• Login
  • Register
Kamis, 17 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Nilai Mubadalah dalam Film Laal Singh Cadda

Film drama komedi ini sebenarnya sedikit mengangkat isu sensitif soal perang saudara dan ekstrimisme atau gerakan separatis, masalah yang kayaknya relevan juga sama keadaan Indonesia

Aida Nafisah Aida Nafisah
08/11/2022
in Film
0
Nilai Mubadalah

Nilai Mubadalah

400
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mari kita bahas film lagi salingers. Mungkin judul tulisan ini akan lebih tepat dengan “Nilai Mubadalah dalam Film Forrest Gump” mengingat film Forrest Gump adalah cerita otentik yang dibikin kembali dalam versi India. Tapi, karena aku lebih suka nonton versi Indianya jadi kita pakai judul Laal Singh Caddha aja ya.

Entahlah menurutku Laal Singh Caddha punya warna tersendiri, mungkin karena vibesnya asian jadi lebih touching aja kali ya, apalagi kalau pemeran Forrest Gump versi India sekaligus produsernya adalah Amir Khan. Tau kan film-film Amir Khan tuh seperti apa? Pasti bagus!

Seperti yang kita pahami, bermubadalah ialah bagaimana kita membangun serta merawat relasi antara kita sebagai manusia dan seluruh semesta. Relasi yang paling dekat adalah hubungan kita dengan sesama manusia. Dengan orang tua, teman, pasangan, kolega, dll. Dari sinilah kita bisa sedikit mengindentifikasi, apakah kita udah praktik nilai mubadalah atau belum.

Praktik Kesalingan

Di sini kita akan lihat adakah nilai mubadalah antara Laal dengan orang-orang di sekitarnya?

Pertama, dengan orang tuanya. Hubungan Laal sama orang tuanya emang rada unik ya. Laal jadi anak yang super-duper nurut sama emaknya. Sebenarnya “nurut” ini punya maksud yang abu-abu, nurut dalam arti saling memberi support atau karena relasi kuasa?

Baca Juga:

Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

Kisah Ronggeng Dukuh Paruk dan Potret Politik Tubuh Perempuan

Kala Kesalingan Mulai Memudar

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Betul sekali, Laal nurut dalam artian yang positif. Dalam satu adegan ada dimana Laal juga berani ngambil sebuah keputusan besar untuk buat usaha sendiri, terbukti hal ini jadi salah satu capaian kesuksesan Laal.

Disisi lain sang ibu emang udah ngatur anaknya harus sekolah dimana dan jadi apa, tapi nggak sesaklek itu sih, ibu Laal cukup easy going sama hal-hal yang terjadi di hidup Laal. Misalnya, ibunya malah minta Laal untuk pulang kerumah pasca Laal ikut perang. Padahal jadi Tentara tuh, dream come true sang ibu banget.

Kedua, sama kekasihnya Rupa. Aduh campur aduk banget deh liat tingkah Laal sama Rupa. Kayaknya hidupnya Laal tuh beneran hanya didedikasikan untuk Rupa.

Sebenarnya Rupa bisa aja si memanfaatkan Laal, tapi kalau bermudalah kan nggak gitu ya. Dan faktanya Rupa nggak pernah memanfaatkan Laal. Di beberapa kesempatan Rupa malah membatasi diri sama Laal, hal ini emang bikin Laal galau bukan main, bahkan Laal bisa lari beribu kilo meter karna galau berat sama Rupa.

Namun, akhirnya perjuangan membuktikan, cinta Laal dan Rupa tetap bersemi. Jadi buat kamu yang masih memperjuangkan si dia, tetap semangat ya.

Nilai Mubadalah yang Sering Kita Abaikan

Ketiga, hubungan Laal sama temannya Bala dan Muhammad. Adegan ini emang lebih banyak bikin ngakak si. Tapi mungkin ini jadi nilai mubadalah yang sering kita abaikan.

