• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mari Dukung Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) demi Kemanusiaan

RUU PPRT ini amat urgent untuk disahkan. Menundanya sehari saja, artinya kita membiarkan satu PRT menerima kekerasan dari pemberi kerjanya

Rezha Rizqy Novitasary Rezha Rizqy Novitasary
27/02/2023
in Publik
0
Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sewaktu masih duduk di sekolah dasar, saya ingat salah satu pembicaraan dari tetangga saya. Ia menerima telepon dari istrinya yang sedang bekerja sebagai TKW di Hongkong. Begitu gagang telepon ditutup, nampak wajahnya berubah sendu. Kepada alm. Mbah, ia mengatakan, “Jarene majikane moro tangan,” (Katanya majikannya suka main pukul).

Istrinya bekerja sebagai PRT di negeri orang. Ia sering menerima kekerasan dari majikannya apabila ada yang kurang dalam pekerjaannya.

Kisah lain tetangga saya alami. Selama menjadi PRT di negeri orang ia mengalami pelecehan seksual oleh bosnya. Hal itu nampaknya terjadi berulang kali. Hingga akhirnya ia hamil dan melahirkan seorang putri yang cantik.

Sayangnya karena ia merasa tak bisa lagi maksimal bekerja karena memiliki bayi, ia dipulangkan paksa oleh majikannya. Agen penyalurnya pun juga enggan membantunya mencari keadilan.

Akhirnya ia pulang ke tanah air sambil membawa bayi yang masih merah. Bisa kita bayangkan lemahnya perlindungan pekerja rumah tangga, dan bagaimana hujatan warga sekampung yang ia terima. Ia menerima cap sebagai perempuan murahan. Tak bisa menjaga diri, dan tak ada harganya lagi. Padahal ia adalah korban.

Baca Juga:

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Alarm Kekerasan Terhadap Anak Tak Lagi Bisa Diabaikan

Mengapa harus Menyebut mereka Pekerja Rumah Tangga?

Masyarakat kita lebih akrab menyebut para pekerja rumah tangga itu sebagai pembantu maupun Asisten Rumah Tangga (ART). Padahal baik pembantu maupun ART istilah itu masih kurang tepat.

Istilah pembantu justru menunjukkan bahwa pekerjaan mereka hanya bantu-bantu saja. Apa yang ia kerjakan bukan tugas utama. Padahal kenyataannya para PRT nyaris mengcover seluruh pekerjaan domestik. Menyebutnya sebagai pembantu mengecilkan usaha keras yang mereka lakukan seharian.

Menyebutnya dengan ART juga kurang tepat. Asisten artinya adalah orang yang bertugas membantu orang lain dalam melaksanakan tugas professional. Padahal ia bekerja sendiri. Merekalah pekerja professional itu. Mereka tak mungkin kita pekerjakan jika tak punya kemampuan untuk mencuci, memasak, dan membersihkan rumah.

Maka, lebih layak menyebut mereka sebagai Pekerja Rumah Tangga. Untuk mengakui yang mereka lakukan adalah sebuah pekerjaan.

Kelompok Rentan

Indonesia adalah negara penyumbang tenaga PRT terbesar di dunia. Menurut survei yang dilakukan oleh ILO dan Universitas Indonesia, jumlah pekerja rumah tangga mencapai 4,2 juta jiwa di tahun 2015. Jumlah ini terus bertambah hingga JALA PRT memprediksi di akhir tahun 2022 bisa mencapai 5 juta jiwa.

Sayangnya, para PRT adalah kelompok rentan dan marginal yang paling banyak menerima kekerasan. Menurut catatan JALA PRT sepanjang tahun 2012-2021, terdapat 400-an kasus kekerasan yang diterima oleh PRT. Para pekerja rumah tangga sebagian besar adalah perempuan. Seringkali mereka harus bekerja sangat ekstra melebihi jam kerja yang seharusnya. Waktu istirahatnya hanya sedikit.

Salah satu tetangga saya yang pernah menjadi PRT di negara lain mengatakan bahwa, ia baru bisa istirahat pukul 00.00 malam. Sementara pukul 04.00 dini hari mereka sudah harus kembali bangun dan bekerja.

Terkadang di hari libur seperti hari Minggu atau hari raya Keagamaan mereka juga tak mendapat liburan. Minimnya waktu untuk beristirahat dan liburan membuat fisik mereka semakin lemah. Sayangnya, ketika pekerjaannya kurang sempurna, mereka mendapat kekerasan fisik.

Kekerasan yang Diterima PRT

Pekerjaan yang terbebankan kepada mereka seringkali di luar batas kemampuannya. Mereka diwajibkan melakukan apapun di rumah itu. Bukan hanya soal membersihkan rumah, mencuci pakaian, atau memasak saja. Mereka juga terbebani dengan pekerjaan merawat anak balita atau lansia.

PRT seringkali mengalami praktik perbudakan modern. Mereka dianggap mau dieksploitasi karena membutuhkan uang. Terkadang mereka mengalami human trafficking, dipindahkan dan dioper ke majikan lain tanpa sepengetahuan keluarga dan orang terdekat.

Sebagian dari mereka ditempatkan di kandang kambing. Ada yang terbiarkan kelaparan, sementara mereka harus menyaksikan pemberi kerjanya makan enak. Lalu, ada yang mengalami kekerasan ekonomi, tak menerima gaji selama tiga bulan. Selain itu, ada pula yang tidak menerima gaji selama dua tahun. Bahkan ada pula yang majikannya siksa hingga kehilangan nyawa.

Menurut artikel yang Konde.co muat pada Oktober 2022, seorang PRT dengan inisial RN yang masih berusia 18 tahun mengalami kekerasan selama bekerja. Sebelumnya ia diminta menjaga balita dari pasutri dan akan mendapatkan gaji 1,8 juta per bulan.

Namun, kenyataannya ia juga melakukan pekerjaan domestik lain. Ia dipukul dan ditendang jika melakukan kesalahan. Ia pernah difoto dalam keadaan bugil. Diminta tidur di balkon tanpa busana. Dan diancam fotonya akan tersebar apabila melapor kepada polisi. Ia baru menerima gaji enam bulan kemudian hanya dengan nominal 2,7 juta.

Mengapa Penting Mendukung Pengesahan RUU PPRT?

PRT adalah kelompok rentan karena bekerja dalam kondisi yang tidak layak. Tidak ada batasan waktu. Tidak ada jaminan libur. Minimnya jaminan kesehatan dan rawan mendapat kekerasan, baik psikis, fisik, seksual, dan ekonomi. Mereka bekerja di ruang domestik dan privat sehingga minim akses bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengawasinya.

Padahal berkat adanya PRT kerja-kerja professional lain menjadi sukses. Tidak akan ada pejabat yang tenang bekerja jika tak ada yang menjaga anaknya. Para artis bisa mengembangkan karirnya jika ada PRT yang membersihkan rumah dan mencuci bajunya. Para pekerja kantoran dapat terus bekerja karena ada PRT yang mau membereskan pekerjaan di rumahnya.

Sayangnya payung hukum bagi PRT belum ada. Padahal mereka rawan menerima pelanggaran hak asasi manusia. Menurut UUD 1945 pasal 28, Setiap orang berhak mendapatkan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

Kelak dengan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) harapannya ada  keadilan dan perlindungan bagi kedua belah pihak. Yaitu bagi pekerja dan pemberi kerja. Selain itu juga akan ada sangsi bagi penyalur PRT jika melakukan pelanggaran seperti penyekapan, pemindahan, perdagangan manusia, dan pemalsuan identitas.

Menilik Pokok Pikiran RUU PPRT

Pokok pikiran dalam RUU PRT di antaranya adalah adanya pembatasan kerja bagi PRT. Ada PRT paruh waktu ada yang penuh waktu. Jenis pekerjaannya pun terkelompokkan berdasarkan kategori pekerjaan. Di antaranya jenis pekerjaan merawat balita, merawat orang sakit atau ABK, membersihkan rumah bagian dalam, membersihkan rumah bagian luar, mengemudi, mencuci pakaian, memasak, dan menjaga keamanan.

Para PRT juga berhak mendapatkan libur di hari minggu dan hari raya Keagamaan. Juga mendapat cuti 12 hari selama satu tahun. Dengan adanya pembatasan waktu dan beban kerja ini, harapannya para PRT tidak akan mengalami eksploitasi kerja lagi.

RUU PPRT ini amat urgent untuk disahkan. Menundanya sehari saja, artinya kita membiarkan satu PRT menerima kekerasan dari pemberi kerjanya. Padahal PRT adalah manusia yang setara dengan pemberi kerjanya. Mereka layak mendapat perlindungan hukum dari negara. Tidak ada seorang pun yang berhak menganiaya dan mengabaikan hak-haknya. []

Tags: Cerita PerempuanhukumIndonesiakebijakankekerasanNegaraperlindunganRUU PPRT
Rezha Rizqy Novitasary

Rezha Rizqy Novitasary

Guru Biologi SMA, tertarik dengan isu perempuan dan kesetaraan gender. Rezha merupakan peserta Kepenulisan Puan Menulis Vol. 1.

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID