Mubadalah.id – Hifzh al-din (perlindungan agama dan keyakinan) di kalangan ulama klasik, prinsip ini hanya mencakup perlindungan agama secara ekslusif hanya untuk umat Muslim.
Pasalnya dengan prinsip hifzh al-din membuat mereka dapat leluasa berkeyakinan dan beribadah secara Islam. (Baca juga : Hifzh Al-Mal Jadi Prinsip Dukungan Finansial yang Cukup Bagi Anak)
Namun kemudian para ulama dan cendekiawan kontemporer kembangan menjadi inklusif untuk melindungi semua agama, dan bagi penganut agama apapun di seluruh dunia.
Artinya, perlindungan agama sebagai prinsip maqashid al-syari’ah telah bertransformasi, dengan basis nilai “tidak ada paksaan dalam beragama” (Ia ikraha fi al-din, QS. al-Baqarah: 256), menjadi hak kebebasan beragama.
Namun, untuk kalangan orang dewasa saja, isu ini juga masih sangat krusial dan kontroversial di kalangan ulama dan cendekiawan Muslim. (Baca juga : 6 Parenting Ala Gus Dur yang Penting Kita Teladani)
Apalagi menerapkannya untuk mereka di usia anak yang dalam Islam belum memiliki kecakapan (al-ahliyyah) yang utuh sebagaimana orang dewasa.
Pasalnya, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, yang paling minimal adalah prinsip ini dapat sebagai perlindungan dan penyediaan fasilitas yang memadai bagi anak.
Fasilitas ini akan berguna agar memperoleh penguatan spiritual dari nilai-nilai agama yang kedua orang tuanya anut.
Selain penguatan spiritual, juga berguna untuk menguatkan nilai-nilai budaya yang hidup di masyarakatnya, yang menguatkan eksistensinya sebagai manusia yang bermartabat.
Juga termasuk berguna sebagai hamba Allah SWT di muka bumi. Termasuk memiliki peran untuk bermanfaat semaksimal mungkin kepada seluruh umat manusia dan alam semesta. (Rul)