Omongan dan janji antara Laal dan Bala soal usaha pakaian dalam yang seringkali terlihat becanda tapi bisa ditepati sama Laal, meskipun sang sahabat (Bala) telah tutup usia karena perang. Laal bahkan bisa kasih keuntungan penjualan ke keluarga Bala sesuai obrolan yang mereka bicarakan sebelum Bala wafat. Wah Laal beneran sangat menghargai ide temannya sampai segitunya ya.

Lalu bagaimana dengan Muhammad? Muhammad sebenarnya adalah musuh Laal dalam perang, doi adalah kepala genk teroris bahkan. Tapi karena kepolosan Laal, akhirnya Muhammad diselamatkan juga dari keosnya kondisi perang.

Kita jarang banget kan mau menyelamatkan musuh, rasanya emang ogah banget. Tapi bermubadalah itu bukan tentang pilah-pilih, selagi kita masih punya kesempatan hidup, artinya kita harus merawat semua relasi ini.

Dari musuh jadi teman. Laal dan Muhammad bahkan jadi partner dalam berbisnis. Akibat strategi marketing dari Muhammad, usaha Laal bisa laris manis dan berkembang pesat.

Keempat, sama orang asing di kereta. Awal nonton film ini cuma bisa geleng-geleng kepala pas Laal mulai ajak seorang ibu yang duduk di depannya ngobrol, namun lambat laun skill Laal dalam mengemas kisahnya bahkan dapat perhatian penumpang satu gerbong.

Kalau ketemu orang yang kita nggak kenal, rasanya canggung kan mau ngajak ngobrol. Apalagi buat anak introvert, ini tantangan banget. Kalau point ini emang nggak wajib si, tapi ada satu cara pandang Laal terhadap orang yang ia nggak kenal.

Laal bercerita seakan ia sedang curhat sama teman terdekat. Mungkin beginilah Laal menciptakan relasi mubadalah bahkan dengan orang yang tak dikenal secara pribadi, ia menumpas batas dari orang asing jadi teman, tentunya dengan rasa aman. Laal juga dengan senang hati menjawab pertanyaan-pertanyaan dari penumpang lain terhadap cerita-cerita Laal yang belum tuntas.

Pesan Moral

Terakhir, Film drama komedi ini sebenarnya sedikit mengangkat isu sensitif soal perang saudara dan ekstrimisme atau gerakan separatis, masalah yang kayaknya relevan juga sama keadaan Indonesia. Dari isu inilah ada scene yang nggak kalah mengharukan. Di mana Muhammad bilang, dia mau balik ke kampung halamannya buat didik anak-anak di sana, supaya nggak terpapar pemahaman radikalisme.

Laal sendiri juga punya mimpi yang gak kalah mulia dan tentunya sangat mubadalah. Laal bilang dia benci membunuh orang. Bagiku membunuh bukan hanya tentang menghilangkan nyawa tapi juga karakter.

Laal nggak pernah menghakimi orang-orang yang anggap dia aneh bahkan bodoh. Yang Laal lakukan hanya fokus sama  apa yang mau dia raih. Mungkin begitulah ya cara bermubadalah Laal terhadap diri sendiri. Dia yakin, dia bisa raih apa yang dia mimpikan. []

Tags: FilmFilm IndiaFilm Laal Singh CaddaKesalinganperspektif mubadalahReview Film
Aida Nafisah

Aida Nafisah

Sedang belajar menjadi seorang ibu

Terkait Posts

Film Sultan Agung

Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung

11 Juli 2025
Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Squid Game

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

3 Juli 2025
Nurhayati Subakat

Nurhayati Subakat, Perempuan Hebat di Balik Kesuksesan Wardah

26 Juni 2025
Film Animasi

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

22 Juni 2025
Film Azzamine

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

20 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sirkus

    Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mu’adzah Al-Adawiyah: Guru Spiritual Para Sufi di Basrah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mu’adzah Al-Adawiyah: Guru Spiritual Para Sufi di Basrah
  • Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan
  • Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?
  • Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 
  • Perempuan Menjadi Pemimpin, Salahkah?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID