Mubadalah.id – Dalam suatu kesempatan, Direktur GEDSI UNU Yogyakarta, Mbak Wiwin mengabarkan ia telah menulis artikel tentang “Puasa dan Praktik Mubadalah di Dalam Keluarga.” Artikel tersebut telah terbit pada Senin, 3 April 2023 di salah kanal media. Menurut Mbak Wiwin, setiap dosen UNU Yogyakarta wajib menulis, jadi setiap hari ada kolom khusus bagi para dosen UNU. “Selama bulan Ramadan ini kami punya program Kamandanu, di mana salah satunya bekerjasama dengan Mubadalah.id dalam tema Ngaji KUPI.” Ujarnya
Karena artikel yang telah Mbak Wiwin tulis itu menarik, dan menggunakan perspektif mubadalah, maka saya izin agar artikel tersebut bisa terunggah ulang di Mubadalah.id. Berikut tulisannya:
Pada hakikatnya, puasa tidak hanya menahan diri dari makan dan minum. Tetapi, juga menahan diri dari memperturutkan ego dan mengikuti hawa nafsu. Dalam konteks keluarga. Bulan puasa dapat kita jadikan momen untuk mendidik sekaligus praktik mubadalah. Agar relasi di antara suami dan istri, juga di antara orang tua dan anak menjadi sehat dan ma’ruf.
Makna Mubadalah
Mubadalah berasal dari bahasa Arab yang berarti mengganti, mengubah, menukar, menggilir, tukar menukar, dan makna seputar timbal balik (Al-Munawwir, 1997, Hal. 65–66). Sementara dalam bahasa Indonesia, istilah mubadalah dapat kita padankan dengan kesalingan atau resiprositas. Maknanya kedua belah pihak, baik laki-laki dan perempuan sama-sama diuntungkan (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016).
Sementara mubadalah, yang dicetuskan oleh KH. Dr. Faqih Abdul Kodir, merupakan sebuah konsep dalam berhubungan yang memegang prinsip setara, saling, sama dan hal lainnya yang sejenis (Qiraah Mubadalah, 2019). Kesalingan yang dimaksud adalah kesalingan di antara suami istri, anak dan orang tua, guru dan murid, mahasiswa dan dosen, dan sebagainya.
Gagasan tentang mubadalah berakar dari visi Islam itu sendiri sebagai rahmat bagi alam semesta seperti yang tersurat dalam QS Al-Anbiya (21) ayat 107. Prinsip mubadalah juga tidak terpisahkan dari misi kenabian yakni untuk mewujudkan akhlak al karimah. Pada titik inilah laki-laki dan perempuan adalah setara di hadapan Allah. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Allah, makhluk, manusia dan khalifah yang memiliki kewajiban bersama untuk menjaga dan memakmurkan bumi.
Selain itu, terdapat ayat-ayat Alquran yang membicarakan tentang keadilan. Seperti perintah untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, menghindari kejahatan, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mentaati Allah dan Rasul-Nya (At Taubah: 71) dan perintah untuk mencintai saudara sebagaimana mencintai diri sendiri (H.R Bukhari, No.13). Ayat dan hadits tersebut secara tersirat menunjukkan bahwa antara perempuan dan laki-laki memiliki posisi yang sejajar.
Praktik Mubadalah dalam Keluarga
Di dalam kehidupan keluarga, ada banyak contoh praktik mubadalah selama bulan puasa. Misalnya, dengan latihan saling mengendalikan diri dan mengelola emosi dan amarah. Hal ini secara langsung dan tidak langsung dapat meminimalisir terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang angkanya cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2023).
Puasa juga dapat kita jadikan sebagai ajang untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang baik, salah satunya melatih kemampuan mendengarkan. Selama bulan Ramadan, aktivitas kerja menjadi lebih singkat. Ada lebih banyak waktu luang bagi suami dan istri atau orang tua dan anak untuk ngobrol, mendengarkan satu sama lain, tanpa menginterupsi.
Secara psikologis hal ini tentu dapat meningkatkan kedekatan emosi di antara anggota keluarga, khususnya antara suami dan istri. Kedekatan emosi merupakan salah satu dari tiga komponen penting dalam relasi pernikahan, selain komitmen dan gairah. Kedekatan emosi itu sendiri dapat terlihat dalam bentuk rasa kasih sayang, mawaddah dan rahmah, di antara pasangan suami istri, seperti yang tercantum dalam QS Ar-Rum (30) ayat 21:
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Berbagi Peran Selama Ramadan
Contoh lain adalah, sering kali memasuki bulan suci Ramadan ada tradisi bersih-bersih rumah dan lingkungan. Di sinilah suami istri dapat bekerjasama membersihkan dan menata rumah dan lingkungan. Anak-anak juga dapat kita libatkan untuk mengambil peran sesuai dengan kemampuan mereka.
Sehingga sejak dini anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, kita latih untuk bertanggung jawab, dididik life skill mereka tanpa membeda-bedakan jenis pekerjaan. Tidak dijebak pada peran gender yang tidak adil. Misalnya anak laki-laki tidak boleh membantu di dapur, sehingga semuanya tidak kita bebankan kepada anak perempuan.
Selama bulan Ramadan, suami dan istri dapat saling membantu dan berbagi peran menyiapkan makanan ketika akan buka puasa dan sahur bersama. Bahkan suami bisa bangun lebih awal untuk menyiapkan makanan jika ia merasa istrinya telah banyak menguras energi dalam pengasuhan anak.
Melatih praktik mubadalah dalam keluarga sangat mungkin kita lakukan selama bulan Ramadan. Bukankah bulan Ramadan memang diperuntukkan sebagai bulan untuk menempa diri menjadi manusia yang lebih baik? []
*)Artikel ini pertama kali terbit di Times Indonesia pada Senin, 3 April 2023