Mubadalah.id – Mbah Hasyim Asyari, ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama, menegaskan pentingnya memuliakan binatang, termasuk anjing. Dalam batas tertentu, anjing memang harus dijauhi agar kita tidak terkena najis, misalnya air liur anjing yang masuk dalam kategori najis mugholladzah.
Meskipun begitu, Islam tetap mengajarkan umatnya untuk memperlakukan binatang ini dengan baik. Nah, ada kisah teladan yang menarik dari Mbah Hasyim Asyari yang memuliakan anjing. Mari kita simak bersama.
Kisah Mbah Hasyim Asyari Memuliakan Anjing
Kisah ini terjadi pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Setelah rakyat berhasil mengusir orang-orang Jepang, orang-orang Belanda mengadakan perundingan dengan perwakilan Indonesia, yang terkenal dengan nama Perundingan Linggarjati. Perundingan ini membahas tentang pembagian kekuasaan wilayah Indonesia dengan Belanda.
Saat itu, Mbah Hasyim Asyari, sang ulama dan kyai besar di Nusantara yang terkenal sangat gigih berjuang melawan penjajah, menolak keras perundingan tersebut. Para ulama dan tokoh pahlawan pun sepakat mengikuti sikap Mbah Hasyim Asyari.
Menghadapi situasi ini, Belanda memutar otak bagaimana caranya agar rakyat menyetujui hasil perundingan tersebut. Akhirnya, mereka memutuskan mendekati Mbah Hasyim Asyari dengan pertimbangan jika Mbah Hasyim setuju, maka semua orang pasti akan ikut setuju.
Van Mook, Kepala Netherlands Indies Civil Administration-NICA-Gubernur Hindia Belanda, mengutus Vander Plas dan Von Smith ke Tebuireng, Jombang, untuk menemui Mbah Hasyim dan membujuknya.
Saat menjalankan misi tersebut, Vander Plas membawa seekor anjing besar. Ketika mereka sampai di pesantren Tebuireng, Jombang, Vander Plas meletakkan anjingnya di luar pagar pesantren. Perbuatan ini bertujuan untuk mengambil hati Mbah Hasyim Asyari karena yang dia pahami, orang Islam tidak menyukai anjing.
Singkat cerita, setelah berbincang banyak hal, dua utusan Belanda ini menyampaikan maksud kedatangannya, yakni meminta Mbah Hasyim menyetujui perundingan Linggarjati. Namun, Mbah Hasyim terdiam dan mengalihkan pembicaraan mengenai anjing yang kepanasan di luar pagar. Beliau meminta agar anjing mereka di bawa masuk untuk berteduh.
Tentu saja, sikap Mbah Hasyim Asyari membuat utusan Belanda bingung. Bukankah orang Islam tidak menyukai anjing? Kenapa malah dipersilahkan masuk, begitu kira-kira pertanyaan dalam benak mereka.
Mbah Hasyim Asyari kemudian menjelaskan bahwa orang Islam tidak membenci anjing. Hanya saja, dalam batas-batas tertentu, mereka harus menjauhinya agar tidak terkena najis. Manusia tetap wajib memperlakukan anjing dengan sebaik-baiknya karena dia juga makhluk Tuhan.
Utusan Belanda itu kemudian membawa anjingnya masuk ke pesantren dan memberikannya minum.
Di akhir pertemuan, Mbah Hasyim Asyari tetap kekeuh tidak memberikan restu terhadap perjanjian Linggarjati.
Hikmah di Balik Kisah Mbah Hasyim Asyari
Setelah kepulangan utusan Belanda, para santri bergegas menemui Mbah Hasyim untuk mempertanyakan sikap beliau terhadap anjing.
Dengan bijak, Mbah Hasyim menjelaskan bahwa najisnya anjing itu bisa suci dengan air dan debu atau air sabun. Adapun najisnya hati karena mendukung penjajah agar mendapat kekuasaan kembali, itulah yang tidak boleh.
Di kemudian hari, salah satu utusan Belanda yang datang menemui Mbah Hasyim, yakni Von Smith, memutuskan memeluk agama Islam. Menurutnya, Islam adalah agama yang sangat mulia. Jangankan manusia, anjing yang dianggap najis saja harus tetap diperlakukan dengan baik karena ia juga makhluk Tuhan.
Selain hikmah tersebut, kita juga harus tahu bahwa sejelek-jeleknya najis anjing, dia bisa suci dengan air dan debu. Sedangkan jika hati kita yang najis, iri, dengki, sombong, sulit untuk membersihkannya. Bukankah Nabi Muhammad pernah bersabda, ”Barangsiapa yang di dalam hatinya ada rasa sombong walau sekecil apapun, maka dia tidak bisa masuk surga.” Maka, hati-hati dengan najis hati. []