Mubadalah.id. Salingers penghujung Desember ini, kerapkali kita maknai dengan hari di mana kita merefleksikan diri kita, baik secara kepribadian maupun aktivitas keseharian.
Tradisi Perayaan
Tidak jarang pastinya di antara kita, yang sudah banyak membuat plan mapping untuk menyambut tahun selanjutnya. Yakni sebagai bukti dan komitmen kepada diri untuk menjadi lebih baik kedepannya. Tambahan lagi perayaannya bercampur aroma Natal yang masi pekat dan juga aroma pesta demokrasi yang kian meningkat.
Namun, kesibukan kita dengan liburan akhir tahun, tidak bisa kita hindari bahwa di kalangan muslim masih ada perdebatan dan keresahan. Yakni tentang boleh atau tidak sebenarnya kita merayakan tahun baru masehi.
Tahun baru identik dengan ramainya manusia berbondong bondong membuat perayaan pergantian tahun, baik dengan keluarga, sanak saudara maupun rekan kerja. Hal tersebut menjadi hal umum yang dilakukan oleh mayoritas orang, bahwa perayaan identik dengan pesta. Sebagaimana yang banyak dilakukan oleh warga Indonesia yang saat ini terkenal dengan sebutan warga +62.
Perdebatan muncul di kalangan umat Islam berkaitan soal boleh atau tidaknya merayakanpergantian tahun baru masehi. Sementara yang kita ketahui bahwa tahun baru masehi berdasarkan pada kelahiran nabi Isa ibn Maryam As. Di mana Nabi Isa menjadi patron adanya kalender masehi yang saat ini kita gunakan. Dan hal ini menjadi polemik yang terulang setiap tahunnya.
Refleksi kisah kelahiran Nabi Isa Ibn Maryam As
Sejarah memberikan kesaksian bahwa kelahiran Nabi isa adalah fenomena yang mutlak Mukjizat dan kehendak Allah SWT. Peringatan kelahiran seorang nabi dari para nabi Allah yang mulia, yaitu kelahiran yang memiliki kedudukan khusus dalam Islam, karena peristiwa itu merupakan kelahiran yang ajaib.
Isa diciptakan dari seorang ibu tanpa seorang ayah, sebagaimana Al-Qur’an nyatakan dalam surah Ali Imran yang artinya;
“Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah seperti perumpamaan Adam; Allah menciptakannya dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah!’ maka ia pun menjadi.” (Q.S Al-Imran: 59).
Selain itu, kelahiran Isa dikelilingi oleh tanda-tanda alam dan mukjizat-mukjizat ilahi yang tidak terulang pada yang lainnya.
Bahkan mereka menyebutkan bahwa Allah menjadikan sungai mengalir di dalam Mihrab untuk Sayyidah al-Batul Maryam, menyediakan kurma untuknya secara ajaib dari batang yang kering di musim dingin, di luar waktu panen buahnya.
Islam Yang Kaffah
Hal demikian bertujuan untuk menenangkan hati, menyenangkan diri Maryam, dan mengembalikan kegembiraan kepadanya setelah dia bersusah payah melahirkan dan berlumuran darah. Sehingga dia mencari perlindungan dan menutupi dirinya dengan batang pohon kurma.
Maka dapat kita jawab atas keberatan orang-orang yang menentang perayaan kelahiran Sayyidina Isa As, dengan alasan bahwa itu dilakukan di luar waktunya. Karena buah kurma biasanya hanya tumbuh di musim panas, bukan di musim dingin.
Mereka melupakan bahwa keajaiban yang Allah datangkan untuk dirayakan dalam kelahiran yang penuh berkah, sesuai dengan waktu dan kondisinya.
Kegembiraan atas hari kelahiran Isa yang ajaib ini merupakan sesuatu yang dianjurkan. Telah Allah abadikan peristiwa ini dalam Al-Qur’an secara rinci dalam Surah Maryam, dan Rasulullah Saw. memerintahkan untuk mengenangnya.
وَاذْكُرْ فِى الْكِتٰبِ مَرْيَمَۘ اِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ اَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا ۙ
“Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Maryam di dalam Kitab (Al-Qur’an), (yaitu) ketika dia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Baitulmaqdis)
Hingga ayat:
وَالسَّلٰمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُّ وَيَوْمَ اَمُوْتُ وَيَوْمَ اُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Q.S Maryam: 33).
