Kalau dipikir dengan logika standar, siapa yang bisa bertahan menjalani hubungan rumah tangga dengan jarak berjauhan?
Mubadalah.Id– Long Distance Relationship (LDR) alias hubungan jarak jauh. Kosa kata kekinian ini sudah tidak asing di telinga kita. Awalnya ia identik dengan kaula muda yang sedang dimabuk cinta, berpacaran dengan jarak jauh. Entah karena keterdesakan studi, pekerjaan atau lainnya. Nah sebetulnya LDR lebih tepat kita kaitkan dengan realitas rumah tangga. Sebab tidak jarang para istri yang harus rela hidup berjauhan dari suami. Bagaimana rumah tangga LDR dalam Islam.
Itulah realitas rumah tangga yang juga terjadi di Kampung Sukamiskin. Sejak lama mentradisi di mana para pemuda dan kaum bapak yang merantau ke luar kota, provinsi bahkan luar negeri, menjalani hidup jauh dari anak dan istri. Lalu saya merenung, kok bisa ya bertahan LDR dalam rumah tangga? Kalau dipikir dengan logika standar, siapa yang bisa bertahan menjalani hubungan rumah tangga dengan jarak berjauhan?
Hidup Terpisah dengan Pasangan
Lalu ada beberapa orang yang memberi tahu saya bahwa siapapun boleh percaya atau tidak, tetapi yang jelas faktanya berbicara demikian, para suami yang berpaling, berkhianat, berselingkuh dari istri pertamanya yang berada di kampung halaman. Yang paling kentara adalah kebutuhan biologis manusia.
Persoalan ini tidak mudah dipecahkan. Setelah itu lalu saya mencoba mencari-cari bagaimana cara meminimalisir persoalan ini. Agar LDR dalam rumah tangga tidak lagi menjadi masalah berarti.
Anggap saja ini sebagai tip, terutama bagi para istri dan suami yang sedang mengalami LDR dalam rumah tangga. Mengingat ‘sakitnya tuh bukan cuma di sini’ melainkan sakit di sekujur badan, manakala melihat pasangan lain yang mampu menjalin rumah tangga tanpa berjauhan jarak dan apalagi sampai ruma tangganya berujung perceraian karena suaminya berkhianat. Rasanya gimana gitu. Hehe.
Tetapi baiklah, kalau saja kita mau merenung, soal jarak bukanlah jaminan. Jauh atau dekat, kalau sejak awal pernikahan tidak mampu membangun komitmen ‘kesalingan’, rasa-rasanya rumah tangga siapapun akan mudah didera konflik yang berujung perceraian.
Pertama, selalu perbaharui niat dan makna pernikahan (rumah tangga) sebagai ibadah. Kalau istri dan suami memahami makna rumah tangga sebagai ibadah, maka keduanya akan selalu setia betapapun jarak berjauhan. Kelihatannya hal ini sepele tetapi sangat menentukan.
Ingat, jangan sekali-kali mengidentikan makna bahagia rumah tangga hanya dengan ukuran banyaknya uang dan harta yang lain. Sama sekali tidak menjamin. Jangan kedepankan gengsi, jangan menjalin rumah tangga hanya sekadar ikut-ikutan orang kebanyakan.
6 Tahap Perkemmbangan Hubungan Perkawinan
Kedua, perkuat dengan ibadah. Shalat berjemaah, puasa dan sedekah. Karena pernikahan dan menjalin rumah tangga itu ibadah maka ia harus dibentengi dengan banyak ibadah yang lain. Ini tidak lain agar benteng pertahanan iman–terutama suami–tidak mudah goyah.
Ya sepanjang yang saya tahu, para istri cenderung setia di kampung halaman, sementara para suami yang jauh dari istri, kondisi fisik yang lelah, kemampuan finansial, tempat-tempat hiburan yang mendukung, pergaulan sesama perantau, faktor-faktor ini akan mudah membuat para suami menyeleweng.
Kita sangat butuh penjagaan dari Allah dan kita harus punya cara agar Allah menjaga suami di manapun berada. (Baca juga: Pencegahan Kekerasan dan Pelecehan Terhadap Pekerja Rumah Tangga).
Ketiga, jalin komunikasi berkala. Seminggu sekali paling tidak. Jangan sampai komunikasi ini putus. Soalnya tidak jarang di antara istri yang menganggap sepele ihwal komunikasi. Mereka menganggap ‘yang penting kiriman uang bulanannya banyak dan lancar.’
Astaga. Apalagi zaman ini zaman canggih. Para istri bisa memanfaatkan smart phone, misalnya video call, selain menelpon dan SMS. Istri dan suami, berikut melibatkan anak-anak, harus terus saling memberi perhatian. Jangan lengah.
Selebihnya bisa memanfaatkan waktu liburan. Suami harus punya komitmen untuk pulang kampung secara berkala, bukan hanya ketika Lebaran tiba. Demikian juga istri dan anak-anak, boleh sesekali bermain ke kota. Melepas kangen sambil menikmati masa liburan keliling kota. Selalu upayakan impian-impian dan target-target yang harus dicapai ke depan, terutama berkaitan dengan pendidikan dan masa depan anak-anak.
Pupuklah terus sikap kebersamaan. Renungkan bahwa istri dan suami saling membutuhkan. Bagaimana pun anak-anak dan keutuhan rumah tangga jauh lebih berharga daripada uang. Maka jangan sekali-kali tega menggadaikan mereka dengan alasan sibuk bekerja.
Termasuk juga agar istri dan suami tidak mudah emosi, marah dan saling menyalahkan. Insya Allah dengan begitu rumah tangga kita betapapun LDR akan baik-baik saja. Masalah memang akan selalu ada tetapi akan selalu ada jalan keluarnya dari Allah untuk kita.
Demikian penjelasan terkait rumah tangga LDR dalam Islam. Wallaahu a’lam. (Baca juga: Berproses Melalui Ngaji KGI).