Mubadalah.id – Suatu hari datang dua laki laki dari marga Bani Amir bertemu Istri Nabi, Aisyah r.a., seraya menyatakan bahwa “Abu Hurairah meriwayatkan hadist Nabi tentang tiga hal yg membawa sial, yaitu kuda, perempuan dan rumah”. Protes Aisyah terhadap Abu Hurairah pun terjadi.
Mendengar pernyataan itu, Aisyah sangat marah. Sungguh Rasulullah tidak bersabda seperti yang diriwayatkan Abu Hurairah, bentak Aisyah. Yang terjadi adalah bahwa Rasulullah sedang berkisah tentang keyakinan dan “cara pandang penduduk jahiliyah” yang menyatakan bahwa perempuan adalah salah satu dari tiga hal yang membuat sial.
Rasulullah sama sekali tidak dalam konteks meneguhkan keyakinan yang keliru itu.
Mengapa Abu Hurairah ra meriwayatkan hadist yang dapat dipahami seperti itu?
Aisyah menyatakan “Abu Hurairah tidak menghafal, tidak mengetahui keseluruhan hadist” ia hanya mendengar ujung hadist tetapi tudak mendengar awalnya yang justru menjadi konteks Hadist.
Abu Hurairah masuk dalam pertengahan majlis Nabi ketika Nabi sedang menyatakan “kesialan terdapat dalam kuda, perempuan dan rumah”. Padahal sebelumnya Nabi menyatakan “bahwa masyarakat Jahiliyah berpandangan salah ketika mereka menyatakan ‘tiga hal yg membuat sial…. ”
Nah Abu Hurairah ra tidak mendengar awal hadist ini karena beliau datang belakangan.
Kemarahan dan penolakan Aisyah terhadap hadist ini memberikan pelajaran menarik:
Pertama, kehilangan konteks hadist meyebabkan pemahaman yang keliru terhadap keseluruhan hadist. Mungkin Abu Hurairah tidak sengaja dalam hal ini, tetapi penggalan hadist yang didengarnya telah meyebabkan “citra buruk-streotipe” terhadap perempuan.
Setiap kali terjadi ketidak beruntungan baik dalam keluarga maupun masyarakat, maka perempuan seringkali menjadi kambing hitamnya, “pembawa sial.”
Kedua, sebelum menyimpulkan makna hadist penting pemahaman terhadap asbabul wurud atau konteks hadist secara utuh. Kebiasaan memotong motong hadis akan menyebabkan pemahaman yang tidak utuh terhadap ajaran Islam.
Ketiga, pentingnya kehati-hatian dalam meyimpulkan makna hadist. Pemahaman yang utuh dan mengacu kepada prinsip-prinsip dan nilai agung al-Qur’an akan meyelamatkan dari kesalahpahaman.
Cara pandang seperti ini harus segera dimulai, karena kesalahmengertian terhadap ajaran islam saat ini sudah mengakar kedalam kesadaran sebagian umat islam.
Keempat, kesialan bukan disebabkan oleh benda benda atau jenis kelamin tertentu, melainkan bisa jadi karena kecongkakan dan kesombongan manusia itu sendiri.[]