Umat Muslim percaya pada semua nabi dan Rasul Allah, tanpa membedakan di antara mereka. Mereka merayakan kelahiran nabi yang terpilih, sebagaimana mereka merayakan hari kelahiran semua nabi dan rasul.
Hal ini sebagai bukti tanda syukur kepada Allah atas nikmat-Nya yang mengirimkan petunjuk kepada umat manusia dan cahaya serta rahmat.
Mereka adalah salah satu anugerah terbesar Allah kepada umat manusia. Di mana hari-hari kelahiran nabi dan rasul merupakan hari yang penuh kedamaian dan berkah bagi seluruh alam.
Perayaan tahun baru implementasi toleransi
Kita membayangkan, keadaan yang demikian adalah polemik yang berkutat dalam hal pemahaman, atau soal keyakinan.
Hal ini dapat memberikan perspektif baru, bahwa perayaan tahun baru masehi identik dengan kelahiran Nabi Allah Isa As, bukan sekadar wujud kecintaan kita terhadap kekasih Allah, namun juga wujud toleransi yang lahir di lingkungan manusia.
Kesalingan tidak hanya sekadar menghormati antar umat beragama. Yakni saling dalam hal kebaikan, termasuk menumbuhkan sikap toleran. Sebagai umat muslim tentu saja kita tidak ada alasan untuk kita tidak mencintai Nabi sa As, karena ia adalah kekasih utusan Allah SWT.
Namun, dalam konteks dan sudut pandang lain, tentu saja beberapa di antara selain umat muslim membutuhkan alasan mengapa kita mencintai Isa As. Sikap ini menghantarkan kita kepada toleransi beragama yang sangat luas.
Mubadalah, dalam salah satu konsep relasi dengan umat yang berbeda agama, tidak membedakan ia beragama apa. Sebab fitrahnya manusia di hadapan Allah SWT. itu sama yang membedakan adalah tingkat ketakwaannya.
Dan konteks takwa ini bukanlah ranah manusia untuk menilai ketakwaan manusia lainnya, karena itu mutlak hak Allah SWT.
Fatwa perayaan Tahun Baru Masehi
Mari kita lihat terlebih dulu, tahun baru Masehi itu merayakan apa?
Nanti akan kelihatan benang merahnya, sama seperti merayakan peringatan yang lain, seperti Maulid, hari kemerdekaan, dan lainnya.
Fatwa Dar al-Ifta` al-Misriyyah (Lembaga Fatwa Mesir) Nomor Fatwa 5856: 26 Desember 2021 tentang hukum merayakan tahun baru masehi: Fatwa Dar al-Ifta` al-Misriyyah.
Perayaan awal tahun baru Masehi, berdasarkan hari kelahiran Nabi Isa ibn Maryam, As, dengan segala bentuk perayaan dan kebahagiaan yang terkandung di dalamnya, diperbolehkan, dan tidak ada larangan dalam hal ini.
Perayaan ini merupakan salah satu bentuk pengingat terhadap hari-hari Allah, dan telah menjadi kesempatan untuk pertemuan sosial dan kegiatan skala nasional.
Selama tidak menyebabkan umat Islam terlibat dalam ritual keagamaan atau praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu tidak merayakan tahun baru dengan sesuatu yang diharamkan, maka tidak ada yang menghalanginya dari sudut pandang syariah.
Perbedaan dalam penentuan tanggal kelahiran Isa As tidak mengurangi keabsahan perayaan ini. Tujuan utamanya adalah mengekspresikan kegembiraan, atas berakhirnya satu tahun. Lalu memulai tahun yang baru, serta menghidupkan kembali kenangan akan mukjizat kelahiran Nabi Isa bin Maryam, As.
Hal ini mencakup nilai-nilai toleransi, keberagaman, dan perlakuan baik antara umat Islam dan sesama warga negara. Oleh karena itu, perayaan Tahun Baru Masehi memiliki beberapa tujuan, namun semuanya tetap harus sesuai dengan hukum dan ketentuan syariat Islam.
Yakni merayakan pergantian tahun dengan suka cita, menyematkan harapan menyebar kebaikan yang tidak ada hentinya. Selamat membuka dan mengisi di lembaran baru tahun 2024 salingers yang berbahagia. Mari bersama melangkah menuai prestasi jariyah di tahun 2024. Salam bahagia membahagiakan. []