• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Belajar Kesetaraan Gender dengan Santuy ala Kalis Mardiasih

Kalis Mardiasih memang bukan satu-satunya. Tapi di usianya yang relative muda, dia mengajarkan bagaimana orang awam gender seperti saya untuk membaca. Lalu menilai, dan merasakan sisi perempuan dari sudut pandang yang lain

Nur Kasanah Nur Kasanah
18/11/2022
in Personal
0
Kesetaraan Gender

Kesetaraan Gender

882
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apa yang terbersit dalam pikiran kita sebagai orang awam jika menyoal gender? Bahasa yang terkesan filosofis dan rumit, hanya untuk aktivis femisnisme, butuh pemahaman dan telaah yang serius? Setidaknya itulah yang saya pikirkan jika mendengar kata kesetaraan gender.

Belum lagi jika membahas tentang kesetaraan, wah harus melek hukum, menguasai teori-teori feminisme, berjejaring dengan orang-orang penting dan seterusnya. Tetapi persepsi itu patah saat saya membaca konten dari seorang Kalis Mardiasih. Penulis kelahiran 16 Februari 1992 yang aktif membahas kesetaraan gender.

Berawal dari konten di mojok.co yang saya temukan tidak sengaja dengan judul “Perempuan Pembuang Bayi yang Dimakan Anjing dan Lenyapnya Laki-laki yang Menghamilinya.” Sudut pandang saya tentang media, perempuan dan gender menemukan insight baru. Betapa selama ini ternyata kita begitu picik dan terkungkung dalam jerat patriarki yang ketat.

Setiap ada kasus perkosaan, hamil di luar nikah, perselingkuhan, kelahiran tidak diinginkan, pelecehan seksual, KDRT sampai poligami, selalu perempuan yang menjadi sasaran kemarahan, caci maki, kambing hitam, dan perundungan.

Belajar dari Tulisan Kalis

Hal ini makin diperparah dengan narasi media yang bisa menjustifikasi sepihak, baik judul ataupun konten berita. Ibarat sudah jatuh, masih tertimpa tangga pula. Sudah jadi korban tapi juga yang harus kita salahkan. Alih-alih memberikan dukungan, perundungan justru banyak dilakukan oleh sesama perempuan.

Baca Juga:

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

Tulisan-tulisan Kalis menjadikan saya berpikir ulang dan belajar menilai adil dari sisi perempuan. Terutama setiap kali ada isu dan fenomena yang nge-hits di jagad nyata dan maya. Mengajak perempuan bersikap adil dalam menyikapi fenomena-fenomena keperempuanan. Bukan malah ikut membully seperti hanya karena latah dengan komentar netizen ataupun headline judul berita yang mendiskreditkan perempuan yang berkasus.

Tak terasa semenjak itu saya tertarik dan mengikuti ide dan pemikiran Kalis. Di mana ia banyak menuangkan gagasannya di berbagai media, buku, website hingga akun media sosial pribadinya. Setidaknya, saya mencatat ada beberapa alasan mengapa Kalis adalah salah satu rujukan orang awam seperti saya untuk melek keadilan dan kesetaraan gender. di antaranya:

Menyuarakan Isu Gender dalam Bahasa Ringan

Sosok dan tokoh yang membicarakan atau bahkan menjadi rujukan kajian gender dan keluarga memang banyak. Mereka membagi ide dalam ruang seminar, buku, dan diskusi ilmiah. Tapi saya melihat Kalis berbeda. Saya cukup membaca di berbagai kanal online dan mengikuti akun media sosialnya, tanpa perlu hadir ke kelas resmi, membaca buku tebal apalagi mengeluarkan biaya mahal.

Penyampaiannya juga menggunakan bahasanya ringan, lugas, sering bercampur bahasa Jawa. Itupun masih kadang diselingi dengan meme dan kartun konyol. Tiap membaca unggahan instagramnya, saya tidak sadar jika saya sedang belajar ilmu yang rumit. Istilah-istilah sulit juga ia narasikan dengan analog yang mudah kita pahami.

Kalis juga tidak kaku menggunakan kata elo, gue, membahas tema yang dianggap tidak popular seperti lagu-lagu Kangen Band, Eny Sagita (penyanyi dangdut local Jawa Timur). Bahkan buku-buku Kalis seperti Muslimah yang Diperdebatkan, Hijrah Jangan Jauh-Jauh Nanti Nyasar, dan  Sisterfillah, You’ll Never Be Alone! Ia tulis dengan bahasa gaul dan desain sampul kartun yang lucu.

Ajakan Mencintai Diri Sendiri

Hal lain yang membuat saya jatuh cinta pada pemikiran Kalis dalam ide keperempuanan adalah ajakannya untuk lebih dulu mencintai diri sendiri. Ada banyak tulisan Kalis di instagram yang mengedukasi bagaimana kita tidak seharusnya keras pada diri sendiri untuk bisa diterima orang lain. Entah dengan memaksakan tampil good looking yang notabene meminta banyak perngorbanan.

