Setiap 10 Oktober diperingati sebagai hari kesehatan mental dunia. Sebagai mahasiswa jurusan psikologi yang saya ketahui dari latar belakang perayaan hari tersebut, yaitu di awali akibat kurangnya perhatian atau pengabaian publik terhadap pentingnya pelayanan kesehatan mental, sehingga WHO, bersama dengan organisasi mitra, United for Global Mental Health dan World Federation for Mental Health menyerukan dan mendorong publik untuk mengkampanyekan pentingnya kesehatan mental di seluruh dunia.
Hari kesehatan mental penting untuk digaungkan dan di ramaikan dengan kampanye-kampanye publik mengenai kesehatan mental, karena saya rasa saat ini keadaan psikologis atau mental manusia sangatlah penting dan perlu diperhatikan apalagi akibat pandemi COVID-19.
Dampak dari pandemi ini membuat banyak berbagai persoalan dan masalah baru di masyarakat. Perubahan perilaku yang tadinya biasa keluar melakukan kontak sosial, setelah pandemi semua berubah setiap orang diharuskan menggunakan protokol kesehatan dengan PSBB, sosial distancing dan juga penggunaan masker dan lain-lain. Hal itu mungkin terlihat biasa tapi dampaknya luar biasa apalagi terhadap mental manusia.
Saya sendiri mengalaminya mungkin kebanyakan dan hampir semua dari kita merasakan ada kesulitan, khawatir, cemas, dan stres. Ketika sekolah, bekerja dan aktivitas lain yang harus dirumahkan tidak bertemu teman, sahabat, keluarga dan orang terdekat lainnya, kemudian PHK terjadi secara besar-besaran serta dampak lainnya yang merugikan.
Ternyata hal tersebut komorbid dengan masalah lainnya terkhusus pada perempuan, banyak diantara mereka mendapat kekerasan baik dalam ranah domestik ataupun sosial. Komnas Perempuan mendapat banyak pengaduan mengenai kekerasan terhadap perempuan.
Berdasarkan hasil riset Komnas Perempuan dalam “Kajian Dinamika Perubahan di Dalam Rumah Tangga Selama Covid 19 dI 34 Provinsi dI Indonesia” bahwa sebanyak 80% responden yang berpendapatan di bawah 5 juta rupiah, menyatakan mereka mendapat kekerasan dalam ranah personal/ KDRT selama masa pandemi, dan faktor penyebabnya adalah masalah ekonomi. Kemudian kerja ganda semakin terasa sebanyak 96% beban kerja meningkat, apalagi pekerjaan rumah yang dinilai meningkat dua kali lipat dan perempuan mengalaminya, sampai mereka merasa stres menghadapinya.
Selain itu angka perkawinan anak yang makin meningkat di masa pandemi ini, akibat dari kesulitan ekonomi, banyak orang tua yang menganggap bahwa menikahkan anaknya yang mampu memberikan solusi untuk meringankan beban keluarga. Padahal jika dilihat lagi dampaknya luar biasa apalagi anak yang masih usia dini kematangan secara emosi pun masih tanda tanya, yang artinya kesiapan mereka secara mental dalam berumah tangga belum ada, dan ini bisa memicu adanya KDRT atau masalah kekerasan lainnya dalam ranah domestik.
Harapan dengan adanya peringatan hari kesehatan mental mampu memberikan investasi besar apalagi terhadap perempuan, pentingnya kesalingan antar pasangan harus menjadi modal besar terhadap dampak kesehatan mental. Saling memberikan perhatian, semangat, motivasi, dan mengasihi serta saling membantu dalam pembagian tugas dan pekerjaan baik dalam ranah domestik ataupun sosial diharapkan bisa berdampak terhadap penurunan masalah KDRT dan kekerasan lainnya yang berbasis gender.
Kemudian kampanye publik yang disebarkan mengenai pentingnya kesehatan mental di masyarakat. Harapan ini dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman publik, bahwa tindakan-tindakan yang tak sesuai apalagi ketidakadilan gender memberikan dampak serius terhadap segala aspek kehidupan dan kualitas hidup salah satunya adalah melalui kesehatan mental.
Karena kesehatan mental tidak bisa terwujud dengan sendiri tanpa adanya kesalingan antar semua pihak, dan bersama-sama untuk merawat serta menjaga kesehatan mental. Selamat hari kesehatan mental sedunia dan mari sama-sama perjuangkan keadilan dan kesetaraan gender demi menopang kesehatan mental kita semua! []