Mubadalah.id – Hajar adalah ibu luar biasa. Semangatnya untuk survive bersama bayi Ismail di tengah padang pasir tanpa air, tanpa suami dan keluarga adalah madrasah pertama bagi Ismail untuk menyerap nilai-nilai cinta, pengorbanan, perjuangan dan kekuatan keyakinan akan adanya pertolongan Allah asal manusia berusaha tanpa putus asa. Zamzam yang abadi menjadi buah dari itu semua.
Ketika Ismail dititahkan untuk disembelih pun, lagi-lagi Hajar berani “menyembelih” kepedihan hatinya sendiri karena harus melepas putra terkasih yang betul-betul menjadi permata hati. Hal yang sungguh amat sulit dilakukan seorang ibu pengasih di manapun.
Semua sikap Hajar yang luar biasa dan bahkan berbeda dari rata-rata itu tentu menjadi madrasah hidup bagi Ismail. Tak heran jika di usia tujuh tahun Ismail sudah sedemikian matang. Ia siap ayahnya sembelih sebagai bentuk ketaatan pada orang tua dan kepasrahan total kepada Allah. Hal yang tak ada pada anak-anak lain seusianya.
Dua Ibu Nabi Musa
Asiyah ibu angkat Nabi Musa dan Yuhanidz (ada yang menyebutnya Yukabad) ibu kandungnya adalah dua ibu hebat di balik kehebatan Nabi Musa. Tanpa dua orang ini, bayi Musa akan mengalami nasib sama dengan bayi laki-laki yang lahir saat itu, yang Fir’aun bunuh.
Dengan kepasrahan total Yuhanidz melarung bayi Musa ke Sungai Nil. Asiyah, istri Fir’aun, menemukannya dan menjadikannya anak angkat setelah meluluhkan hati Fir’aun.
Ia hidup di istana ibu angkatnya, dan disusui oleh ibu kandungnya tanpa sepengetahuan Fir’aun karena bayi Musa tak mau menyusu selain kepada Yuhanidz. Asiyah dan Yuhanidz pun telah menjadi perisai hidup. Pengasuh dan pendidik Musa yang sejati di titik pusat kekuasaan Fir’aun yang zalim.
Kekuatan iman, keteguhan hati dan keberanian Asiyah mengambil risiko dihukum suaminya menjadi “sekolah hidup” bagi Musa hingga tumbuh menjadi pribadi yang hebat di usia muda.
Kemudian, tak heran jika Musa sejak belia tumbuh menjadi sosok yang kuat iman dan teguh pendirian. Bahkan berani mengambil risiko meninggalkan nikmatnya kekuasaan untuk berhadapan dengan Fir’aun.
Kekuatan iman dan keberanian Musa itu sudah ibu angkatnya contohkan yaitu saat memilih meninggalkan istana dunia demi istana surga. Allah SWT memujinya dalam Surat at-Tahrim ayat 11:
“Dan Allah menjadikan istri Fir’aun sebagai contoh bagi orang-orang beriman. Ketika ia berkata, “Ya Tuhanku, bangunlah untukku rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” []