Mubadalah.id – Dalam banyak kebudayaan, perempuan adalah eksistensi yang bukan hanya dapat dipermainkan untuk hasrat seksual dan kekuasaan laki-laki, tetapi juga tempat pelampiasan kemarahan dan emosi-emosi destruktif lainnya.
Lihat saja ilustrasi dari novel-novel Nawal el Sadawi mengenai hal ini. Gambaran tentang perempuan yang demikian muncul pula dalam berbagai karya nyanyian.
Ismail Marzuki, misalnya, mengekspresikan realitas kebudayaan patriarkis tersebut dalam nyanyian yang sangat populer berjudul Sabda Alam. Berikut kutipan syair lagu karya Ismail Marzuki tersebut:
Wanita dijajah pria sejak dulu
Dijadikan perhiasan sangkar madu
Toto Sudarto Bachtiar, penyair Indonesia, menggambarkan realitas kebudayaan patriarkis dalam puisinya: “Dunia Bukan Miliknya”:
Inilah gairah seorang perempuan
Pada masanya tumbuh besar dan berkembang Bicaranya penuh ragam mimpi surga
Sebab tiada dirasa, dunia ini bukan miliknya
Bila sebuah tirai turun bagi kebebasannya
Mengikat dalam segala perbuatan
Ia tegak dan mengangkat tangan
Sebab tiada rasa, dunia ini bukan miliknya
Demikian perempuan sepanjang umur
Mimpinya sedalam laut
Harapan yang manis akan segala kebebasan hati
Hingga suatu kali benar rasanya
Dunia ini bukan miliknya!
(Tonggak Antologi Puisi Indonesia Modern 2)
Kemudian, seorang penyair perempuan Aliyyah al-Ji’ar mengungkapkan dalam Qasidah-nya berjudul Ibnah al-Islam (putri Islam), sebagai berikut:
Fi al-jahiliyyah kuntu kamman muhmala
Wa unutsati ‘arun tasir wara-iya
Abya mudbayya’ah al-huqug dzalilah
In lam yaidni fi al-thufulati aliya
Ketika Jahiliah, aku adalah entitas yang tak berharga
Identitas keperempuananku adalah cacat
Hidupku tanpa hak apapun aku disia-siakan, aku direndahkan
Kalau tidak, aku ditimbun tanah ketika bayi. []