiko perceraian, memperkecil peluang eksploitasi.
Lalu, KDRT, dan tidak harmoni lainnya pun harus negara lakukan dengan menuangkannya dalam undang-undang hukum keluarga.
Pada umumnya, kata dia, negara-negara Muslim memberlakukan batas minimal usia menikah. Sebagian di antaranya melangkah lebih jauh, yakni memberlakukan batas maksimal beda usia. (Rul)