Mengenali lawan jenis yang manipulatif dan sebenarnya mencintai. Berani berkata tidak pada keinginan pasangan yang tidak ingin atau tidak bisa kita lakukan. Mengajari mana hubungan sehat dan mana yang toxic. Bahkan Kalis juga mengargumentasikan dengan logis secara ilmiah dan syar’i tentang dukungannya pada perempuan yang bekerja di luar rumah, mereka bukan gila harta, bukan juga berupaya mengungguli pria.

Pun, ajakan tentang mencintai tubuh perempuan. Perempuan adalah makhluk yang punya kedaulatan penuh atas tubuhnya sendiri. Dia boleh menolak ajakan seks suami saat tubuhnya sakit, menstruasi atau lelah. Bahwa tubuh perempuan bukan mesin produksi bayi, yang harus bersedia memenuhi tuntutan suami atau pasangan untuk melahirkan jumlah anak sekian dan sekian. Bagi awam seperti saya, pemikiran ini bisa meng-counter arus pemikiran lain. Bahwa perempuan salihah adalah yang harus selalu di rumah, nurut, tidak membantah.

Kolaborasi Bersama Pasangan

Setara artinya sejajar, sebanding, sama tingkatnya, sepadan, dan seimbang. Membicarakan soal kesetaraan gender berarti ada dua atau lebih hal yang kita ukur. Setara juga tidak harus berarti sama. Misal untuk mendapatkan angka 8 kita tidak harus selalu menggunakan formulasi 4×2 tetapi bisa juga 3+5, 2+7+1, 16:2 , atau bahkan 12-4.

Hal menarik yang menjadi catatan tersendiri dari belajar gender dari seorang Kalis Mardiasih adalah pelibatan atau kolaborasi dengan suami dalam beberapa kontennya. Meski tidak mendominasi dalam feed instagram-nya. Bahkan beberapa tampilan Agus Mulyadi terlihat konyol dan receh. Tapi tetap saja menimbulkan antusias follower untuk memberi komentar segar, lucu, hingga dramatis mengisahkan diri mereka sendiri.

Kalis dan suami mengajarkan bagaimana sebaiknya suami dan istri adalah partner yang setara dan saling mendukung. Yakni untuk mewujudkan kehidupan yang berkualitas lebih baik bagi kedua belah pihak. Mereka tidak sungkan membahas tentang kapan berhubungan yang sehat, diskusi tentang anak, pembagian pekerjaan domestik, kapan boleh pergi, berapa batasan waktu untuk kerja di luar rumah, hingga spilt bill untuk jajan dan kebutuhan rumah tangga.

Bahkan dalam salah satu unggahannya, Kalis dengan kocak menulis bahwa suami istri adalah partner untuk nyicil angsuran bank. Kalis dan Agus memang bukan pasangan sempurna, tapi mereka belajar dan mengajarkan bagaimana menjadi pasangan yang setara dan bahagia untuk menjalani pernikahan yang sehat secara fisik dan mental.

Konsisten Mengedukasi dan Menanggapi Komentar Buruk Tanpa Emosi

Keputusan Kalis untuk tampil dan mengedukasi gender di media sosial tentunya sudah kita pahami betul bahwa apa yang sudah ia unggah ke akun yang tidak ia privasi berarti sudah menjadi milik khalayak. Orang bebas menanggapi semau gue. Sebagaimana mafhumnya, tentu tidak semua yang mampir ke akun Kalis adalah penggemar yang seperti saya, tapi hater yang berseberangan pemikiran dengannya.

Tidak sedikit yang mengomentari Kalis feminis sekuler dan orang gak berilmu. Tapi Kalis selalu punya bahasa yang kocak dan feed back yang santai tanpa emosi untuk menanggapi. Tidak sedikit juga menyerang dan berkomentar menyakitkan tentang fisik Kalis dan Agus yang tidak jarang dilakukan oleh akun-akun dengan nama religius. Tetapi, alih-alih marah, Kalis justru memberikan respon yang membuat pembaca tertawa.

Kalis Mardiasih memang bukan satu-satunya. Tapi di usianya yang relative muda, dia mengajarkan bagaimana orang awam gender seperti saya untuk membaca. Lalu menilai, dan merasakan sisi perempuan dari sudut pandang yang lain. Yakni tetap salihah tanpa harus terkungkung dalam belenggu patriarki seperti yang selama ini banyak bertebaran di akun-akun agamis. []

 

 

Tags: GenderInfluencerkalis mardiasihkeadilanKesetaranperempuan
Nur Kasanah

Nur Kasanah

Nur Kasanah yang akrab disapa Nana menyukai jalan-jalan dan tertarik pada isu keluarga, filantropi dan perempuan

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Istilah “Kurban Perasaan” Pada Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Raya dalam Puisi Ulama Sufi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID