• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Teori Interdependensi dan Mubadalah

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
02/09/2019
in Keluarga
0
117
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Satu yang paling menarik dan berbeda dari paparan KH Faqihuddin Abdul Kodir saat Bengkel Mubadalah di Malaysia pekan lalu adalah digunakannya teori psikologi Interdependensi Stephen R. Covey. Teori dalam buku The 7 Habits of Highly Effective People ini digunakan untuk menjelaskan pentingnya kesalingan dalam sebuah relasi.

Dalam teori interdependensi, Covey membagi tahapan manusia menjadi tiga, dependen (tergantung), independen (merdeka), dan interdependensi (saling ketergantungan). Pada tahap dependen, manusia amat bergantung dan mengandalkan orang lain. Semua manusia mengalami tahap ini saat dia lahir dan masih menjadi bayi, anak-anak bahkan remaja.

Relasi antara suami dan istri di dalam perkawinan selaiknya tidak berada pada tahapan ini. Di mana satu pihak hanya bergantung kepada yang lain. Unsur kesalingan dalam relasi dengan karakter dependen akan sulit tercapai.

Pada tahap kedua, manusia sudah bisa mengatur dan membuat keputusan sendiri, independen. Orang yang independen memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, mengetahui hal-hal yang harus diprioritaskan dalam hidupnya, serta memiliki perencanaan kehidupan yang matang. Relasi suami dan istri akan kuat saat kedua pihak berada pada mode independen. Satu sama lain bisa menjalani hidup dengan baik meski tidak terikat tali pernikahan.

Akan tetapi yang terjadi pada tahap ini hanya adalah suami dan istri sama-sama kerja. Bukan kerjasama. Menurut Covey, model independen tidak optimal untuk digunakan dalam lingkungan yang membutuhkan kerjasama.

Baca Juga:

Supaya terjadi kerjasama, pasangan harus didorong ke tahap ketiga, interdependen. Pada mode ini, kedua pihak bekerja sama untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat dicapai secara independen. Sesuatu yang lebih besar dibandingkan kepentingan diri sendiri. Sebagian orang masih beranggapan bahwa kebahagiaan adalah kemandirian dan kemerdekaan, meski kenyataannya kita saling bergantung.

Dalam hal ini, teori interdependensi ini mendorong siapapun untuk menyadari bahwa kesalingan adalah penting. Karena hidup ini selalu mengandaikan sebuah relasi, utamanya dalam kehidupan berkeluarga, antara suami dan istri. Di sinilah teori ini sesuai dengan mubadalah yang mendorong agar prinsip relasi suami dan istri adalah kesalingan, saling melengkapi, saling menolong, saling mengasihi, dan sebagainya.

Selanjutnya, berdasar tiga tahapan tadi, Covey merinci kebiasaan-kebiasaan penting yang dibutuhkan agar kesuksesan bisa diraih seseorang. Dalam hubungan suami istri, nilai-niai ini berguna untuk membangun relasi yang bahagia dan membahagiakan.

Kebiasaan pertama, Be Proactive. Kebaikan harus dimulai dari dalam, tidak bisa mengandalkan sinyal dari pasangan. Berusahalah untuk menjemput bola dengan mengambil inisiatif membuka komunikasi dengan pasangan.

Kebiasaan kedua, Begin with the End in Mind. Mempunyai tujuan hidup, mimpi, dan cita-cita perkawinan yang bersumber pada prinsip pribadi. Kebiasaan ketiga, Put First Things First. Mendahulukan hal-hal yang utama. Lakukan segera apa-apa yang sesuai dengan misi pribadi.

Kebiasaan keempat, Think Win/Win. Berpikirlah dan carilah cara untuk sama-sama menang. Carilah kesepakatan dan hubungan yang saling menguntungkan untuk suami dan istri. Andai tidak bisa untuk sama-sama memang, maka lebih baik untuk tidak menyepakati sama sekali.

Kebiasaan kelima, Seek First to Understand, Then to Be Understood. Berusahalah untuk memahami pasangan sebelum pasangan memahami kita. Covey menyajikan kebiasaan ini sebagai prinsip yang paling penting dari hubungan interpersonal. Mendengarkan akan menempatkan diri dalam cara pandang pasangan. Mendengarkan secara empatik akan membuat kita mendapatkan perasaan dan makna yang dipahami pasangan.

Kebiasaan keenam, Synergize. Tidak ada manusia yang diciptakan serupa, termasuk suami dan istri. Maka temukan cara untuk memanfaatkan perbedaan masing-masing agar tercipta sinergi, kemudian menciptakan capaian bersama yang lebih besar daripada yang bisa dicapai masing-masing. Saling mempercayai dan memahami juga bisa menyelesaikan konflik dan solusi yang lebih baik. Alih-alih memaksakan solusi dari salah satu pihak.

Kebiasaan ketujuh, Sharpen the Saw. Terus menerus menempa diri untuk meningkatkan kemampuan masing-masing, juga meningkatkan kualitas relasi antar pasangan. Tidak pernah berhenti untuk memperbaharui dimensi fisik, mental, social, emosional, dan spiritual. Serta menjaga keseimbangan antar dimensi.[]

Tags: InterdependensiTeori Sosial
Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Najwa Shihab dan Ibrahim

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

26 Mei 2025
Program KB

KB: Ikhtiar Manusia, Tawakal kepada Allah

23 Mei 2025
Alat KB

Dalil Agama Soal Kebolehan Alat KB

22 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID