Mubadalah.id – Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang perempuan ulama yang sangat fenomenal. Banyak orang menyebutnya waliyullah, perempuan kekasih Allah.
Rabi’ah al-Adawiyah sering disebut dengan nama Rabi’ah al-Qaisiyyah dari Basrah, Irak. Ia lahir pada 180 H. Namanya begitu populer dan melegenda.
Rabi’ah al-Adawiyah sangat orang-orang ingat, terutama dalam dunia sufisme falsafi, sebagai perempuan ikon cinta Tuhan (alhubb al-ilahi).
Hampir semua sufi besar menyebut nama Rabi’ah al-Adawiyah, dalam karya sastra prosa maupun puisi, syair mistis mereka. Perempuan ini mungkin menjadi tokoh perempuan yang sejarah hidupnya paling banyak orang-orang tulis.
Puisi-puisinya didendangkan di berbagai tempat sepanjang zaman. Para sastrawan terkenal dan sufi besar menjadikannya sebagai idola.
Beberapa tokoh yang menulis tentang Rabi’ah, antara lain ialah Abu Amr al-Jahizh, seorang sastrawan besar, dalam al-Bayan wa at-Tabyin, Abu Thalib al-Makki, sufi besar, dalam Qut al-Qulub, sebuah buku yang menginspirasi Imam Abu Hamid al-Ghazali.
Kemudian, Abu al-Qasim al-Qusyairi, sufi besar, dalam Ar-Risalah al-Qusyairiyah, yang masyhur itu, Abdurrahman as-Sullami, sufi masyhur yang lain, dalam Dzikr an-Niswah al-Mutabbidat ash-Shufiyyat.
Lalu, Ibnu al-Jauzi, muhaddits besar, Fariduddin Attar, filsuf penyair, dalam Tadzkirah al-Auliya’, dan lain-lain.
Belakangan, filsuf Arab asal Mesir yang terkenal, Abdurrahman Badawi, filsuf Arab, menulis buku berjudul Rabiah al-Adawiyah Syahidah al-‘Isyq al-Ilahi (Rabi’ah Adawiyah sang Perempuan Mabuk Rindu Tuhan).
Terdokumentasi dalam Karya
Kisah hidup Rabi’ah bukan hanya terdokumentasikan dalam narasi prosa, puisi, dan novel, melainkan juga dalam film.
Rabi’ah dalam film ini diperankan secara sangat mengesankan oleh seorang perempuan cantik. Ia menyenandungkan puisi Rabi’ah: “Araftul Hawa” (Aku Mengenal Cinta) dan “Uhibbuka Hubbain” (Aku Mencintaimu dengan Dua Cinta).
Keduanya menyanyikan dengan nada-nada melankolis yang mendayu dan sangat indah. Dengan suara emas sang Bintang dari Timur (Kaukab asy-Syarq) yang legendaris, Ummi Kultsum.
Rabi’ah bermakna perempuan yang keempat. Nama ini ayahnya berikan, karena ia adalah anak perempuannya yang keempat.
Fariduddin Attar, sufi dan sastrawan besar, penulis buku yang sangat terkenal Manthiq ath-Thair (Percakapan Burung), menulis kisahnya panjang lebar.
Kemudian, ia menuturkan bahwa Rabi’ah lahir dari keluarga yang sangat miskin yang taat mengabdi kepada Tuhan.
Kemiskinan keluarga itu sedemikian rupa, sehingga manakala Rabi’ah lahir pada malam hari, rumahnya gelap gulita, tanpa lampu. Minyak lampu itu sudah habis. Untuk membeli minyak tanah saja, keluarga itu tak memiliki uang. []